Search This Blog

Wednesday, September 9, 2020

Terkutuk dan Kisah-Kisah Mengerikan Lainnya

Judul: Terkutuk dan Kisah-Kisah Mengerikan Lainnya
Penulis: Yudhi Herwibowo
Penyunting: Fidyastria Saspida
Desain sampul: Erson
ISBN: 9786230016486
Halaman: 156
Cetakan: Pertama-Juli 2020
Penerbit: PT Elex Media Komputindo

 54782530

Seperti saran populer, saya membaca buku ini pada malam hari. Dimulai selepas magrib, lalu dilanjutkan lagi saat nglilir bangun tengah malam jam 2 dini hari. Sensasinya memang lebih ngena kalau baca kisah-kisah horor di malam hari. Apalagi, ini kisah horor yang Indonesia banget. Horor yang tipe cerpen koran, bukan horor mesum murahan dan kadang jatuhnya malah jadi jenaka. Horor model nyastra gini kadang efeknya lebih mengerikan karena seringkali berangkat dari fenomena sosial nyata di masyarakat dan memiliki misteri yang berlapis-lapis. Bahkan pembaca kadang harus menemukan akhir kisah sesuai pembacaannya sendiri.

Terkutuk adalah kumpulan cerita pendek karya Mas Yudhi Herwibowo. Beliau ini salah satu penulis favorit saya, penulis pertama yang saya benar-benar bisa ngobrol langsung dengan beliau secara sangat menyenangkan dan egaliter dan bahkan saya pernah dibonceng dianter ke stasiun sama beliaunya. Kekaguman saya terutama pada luasnya rentang genre yang bisa ditulis mas Yudhi. Saya sudah pernah membaca tulisan humor asoi geboinya, lalu roman-roman berlatar dunia kuliah, dan yang paling saya nantikan adalah fiksi-fiksi sejarah yang begitu produktif terlahir dari jemarinya (Halaman Terakhir dan Sang Penggesek Biola masih jadi favorit). Kali ini, gimana kalau mas Yudhi menulis genre seram?

Ternyata genre ini pun berhasil dieksekusi dengan luar biasa lincah olehnya. Menengok sekilas ke halaman belakang, 9 dari 15 cerita pendek di buku ini pernah diterbitkan di sejumlah media cetak ternama seperti Koran Tempo, Horison, dan bahkan The Jakarta Post. Jadi bicara tentang kualitas tentu tidak perlu lagi. Kita sudah yakin deh kisah -kisah di buku ini jaminan mutu. Tidak perlu diragukan lagi: ceritanya sangat mengalir sampai saya lupa kalau sedang membaca buku. Tahu-tahu lembaran terakhir tiba dan meninggalkan pembaca dengan asupan belasan kisah baru yang menambah pengetahuan, penghiburan, dan pelepasan sejenak dari ingar bingar seramnya kasus virus Korona.

Ketakutan itu ada dan nyata adanya. Bahkan ketakutan juga telah membantu manusia bertahan dari berbuat merugikan. Kisah tentang pintu di buku ini menjadi gambaran tentang ketakutan manusia yang sejatinya didasari oleh ketidaktahuannya. Kita tidak pernah tahu apa yang ada di balik pintu kecuali setelah kita membukanya. Dan apa yang belum kita ketahui sering kita takuti. Untuk kasus kisah horor, kadang mencoba-coba adalah berbahaya dan lebih baik menghindarinya. Ini digambarkan dengan bagus sekali oleh dua cerpen dengan judul pintu di buku ini. Kita tidak pernah tahu apa yang menanti di baliknya: apakah sebuah lorong hitam yang panjang ataukan tanah terbengkalai dengan gundukan gundukan tanah yang masih tampak jelas meskipun sudah ditumbuhi rerumputan liar.

Kadang, cerita horor digunakan penulis untuk menjelaskan kegalauan penulis akan ketidakadilan sejarah yang menimpa orang-orang tidak bersalah. Juga, cerita macam ini sangat ampuh mengkritik sejumlah keluputan sosial yang berlangsung di masyarakat. Cerita Kasus, Anjing-anjing Pulau Merah, Suanggi, dan Asu Baung kental sekali dengan maksud ini. Lebih menarik lagi, kisah horor digunakan untuk menelanjangi kebobrokan dalam diri manusia. Bahwa di balik selubung topeng sikap dan rutinitas keseharian, pada dasarnya setiap kita adalah manusia yang memiliki sisi gelapnya. Tidak ada yang lebih menakutkan ketimbang ketika sisi gelap dalam diri terbuka dan diketahui oleh orang lainnya. Ini digambarkan dengan bagus sekali di kisah Setelah Tahun Baru.

Kadar seram buku ini menurut pendapat saya ada pada elemen lokalnya yang Indonesia banget. Bahkan dalam Suanggi, kesan horor ala Papua turut dipersembahkan kepada pembaca. Elemen standar kisah horor lokal seperti hutan terlarang, pesugihan, makam yang tak terawat, pohon tua, anjing misterius, alih rupa, pemerkosaan, pelacuran, sedikit peristiwa politik, perang, dan masa lalu tetap bisa kita temukan. Kemudian, masih ditambah elemen ending atau akhir cerita yang menggantung atau dibuat agak-agak misterius. Khas kisah sastra ketika pembaca diajak untuk menemukan sendiri tafsirnya atas sebuah cerita. Dan hasil pembacaan mungkin bisa berbeda-beda tetapi itu tidak mengapa.

Buku Terkutuk ini disarankan untuk pecinta kisah horor lokal, terutama kisah yang digarap dengan tidak murahan. Membacanya di malam hari tidak semata menimbulkan efek seram yang bikin buku kudu merinding, tetapi juga mengajak pembaca meninjau dirinya secara lebih dalam untuk merenungkan segala sifat gelap dalam diri kita. Pun sebagai sebuah bacaan hiburan, kumpulan cerpen ini sudah sangat memuaskan.

 

No comments:

Post a Comment