Judul:
Hijrah Sakinah
Penulis:
Hanny Dewanti
Penyunting:Ilona
Alie
Penata
Letak: Nurhasanah Ridwan
Sampul:
Abdul Gafur
Tebal: 240
hlm
Cetakan: 1,
September 2018
Penerbit:
Serambi
Pernikahan memang gerbang kebahagiaan, tetapi bukan berarti
akhir perjuangan. Justru, pernikahan adalah awal dari perjuangan baru bersama
orang baru yang telah kita pilih dan percayai untuk berjuang bersama. Seperti
bab pertama di buku ini, “Setelah Gebyar Pesta”. Bahwa pernikahan tidak melulu
tentang bahagia dan romansa itu kita semua tidak tahu. Tetapi, yang sering
dilupakan, bahwa pernikahan adalah sebuah komitmen bersama antara dua orang
untuk hidup bersama dengan segala konsekuensinya. Pesta resepsi adalah awal
dari rangkaian drama kehidupan, bahagia maupun menderita, yang mau tak mau
harus dialami kedua pasangan dalam menjalani biduk rumah tangganya. Menemukan
kebiasaan buruk suami, berdamai dengan tetangga yang suka nyinyir, keluarga
besar yang suka terlalu ikut campur, hingga suami yang kadang masih terlalu
berjiwa muda. Itu hanya segelintir dari berbagai persoalan yang harus dihadapi
(oleh istri) dan dipaparkan di buku ini.
Selain halaman merah jambunya yang unyu, saya juga suka sama
layout atau penataan isinya. Font hurufnya yang besar ditambah halaman yang
cerah bikin mata betah. Saya juga suka dengan cara penulis menuliskan
judul-judul babnya yang pendek-pendek tapi menggelitik minta dibaca. Misalnya
saja “Istri itu Celengan Suami”, “Rumput Tetangga yang Hijau Segar”, “Istri
Cinderella Complex”, “Mereka Anakmu juga, Pak,” “Orang-Orang Bermulut
Lincah”. Antara pengen ngakak tapi bener
tapi ya gimana ya, begitulah kehidupan berumah tangga kebanyakan. Hanya saja,
buku ini dikhususkan untuk pembaca perempuan. Judul dan kemasannya memang kayak
buku-buku “hijrah” yang sedang populer belakangan ini. Untung ada subjudul
“Mengatasi 55 Masalah Utama Pernikahan” yang langsung menjuruskan buku ini
sebagai bacaan khusus bagi mereka yang sedang atau hendak berumah tangga.
Buku ini terasa subjektif banget karena ditulis dari sudut
pandang pertama penulis sebagai istri tetapi malah menjadikan buku ini terasa
orisinal. Penulis dengan lugas memaparkan aneka tips mengatahi bermacam
permasalahan rumah tangga sesuai dengan pengamatannya sendiri ditambah
pengetahuan yang dimilikinya. Kita sebagai pembaca serasa sedang diajak ngobrol
masalah rumah tangga sama penulisnya. Ini yang bikin buku ini “down to earth”
karena saran, tips, dan contohnya sering kita jumpai dalam keseharian pasangan
yang berumah tangga. Apalagi kalau pembacanya cewek, seorang istri, atau calon
istri, dijamin bakal betah banget baca buku ini. Cara penulis membawakan
materi-materi kerumahtanggaan begitu luwes sekaligus padat, banyak petuah
tetapi tidak terasa menghakimi. Penulis bahkan berulang kali mengakui
kekurangannya sebagai istri yang coba ia perbaiki.
Hal lain, saya suka sama prinsip penulis yang tidak bias gender saat menulis buku ini. Awalnya, ada kekhawatiran bakal muncul ceramah-ceramah yang--maaf--patriakis banget berhubung nuansa religinya yang cukup kental. Ternyata tidak, mbak Hanny dengan lugas menunjukkan ajaran Islam yang sejatinya tidak bias gender. Islam memperlakukan pria dan wanita sama setara, bahwa istri menuruti suami itu memang wajib hukumnya tetapi suami harus bisa membuktikan kalau dirinya layak ditaati. Penulis juga dengan gagah berani menulis hal yang selama ini jadi keprihatinan istri: bahwa mengemong anak bukan hanya tugas istri. Begitu juga, mengerjakan tugas rumah tangga bukan melulu kewajiban istri. Mentang-mentang sudah mencarikan nafkah trus suami tidak mau sekadar membantu istri mencuci piring atau menyapu rumah. Kita kembali diingatkan bahwa hubungan suami-istri adalah setara sifatnya, bukan yang satu lebih tinggi dari lainnya. Good job Mbak Hanny.
Dengan demikian, buku ini tidak heboh dengan teori ini dan pendapat si ahli itu yang kadang malah terasa tak terjangkau. Banyak kutipan-kutipan yang isinya menyentil sekali tetapi bisa disampaikan dengan lembut. Ibaratnya nih, penulis menyentil dirinya sendiri sebelum menyentil pembaca. Semua solusi ditawarkan dengan sentuhan ajaran Islam, tetapi tidak melulu berkhotbah. Ada semacam trial and error yang dilakukan penulis sehingga mampu menghasilkan tulisan yang mengalir tapi bernas serta enak sekali dinikmati. Bahkan bagi mereka yang belum menikah sekalipun, buku ini akan menjadi bacaan penuh gizi. Sementara bagi pasangan yang sudah menikah, buku ini dapat menjadi bacaan bersama untuk saling mengisi kekurangan demi langgengnya hubungan pernikahan.
Hal lain, saya suka sama prinsip penulis yang tidak bias gender saat menulis buku ini. Awalnya, ada kekhawatiran bakal muncul ceramah-ceramah yang--maaf--patriakis banget berhubung nuansa religinya yang cukup kental. Ternyata tidak, mbak Hanny dengan lugas menunjukkan ajaran Islam yang sejatinya tidak bias gender. Islam memperlakukan pria dan wanita sama setara, bahwa istri menuruti suami itu memang wajib hukumnya tetapi suami harus bisa membuktikan kalau dirinya layak ditaati. Penulis juga dengan gagah berani menulis hal yang selama ini jadi keprihatinan istri: bahwa mengemong anak bukan hanya tugas istri. Begitu juga, mengerjakan tugas rumah tangga bukan melulu kewajiban istri. Mentang-mentang sudah mencarikan nafkah trus suami tidak mau sekadar membantu istri mencuci piring atau menyapu rumah. Kita kembali diingatkan bahwa hubungan suami-istri adalah setara sifatnya, bukan yang satu lebih tinggi dari lainnya. Good job Mbak Hanny.
Dengan demikian, buku ini tidak heboh dengan teori ini dan pendapat si ahli itu yang kadang malah terasa tak terjangkau. Banyak kutipan-kutipan yang isinya menyentil sekali tetapi bisa disampaikan dengan lembut. Ibaratnya nih, penulis menyentil dirinya sendiri sebelum menyentil pembaca. Semua solusi ditawarkan dengan sentuhan ajaran Islam, tetapi tidak melulu berkhotbah. Ada semacam trial and error yang dilakukan penulis sehingga mampu menghasilkan tulisan yang mengalir tapi bernas serta enak sekali dinikmati. Bahkan bagi mereka yang belum menikah sekalipun, buku ini akan menjadi bacaan penuh gizi. Sementara bagi pasangan yang sudah menikah, buku ini dapat menjadi bacaan bersama untuk saling mengisi kekurangan demi langgengnya hubungan pernikahan.
Great read thankyou
ReplyDelete