Search This Blog

Wednesday, October 14, 2020

Dua Kumpulan Resensi Novel di Kaum Novel

Judul: Kaum Novel
Tebal: 164 hlm
Cetakan: 1, Desember 2019
Penerbit: Basabasi

 



Sulit membayangkan kumpulan resensi buku bisa diterbitkan menjadi sebuah buku. Maksud saya, resensi yang benar benar plek resensi lalu dikumpulin dan diterbitkan dalam satu buku, bukan resensi yang diubah dulu jadi artikel atau esai. Tapi buku ini membuktikannya. Ini buku kumpulan resensi kedua yang saya baca setelah Semesta di Balik Punggung Buku karya Gus Muh.

Kaum Novel adalah kumpulan resensi buku, kebanyakan novel, karya dua peresensi andal dari Semarang dan Solo. Satu cowok, satunya cewek. Total ada 26 resensi dan 2 esai ttg buku, plus pengantar dari mas Kabut Bandung Mawardi. Kebanyakan resensi di sini sepertinya pernah dimuat di media massa (entah cetak maupun daring), ditandai dengan penggunaan bahasa yang formal serta lebih menyerupai esai. Kelebihannya, kita bisa belajar atau mengetahui banyak hal dari sebuah resensi, tidak hanya tentang isi novelnya saja.

Pada ulasan buku Kura Kura Berjanggut misalnya, kita dapat info ttg novel bertema maritim yg masih sangat jarang. Ada juga resensi buku ttg buku yang tentunya bikin kita mengecek apakah sudah baca buku ini dan buku itu. Bisa dibilang, tidak hanya intisari cerita novelnya yg kita dapatkan, tapi juga latar belakang sejarah dan sosial ekonomi politik yang menyertai terbitnya sebuah novel. Peresensi bahkan menggunakan acuan buku lain untuk memperkuat opininya.

Sayangnya, kesan koran ini malah seperti membuat jarak dengan pembaca. Suasana formal yg dibangun emang cocok untuk pembaca koran yang terdidik, tapi dalam pandangan saya kurang sesuai untuk generasi Milenial yg cari info buku barunya lebih banyak lewat Goodreads, bukan koran lagi.

Satu lagi yang agak kurang berkenan, beberapa kali dua peresensi ini membocorkan ending alias spoiler dari beberapa novel terkenal di pasaran. Ini seperti merusak kesenangan pembaca yg kebetulan belum membaca novelnya. Bayangkan jika ada kejutan di ending yg harusnya bikin pembaca terkezoet malah diberitahukan di awal. Tentu sangat menjengkelkan bagi sementara pembaca.

Separuh pertama buku ini ditulis oleh cowok. Ini terlihat dari gaya bahasanya yang formal banget dan khas koran. Separuh terakhir ditulis oleh cewek. Saya lebih menyukai bagian yang ini karena ada rasa dan emosi yang dituangkan dalam resensi. Cuma, gaya bahasanya masih agak Bandung Mawardi banget.

Setiap buku pasti membawa sesuatu untuk pembacanya, dan berkat buku ini saya mendapat tambahan daftar novel bermutu yang kudu dibeli.

 


No comments:

Post a Comment