Search This Blog

Sunday, August 12, 2018

Review and Pemenang Giveaway "Perempuan Batih"

Judul: Perempuan Batih
Pengarang: A.R. Rizal
Penyunting: Misni Parjiyati
Sampul: Suku Tangan
Cetakan: Pertama, Juli 2018
Halaman: 260 hlm
Penerbit: Laksana


Membaca novel dengan setting lokal selalu memberikan warna segar serta pengetahuan baru.  Beberapa tahun belakangan, menulis novel dengan warna lokal memang tengah menjadi tren. Banyak penulis baru bermunculan dengan membawa warna serta rasa lokal dari daerahnya masing-masing. Ada yang warna lokal itu hanya semata tempelan, tetapi tidak sedikit penulis yang berhasil menyuguhkan nuansa lokal walau masih terasa unsur travelingnya. Kebanyakan menggunakan unsure lokalitas dari sudut pandang penulis sebagai orang dalam. Saya merindukan membaca novel-novel bernuansa lokalitas yang ditulis benar-benar oleh orang dalam. Selalu ada perbedaan saat membaca sebuah novel yang ditulis oleh orang yang benar-benar berasal dari daerah tersebut dan novel yang ditulis oleh seseorang yang sekadar mengunjunginya. Bukan berarti yang pertama lebih baik daripada yang berikutnya, hanya saja ini lebih soal rasa lokal yang lebih kental.

Perempuan Batih adalah satu dari sedikit novel dengan rasa yang pertama. Sebuah novel yang ditulis (atau setidaknya terasa benar-benar ditulis) oleh orang dalam. Mengambil setting kebudayaan Minangkabau di Sumatra Barat, novel ini mengangkat tema perempuan dan perjuangannya.  Novel ini menarik terutama karena kita tahu suku Minangkabau menganut sistem kekerabatan Matrilineal, yakni keturunan berdasakan garis ibu. Dalam budaya Minang, perempuan memiliki posisi yang cenderung lebih tinggi dalam hal kekerabatan. Tentu, kemudian kita tergoda untuk mengambil kesimpulan bahwa perempuan Minang memiliki kesempatan yang lebih baik dalam melawan dominasi pria ketimbang perempuan-perempuan dari suku lain. Benarkah demikian?  Ternyata tidak. Lewat Perempuan Batih, A.R. Rizal menunjukkan kepada pembaca bahwa pria di mana pun serupa, mereka selalu berupaya menunjukkan dominasinya atas kaum perempuan.

"Laki-laki dipegang bukan karena kata-katanya, melainkan dari apa yang diperbuat." (hlm. 34) 

Gadis adalah seorang perempuan kampung yang memegang teguh adat istiadat suku Minangkabau. Sebagai perempuan, dia menempati rumah batu yang menjadi semacam rumah inti milik keluarga inti. Saya masih mencari tahu makna “rumah batu” di novel ini. Saat googling dan mengetik “rumah batu Minang” yang muncul adalah rumah gadang yang elok itu. Saya kurang tahu apa rumah yang ditempati Gadis ini memang rumah gadang atau bukan. Yang jelas, digambarkan dalam novel ini bahwa rumah itu bagian bawahnya memang dibuat dari batu. Nah, sebagai penghuni rumah batu, Gadis mengemban tanggung jawab besar untuk menjaga kehormatan sekaligus garis keturunan keluarga besardi rumah batu ini. Tanggung jawab yang diembannya dengan penuh takzim. Gadis bahkan rela mengorbankan kebebasan masa mudanya demi menunaikan amanat ini. Dijodohkan pun dia mau, walaupun dengan pria yang benar-benar mengecewakan. Dia juga membuang jauh keinginannya untuk tinggal di kota demi bisa memenuhi tugasnya.

"Ia menjadi karena dirinya sendiri." (hlm. 82)

Sayangnya, kebesaran hati Gadis tidak diimbangi dengan kebesaran jiwa kaum lelaki. Ya ampun, hampir semua karakter pria di Perempuan Batih kok ya menyebalkan semua. Mulai dari suaminya, si Darso, hingga anak-anak serta mamak­-nya—semua pria di novel ini kok kayak menjadi semacam ujian buat Gadis. Untungnya, Gadis ini perempuan yang kuat. Walau tidak sekolah tinggi, dia memiliki  semangat seorang feminis.  Dia tidak mau tunduk begitu saja pada ego pria. Perempuan itu bisa menunjukkan betapa wanita juga bisa mandiri meskipun ditinggalkan kaum lelaki. Dia tetap tegar walau suaminya meninggalkannya tanpa alasan.  Wanita itu juga tetap sabar bahkan ketika anak-anak gadisnya dibawa kaum pria sebagai istri mereka—yang sekaligus memupus keinginan Gadis agar ada anak perempuannya yang mewarisi rumah batu. Gadis menunjukkan kepada warga desa bahwa walau menjanda dia mampu menghidupi dirinya dan keempat anaknya. Walau demikian, tidak kemudian Gadis melupakan kodratnya maupun kedudukannya sebagai perempuan. Gadis ini semacam heroin yang tetap mempertahankan kearifan lokal.

"Gadis belajar dari kehidupan. Alam yang membentang, itu mata pelajaran yang tak pernah habis untuk diselami." (hlm. 168)

Jika pembaca mengharapkan kisah seorang perempuan yang mencibir adat istiadatnya sendiri, maka Gadis Batih bukan tentang itu. Malahan, Gadis inia dalah perempuan yang taat banget sama adat kampungnya. Yang bangsat di kisah ini adalah kaum lelakinya. Gadis justru mampu menunjukkan diri sebagai wanita yang berdikari sekaligus tetap mempertahankan martabat diri. Sosok langka yang tetap lekat pada tradisi meski zaman berubah cepat. Karakternya yang tegas tapi cerdas sedikit mengingatkan saya pada Nyai Ontosoroh, hanya saja ini versi kampungnya. Karakteritasi Gadis ini kuat sekali, bahkan ia berkali-kali mampu menundukkan ego para pria lewat sentilan-sentilannya yang menohok. Dan ketegasan ini konsisten dari awal sampai akhir, membuat pembaca cowok sekalipun memilih bersimpati kepadanya.

"Pada diri anak laki-laki, selalu ada hak ibunya." (hlm. 88)

Secara konflik, Perempuan Batih cenderung datar. Selain menyindir egosentris kaum pria, novel ini menggambarkan dengan baik keinginan orang tua untuk bisa tetap bersama dengan anak-anaknya. Terlepas apakah anak-anaknya sudah dewasa dan menjadi orang tua, seorang ibu tetap memiliki hak atas mereka. Ini yang sering kita lupakan. Selebihnya, buku ini menurut saya  mirip simplified version dari Sang Priyayi-nya Umar Kayam namun dalam versi Minang.  Ceritanya hanya berporos pada riwayat kehidupan Gadis, anak-anaknya, hingga cucu-cucunya. Namun, tidak kemudian novel ini menjadi membosankan. Cara penulis bertutur terasa banget logat Minangnya—mengingatkan kita dengan karya-karya sastra lama zaman Balai Pustaka.  Walau sederhana, tuturan dan obrolan yang Sumatra banget bakal membuat membaca betah mengikuti kisah Gadis. Ini masih ditambah setting serta aroma lokalnya yang kental, diksi yang Minang banget, serta karakter-karakter yang digambarkan begitu utuh.  Sebuah novel yang sayang untuk dilewatkan. Jika pembaca ingin mencari novel yang biografis dengan aroma lokalitas yang kental, saya menyarankan novel ini.

GIVEAWAY


*

Terima kasih sudah membaca ulasan Perempuan Batih di atas. Jika teman-teman tertarik membacanya gratis, Penerbit DIVA Press menyediakan total 4 novel Perempuan Batih dalam blogtour yang berlangsung sepanjang Agustus hingga awal September 2018 ini. Satu novel Perempuan Batih akan dibagikan di blog Baca Biar Beken ini untuk satu calon pembaca yang beruntung. Nah, langsung saja saya umumkan pemenangnya. Eh tapi sedikit intro dulu nggak apa-apa yha *kelamaan woyyy.

Saya sebenarnya mengharapkan menemukan jawaban Ibu Susi Pudjiastuti, sang Menteri Kelautan dan Perikanan RI yang idola banget itu. Tapi tak mengapa. Saya malah jadi tahu lebih banyak lagi tokoh-tokoh perempuan hebat yang juga layak jadi idola kayak Gedong Bagus Oka. Jawaban paling banyak adalah RA Kartini, jadi mohon maaf agar adil saya belum bisa memenangkan jawaban ini. Pilihan saya akhirnya jatuh para Rohana Kudus yang ternyata adalah jurnalis perempuan pertama di Indonesia. Sosoknya yang mandiri menurut saya melambangkan nilai-nilai kemandirian seorang wanita sebagaimana yang dianut oleh Gadis. Jadi, selamat untuk


Nama: Winda Pratiwi
Twitter atau Email: @Win_daap // pratiwiwinda99@gmail.com

Selamat kepada Mbak Winda, nanti akan saya colek lewat media sosial ya. Terima kasih juga kepada teman-teman yang sudah meramaikan giveaway ini. Buat yang belum beruntung, masih ada tiga novel Perempuan Batih gratis dari DIVA Press di blog-blog selanjutnya (cek banner).















11 comments:

  1. Nama: Arifah Itsnaini
    Twitter atau Email atau FB kamu:@Arifah_Itsnaini
    Tautan membagikan:
    https://twitter.com/Arifah_Itsnaini/status/1028754933288394752
    Jawaban : R.A. Kartini

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. Nama : Hamdatun Nupus
    Akun Twitter : @HamdatunNupus
    Tautan Berbagi : https://twitter.com/HamdatunNupus/status/1028933034106478592?s=19
    Jawaban : Hj Athirah Kalla

    ReplyDelete
  5. Nama: Feny Sulfiani
    Akun Twitter: @sikecilfeny
    Tautan berbagi: https://twitter.com/sikecilfeny/status/1028985203673325568?s=19
    Jawaban: Ibunda R.A.Kartini

    ReplyDelete
  6. Nama: Mas'udah
    Akun Twitter: uut_masudah
    Tautan berbagi: https://mobile.twitter.com/uut_masudah/status/1029458062011195392
    Jawaban: Mileva Maric (mantan istri Albert Einstein)

    ReplyDelete
  7. Nama: Bety Kusumawardhani
    Twitter: @bety_19930114
    Link: https://twitter.com/bety_19930114/status/1029558171059146753?s=20
    Jawaban: R. A. Kartini

    ReplyDelete
  8. Nama:Dessi Ambarwati
    Twitter: @Dessiamw
    FB: Dessi Ambar W
    Tautan membagikan:
    https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1820092801441829&id=100003233811680&ref=bookmarks

    https://twitter.com/dessiamw/status/1029739694504865793?s=20
    Jawaban: "Untungnya, Gadis ini perempuan yang kuat. Walau tidak sekolah tinggi, dia memiliki semangat seorang feminis" - R.A Kartini

    ReplyDelete
  9. Nama: Winda Pratiwi

    Twitter atau Email atau FB kamu: @Win_daap // pratiwiwinda99@gmail.com

    Tautan membagikan:
    Ig: https://www.instagram.com/s/aGlnaGxpZ2h0OjE3OTcwNjAyNjg2MDMzNzEz/

    Twitter: https://twitter.com/Win_daap/status/1029687507938504710?s=19

    Jawaban: Rohana Kudus, yang sama-sama dari Ranah Minang.

    ReplyDelete
  10. nama : Farida ENdah
    Twitter / EMail : @farida_271 // faridaendah@gmail.com
    tautan : https://twitter.com/farida_271/status/1030108305861951489
    jawaban : Siti Nurbaya

    ReplyDelete
  11. ttg minang to, dr covernya kupikir kalimantan, hehehehe...

    ReplyDelete