Search This Blog

Wednesday, January 20, 2021

Celana Pendek dan Cerita Pendek, Kumpulan Esai (yang Tidak Semuanya) Sastra

 Judul: Celana Pendek dan Cerita Pendek 
Penulis: Deddy Arsya
Tebal: 244 hlm
Terbit: Mei 2018
Penerbit: Basabasi



Kekurangan (walau mungkin tidak sesuai jika disebut kekurangan) kumpulan esai ada pada temanya yang beragam, kadang berserak sehingga pembaca tidak menemukan "keutuhan" saat membacanya. Terutama bagi para pembaca tipe cepat yang terbiasa menggenggam benang merah sebuah novel atau buku nonfiksi dalam proses pembacaannya yang ngebut. Mungkin, kumpulan esai memang didesain dibaca sesekali, alias dibaca satu bab lalu berhenti, lalu lanjut lagi lain kali untuk membaca bab lainnya. Ini didasari pada sifat esai yang sifatnya disesuaikan dengan isu-isu terbaru dan biasanya dimuat atau dipublikasikan dalam jangka waktu yang agak jauh berbeda. Inilah sebabnya kenapa seperti terasa ada jarak saat membaca bab per bab dalam sebuah kumpulan esai. Ini belum termasuk sejumlah esai yang sepertinya dipaksakan ikut hadir sekadar untuk membuat tebal buku kumpulan esainya.

Kepelikan ini yang saya jumpai di buku berjudul unik ini. Dalam pengantar, pembaca dijanjikan kumpulan tulisan tentang sastra dan sejarah serta keterkaitan di antara keduanya. Kemudian, penulis juga mengutip Louis A. Montrose yang pernah menulis “membaca sastra sama dengan membaca sejarah, membaca sejarah sama dengan membaca sastra”. Ibaratnya, buku menjanjikan sesuatu yang menarik tentang belajar sejarah dari karya sastra. Atau, tidak perlu sejauh itu, mungkin lebih cocoknya mengungkap sejarah lewat karya-karya sastra. Teknisnya, kita mencoba melonggok ke masa lampau berdasarkan karya sastra yang ditulis pada saat zaman itu berjalan. Orang bijak bilang: sastra adalah cerminan zamannya. Apa-apa yang terjadi di kurun suatu masa akan memperngaruhi sastra yang dihasilkan pada masa tersebut.

Sembilan esai pertama di buku ini adalah permatanya. Bagi peminat sejarah dan sastra, buku ini menarik karena mengajak kita melihat masa lalu lewat karya-karya sastra yang ditulis pada masa itu. Dua esai pertama, Abdoelxarim M.S dan Damhoeri Romanschrijver mengangkat dua karya sastra lama yang mungkin jarang terdengar gaungnya namun menyediakan jendela untuk mengintip kondisi sosial dari masa awal-awal abad ke-20. Pertama tentang sepak terjang tokoh komunis yang teryata pernah mendapat panggung di Sumatra Barat, sebuah kultur yang kental dengan nilai keislamannya. Abdoelxarim M.S mengkritik para tokoh sosialis yang memimpikan adanya kesetaraan untuk semua ras dan golongan, tetapi dia menolak dan tidak mengakui istri dan anaknya yang seorang Papua.

“Bung Pandu yang bengal tidak berhiba belas kasihan sedikit juga. Dia tidak menghargai kecintaan orang ... Berulang- ulang ketika kawannya menasihatkan dia, supaya mengaku beristri di masa pergi lari. Mengaku akan anaknya, kalau memang betul sudah terlahir karena persatuannya dengan perempuan itu. Kalau cuma malu, sebab berbini orang hutan, apakah yang musti dimalukan? Bukankah Adam dan Hawa dulunya bertelanjang juga? Bukankahmanusia itu tidak mempunyai klas?”

Kisah Hadji Dadjal karya Abdoelxarim M.S juga sangat menarik untuk dibahas. Luar biasa karya pendek yang diterbitkan tahun 1941 ini mengkritik praktik beragama kaum Melayu pada tahun 1930-an, ketika ide-ide tentang pembaharuan Islam tengah menyebar dari Tanah Suci. Tokoh ini dijauhi masyarakat dan bahkan mendapat gelar yang kurang enak hanya karena pandangannya yang berbeda dengan pandangan kebanyakan orang masa itu dalam hal beragama. Bisa dibilang, Hadji Dadjal ini cenderung puritan namun dalam skala yang tidak terlalu ekstrem. Menarik menyimak kutipan-kutipan tangkas dari novel ini. Salah satunya, hadji Dadjal menolak kultus Arab sebagai yang paling shahih menerjemahkan Islam. Ketika Oemar dicerca pertanyaan oleh seorang kadi di Mekkah dalam sebuah perdebatan di pengadilan yang mencoba mengadilinya, sang kadi berkata:

“Apa kamoe bilang? Kamoe lebih tahoe dari kami orang Arab tentang agama Islam? Agama Islam datang dari Arab dan jang mengislamkan orang Djawi, poen orang Arab. Sekarang kamoe lebih tahoe dari orang Arab?” Oemar membantah kadi tersebut dengan berkata: “Betoel agama Islam datang dari Arab dan jang mengislamkan orang Djawipoen orang Arab djoega, tetapi boekan orang Arab jang sekarang, melainkan jang dahoeloe, dan sekarang mereka ta’ ada lagi.”

Sayangnya, esai-esai sastra-sejarah ini tidak tampil dalam keseluruhan isi buku setebal 244 halaman ini. Mulai di halaman 110, esai bergerak kearah sejarah – budaya dan penulis sama sekali tidak menyinggung atau bahkan mencoba mengaitkan sebuah fenomena kebudayaan dengan karya sastra. Beberapa esai bahkan lebih mirip pandangan sekilas penulis atas perenungannya saat tengah bepergian. Untungnya, empat esai di akhir menemukan jalannya kembali sebagai tulisan sastra budaya dengan mengupas hal-hal trendy dalam dunia susastra: kehidupan pengarang, sandiwara, buku perjalanan, dan biografi tokoh sastra. Amir Hamzah dan Sitor Situmorang mendapat bahasan khusus di buku ini.

Menarik sekali melihat kondisi masa lalu berdasarkan karya sastra yang ditulis di zaman itu. Sebenarnya ada banyak buku catatan atau jurnal yang sifatnya seperti itu, seperti buku-buku terbitan Komunitas Bambu. Andai buku-buku itu juga turut dibahas di buku ini. Seandainya pertengahan buku ini tidak usah dicantumkan, menurut saya buku ini akan lebih mengena. Tidak usah dipaksakan untuk tebal karena tipis tapi bermakna malah jauh membuat senang pembaca. Harga bukunya juga jadi lebih murah dan membuat pembeli senang gembira. Positifnya, tulisan-tulisan di buku ini "terlalu" Sumatrasentris karena banyak bahasannya dikaitkan dengan Sumatra. Tapi kayaknya itu malah bagus deh karena dapat mengurangi dominasi Jawasentris yang sepertinya sudah ditulis terlampau banyak dalam buku dan sastra di Indonesia. 


 




 

3 comments:

  1. Sastra dan sejarah punya tautan. Menariknya untuk pembaca adalah bisa mengenali sastra sekaligus sejarah pada masanya. Tetapi ada ketakutan sendiri juga, apakah pembahasan begini harus untuk mereka yang menyenangi sastra saja, kesannya buku ini kategori berat dibaca, hahaha. Maklum, saya sendiri masih membaca bacaan ringan seperti novel atau kumcer, yang bisa dinikmati dengan mengikuti jalan ceritanya tanpa harus memperhatikan detailnya sebegitu rupa.

    tapi patutlah buku ini pun untuk dijajal, haha.

    ReplyDelete
  2. Pengeluaran Data Togel hasil resmi dari pusatnya yang di susun dalam bentuk tabel untuk memudahkan anda untuk memahaminya. Angka Jitu memberi angka bocoran togel jitu dan akurat hari ini. Untuk pasaran togel Sydney, togel Singapura dan togel Hongkong pasti tembus.

    Angka Jitu
    Bocoran Hk
    Live Draw Singapore
    live draw china
    data hk terbaru
    data togel
    data togel resmi
    live draw cambodia
    live draw taiwan
    live draw sgp
    live draw sdy
    live draw sydney

    ReplyDelete