Judul: CongoPengarang: Michael ChrictonPenerjemah: hendarto SetiadiTebal: 544 hlmcetakan: Juli 1995Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Bahkan ratusan tahun sejak orang Eropa pertama menginjakkan kaki ke benua hitam
ini, Afrika tetap menyimpan misteri. Misteri di pedalaman Afrika inilah yang
oleh Chricton digunakan sebagai tema utama novel ini: Congo. Dan seperti
karya-karya sebelumnya, Congo dibuka dengan sebuah aktifitas keseharian biasa
dari para peneliti biasa, sebelum kemudian terjadi hal mengerikan yang menimpa.
Sekelompok peneliti yang tengah mengadakan eksplorasi di pedalaman Zaire
diserang oleh sosok misterius menyerupai kera raksasa. Seluruh korban tewas
ditandai dengan hantaman keras oleh benda padat pada bagian kepala. Perkemahan
diobrakabrik sementara rekaman video hanya mengirimkan visual samar-samar.
Mereka sudah memperingatkan.
Tetapi manusia adalah mahkluk yang cenderung penasaran. Setiap mereka
diperingatkan, semakin malah ingin melanggar. Inilah yg dilakukan sekelompok
peneliti dari ERTS. Kegagalan ekspedisi sebelumnya dan juga adanya tawaran luar
biasa untuk mencari intan biru langka membuat mereka memutuskan menyusul ke
pedalaman Afrika dibawah pimpinan dokter muda, Dr. Ross. Mereka juga mengajak
serta seorang peneliti primata, Dr . Elliot bersama gorila miliknya yang sudah
dilatih bahasa isyarat. Ini untuk mengantisipasi apa pun yang telah
menghancurkan ekspedisi terdahulu.
Apa yang semula perburuan intan ternyata menjurus pada persaingan hak tambang
internasional. Situasi pelik ini melibatkan persaingan antara ERTS melawan
konsorsium dari Jepang dan Jerman. Selain itu, Afrika tahun 70an adalah benua
yang bergolak. Situasi politik di sana belum stabil, terjadi banyak
pemberontakan, dan kacaunya birokrasi. Setengah novel ini kita akan disuguhi rumitnya
perjalanan untuk bisa tiba di Afrika. Bukan masalah logistik atau transportasi,
tetapi Lika liku yang harus ditempuh demi menembus birokrasi, menyamarkan
tujuan, intrik antar perusahaan, dan berbagai proses berat lain yang anehnya
tidak terasa membosankan jika Chricton yang menulis.
Tetapi petualangan sebenarnya ada di Afrika. Separuh akhir buku ini adalah
permata dari kisah ini, ketika para tokoh akhirnya memasuki rimba raya di
cekungan Kongo yang merupakan sisa dari hutan tropis tertua dan terluas di
dunia setelah Amazon. Misteri dan ancaman terasa nyata di belantara karena
Afrika tengah masih belum banyak dijelajahi kala itu. Selain harus menghadapi
lintah, nyamuk, dan penyakit tropis yang mematikan, para penjelajah ini harus
disibukkan dengan perang intelijen lewat satelit. Selain dikejar waktu, mereka
harus menembus medan belantara yang berat.
Kemudian terbukti bahwa alam adalah misteri yang sesungguhnya. Musuh utama
mereka di jantung Afrika bukan singa atau ular, tetapi kudanil yang tarnyata
memiliki gigi samping yang sangat tajam. Para penjelajah ini juga harus
menghadapi suku kanibal, gerilyawan, dan pasukan Zaire yang asal menembak.
Belum lagi, mereka harus menghadapi misteri utama yang telah menanti di ujung
perjalanan mereka mencari intan biru: sebuah kota kuno yang telah lama hilang
dan kini dijaga oleh sesuatu yang sangat kuat sekaligus belum teridentifikasi.
Membaca Chricton harus siap dengan sejumlah adegan kekerasan. Tetapi kisahnya
sendiri sangat kaya, dan bisa dibilang bikin kenyang. Tidak hanya sekadar
bercerita, Congo ibarat sebuah jurnal perjalanan para peneliti ke lembah Afrika
yang ditulis dalam bentuk novel. Ada begitu banyak detail pengetahuan ilmiah
yang dijabarkan. Tidak salah jika penulis ini mendapat sebutan rajanya fiksi sains.
Begitu banyak fakta padat dijejalkan dalam cerita, sebagai pendukung cerita
tentu saja. Entah ini fiksi atau nyata, tetapi kanibalisme masih marak
dilakukan di jantung Afrika pada pertengahan abad 20. Lalu legenda kota yang
hilang yang turut diangkat kembali di novel ini. Juga sejumlah temuan tentang
primata yang oleh penulis dijadikan sebagai penggerak cerita. Tidak hanya kita
mendapatkan sebuah petualangan berbahaya, melainkan juga berbagai topik dari
bidang zoologi, etnografi, militer, politik, antropologi, geologi, hingga
komputer. Satu novel rame rasanya.
Asyiknya lagi, membacanya nggak bikin bosan. Selalu muncul rasa penasaran untuk
terus melanjutkan cerita. Dan bahkan di penghujung cerita, petualangan terus
dipacu hampir tanpa jeda. Selamat dari satu ancaman, datang ancaman lainnya.
Bab-bab terakhir bahkan masih bergerak liar dipenuhi dengan aksi dan adegan
yang mendebarkan. Novel ini menawarkan petualangan tidak hanya bagi para
karakter di dalamnya, tetapi juga untuk para pembaca.
No comments:
Post a Comment