Search This Blog

Monday, August 16, 2021

Gambaran Dunia Remaja Pelosok yang Realistis dalam Novel Minoel

Judul: Minoel

Pengarang: Ken Terate

Tebal: 272 halaman

Cetakan: 1, 2015

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama


Kalau ada novel bagus yang menjadi kurang populer karena sampulnya yang enggak banget, Minoel ini salah satunya. Walau Ken Terate kita semua sudah tahu tulisan-tulisan kerennya, sampul Minoel (apalagi cetakan pertama) ini sungguh terlalu teenlit dan maaf alay. Terbukti banyak ulasan yang menyebut "tertipu sampulnya" atau "kelewat karena sampulnya yang kok gitu." Kali ini pembaca tidak tertipu oleh sampul yang bagus isi yang rata-rata, tetapi sebaliknya: isi bagus tertutupi oleh sampul yang ngga cocok sama sekali. Minoel memang sebuah novel teenlit, tetapi Minoel sangat berbeda dengan kebanyakan novel sejenis. Minoel tidak menjual mimpi romantis ala remaja kekinian dengan segala pretise yang mereka miliki. Minoel bahkan harus menjual mimpinya menjadi wanita yang mandiri karena tekanan sosial di sekelilingnya, juga karena cinta. 

Minoel adalah seorang gadis cerdas dengan sedikit memiliki kekurangan fisik  yang tinggal di pelosok Gunung Kidul. Novel ini menggambarkan dengan realitis sekali bagaimana gadis-gadis muda di banyak pelosok negeri ini masih dianggap tidak perlu sekolah, tidak pelu pintar-pintar amat, tidak perlu kuliah, cukup sekolah sampai SMA atau SMK saja (bahkan ada yang lulusan SMP) karena ujung-ujungnya hanya bakal menjadi istri orang. Proses sekolah - lulus - kerja - menikah ini bisa dijumpai terutama di kawasan-kawasan pedesaan. Faktor ekonomi dan pola pikir yang kurang maju, ditambah realita yang ada membuat lingkaran ketertinggalan yang harus dialami para gadis muda di pelosok ini terus berputar. 

Kembali ke Minoel, meski keluarganya dari kalangan biasa tapi gadis itu memiliki pola pikir yang maju. Dia ingin keluar dari lingkaran ketertinggalan sekaligus menjadi gadis maju yang mandiri. Minoel pengen kuliah dan bekerja. Kegigihannya sedikit demi sedikit mampu mengangkat derajatnya. Meskipun lemah di pelajaran, Minoel punya kelebihan di tarik suara. Dengan kelebihan inilah Minoel bisa mulai mengumpulkan uang untuk ditabung sebagai biaya masa depannya. Minoel mungkin bisa berhasil keluar dari tekanan sosial, tetapi sayangnya dia kalah oleh satu hal yang rawan menjerumuskan remaja: CINTA.

Minoel bertemu dengan si Akang, cowok yang katanya jatuh cinta kepada gadis itu. Dengan kekurangan fisiknya, Minoel sadar bahwa dia tidak mungkin bisa mendapatkan kehidupan cinta penuh romansa ala-ala remaja pada umumnya. Makanya, kehadiran Akang ibarat keajaiban yang mendobrak kekurangannya. Akhirnya ada cowok yang mau pacaran sama Minoel. Akhirnya dia punya pacar. Dan punya pacar ini adalah sungguh sebuah prestise yang dapat mengangkat "derajat pergaulan" remaja-remaja seusia Minoel. Kadang, mereka tak peduli apakah pacarnya itu beneran cinta atau hanya mau memanfaatkannya. Bagi mereka, bisa punya pacar saja sudah pencapaian liar biasa. Perkara pacarnya bagaimana, itu urusan entah keberapa sekian. Bucin is number one. 

Pengen ngamuk lihat bucinnya Minoel sama Akang. Bucin yang udah kebablasan tingkat akoet hingga Minoel pun tetap diam saja meskipun pacaran mereka sudah melibatkan kekerasan. Pengen bilang sukurin ke Minoel yang ngeyel, tapi saya tidak bisa. Benar kata pujangga, cinta membikin kita mabuk kepayang sehingga hilang semua logika. Karena itu, saya tidak bisa menyalahkan Minoel begitu saja. Minoel adalah sebagian kita yang di masa-masa ABG dulu pernah merasakan pentingnya punya pacar agar eksis. 

Saya berulang kali bertanya apa alasan Minoel mempertahankan pacarnya yg posesif dan kasar itu, tetapi dengan telak Minoel menjawab pertanyaan ini: Pernahkah kau memiliki orang yang mau bersamamu, mencintaimu, dekat denganmu sementara sebagian besar orang lain akan menjauhimu karena kekurangan dirimu. Keberadaan orang itu akan melengkapimu, membuatmu merasa normal dan penuh, meskipun kamu harus menanggung kerugian dan bahkan luka atau terancam nyawanya. 

Cinta memang kadang semengerikan itu, apa pun ditanggung asal tidak putus dengannya. Dan ngerinya lagi, ketika pasangannya ternyata model si Akang yang hanya memanfaatkan sisi lemah dari orang orang pinggiran seperti Minoel. 

Novel ini realistis sekali, karena saya pernah menjumpai kasus yang mirip. Dan ternyata banyak, ketika si cewek begitu takluk sama cowoknya dan rela memberikan apa saja asal dia tidak diputus cowoknya. Kasus Minoel makin parah karena dia masih berusia SMA yang di daerah daerah pinggiran. tahu sendiri, pacaran berarti eksistensi dan lambang pengakuan. Jadi, janganlah kita salahkan Minoel karena bucinnya, tapi salahkan pacarnya yg ringan tangan. Minoel hanya sial karena dapat pacar seperti Akang. Kesetiaan dan ketulusannya pun disalahgunakan.

Novel remaja yang bagus banget, teenlit tapi mengusung tema yang sangat penting dan harus dibaca oleh lebih banyak lagi anak-anak muda.

Saya paling suka sama ini: "Memangnya kalau Agnes Monica patah hati lalu dia berhenti bernyanyi?" yang secara implisit mendorong para remaja untuk tetap teguh mengejar impian dan tidak terganggu oleh gejolak romansa masa muda.

No comments:

Post a Comment