Search This Blog

Thursday, January 14, 2021

Sanubari Jakarta, Menengok Mereka yang Minoritas

Judul: Sanubari Jakarta
Pengarang:Laila Lele Nurazizah
Tebal: 160 halaman
Published April 2012
 PT Elex Media Komputindo






Pagi-pagi disuruh bantuin Adek garap tugas kuliah untuk menganalisa latar sosial dan feminisme dalam cerpen Topeng Srikandi. Mau nggak mau kudu baca dulu cerpennya, dan ternyata menarik walau agak berlebihan dalam menggambarkan kuasa patriakhis di tempat kerja. Tetapi tetap saja cerpen itu menarik. Penulis menggambarkan dari sudut pandang korban tentang bagaimana di sebuah lingkungan pekerjaan, jenis kelamin menjadi patokan kemampuan dan bukannya kinerja. Simak salah satu adegan rapat di cerita ini:

Lalu tiga orang mengangkat tangan, termasuk Srikandi, tetapi kemudian laki-laki itu menunjuk laki-laki di samping Srikandi. Dia lalu berbicara. Kemudian mereka bertepuk tangan. Srikandi mengangkat tangan kemudian berbicara dan dipotong oleh seorang laki-laki yang berada di poros lingkaran. ... Meja judi saja lebih adil dibanding meja kayu ini." (hlm 108) 

Perlakuan ini membuat Srikandi--yang merupakan satu-satunya perempuan di kantor yang seluruhnya laki-laki itu--harus rela beralih rupa menjadi pria dengan mengenakan topeng dan busana laki-laki. Dan memang benar, dia bisa diterima dan pekerjaannya dipuji krena dia menjadi laki-laki. Kesimpulannya: wanita dianggap tidak kompeten dalam dunia pekerjaan yang didominasi pria. Agak miris sebenarnya. Di zaman 2001 seperti saat ini budaya membandingkan kinerja berdasarkan jenis kelamin ternyata masih banyak dijumpai. Padahal, bidang kerjanya pun bukan jenis pekerjaan yang mengunggulkan kekuatan fisik (meskipun sekarang sudah jamak juga kita jumpai para kuli panggul dan kuli bangunan perempuan).

Cerpen yang menarik, dan saya kemudian menanyakan di buku mana cerpen ini ada. Setelah Googling, Topeng Srikandi ternyata bagian dari Kumcer Sanubari Jakarta. Melihat sampilnya, saya samar-samar pernah beli buku itu (tolong jangan tanya kapan). Jadi, siang ini saya bongkar dua kardus timbunan yang sudah lama tak terjamah dan bertemu dengan buku ini. Tidak terlampau tebal dan bisa diselesaikan dalam sekali duduk. Cuma setelah selesai membacanya, buku Kumcer ini ternyata mengangkat tema yang agak berat: tentang LGBT.

Hampir semua cerpen di dalamnya berkisah tentang lesbian, gay, dan transgender. Kisah tentang lesbian adalah yang paling banyak. Penulis berulang kali mengangkat jargon bahwa cinta tidak pernah kalah, termasuk cinta sejenis. Dari hasil Googling, cerpen cerpen di buku ini tenryata juga pernah difilmkan dengan aktor aktor ibukota. Kisah-kisahnya pun pendek, tetapi benang merahnya ada pada gugatan dari kaum minoritas LGBT dalam memperjuangkan cinta mereka yang dianggap berbeda.

Secara tema serupa, tetapi alur kisahnya beragam. Ada seorang ibu rumah tangga jatuh cinta dengan guru TK anaknya, seorang gadis playgirl yang dilabrak kekasih wanitanya, dua pria yang gagal menuntaskan kerinduan mereka di ranjang kos kosan, juga paling ngakak tentang seorang pacar yang dikalahkan sebuah pembalut. Menarik menyimak aneka rupa kisah cinta manusia di buku ini, tetapi satu hal yang sama: cinta begitu luasnya dan ia bisa mengada dalam berbagai bentuknya.  



No comments:

Post a Comment