Search This Blog

Monday, July 16, 2018

The Strain, Vampir Versi Baru

Judul: The Strain (The Strain Trilogy #1)
Pengarang: Guillermo del Toro dan Chuck Hogan
Penerjemah: 
Tebal: 532 pages
Cetakan: Pertama, July 9th 2014 
Penerbit: Elex Media Komputindo

22654576


Konsep kita tentang vampir terutama dibangun oleh novel Dracula karangan Bram Stoker. Vampir digambarkan sebagai sosok berjubah hitam menyerupai kelelawar, memiliki gigi taring untuk menghisap darah dari korbannya, takut matahari sehingga hanya muncul pada malam hari, memiliki telepati yang mampu menghipnotis korban, dan biasanya bermukim di kastil-kastil terpencil. Penggambaran vampir sebagai mahkluk jahat yang seram ini kemudian dirombak total saat Stephanie Meyer menulis seri Twillight yang menghebohkan di awal tahun 2000-an. Vampir ala Meyer adalah sosok-sosok luar biasa cantik/tampan tapi pakai bedak (eh pucat, maaf), memiliki kekuatan super, abadi, dan muda selamanya. Jenis vampir dambaan pokoknya. Kodrat vampir sebagai mahluk kegelapan sedikit meredup.
Kemudian, Del Toro dan Chuck Hogan muncul dengan trilogi The Strain yang mengembalikan posisi kaum vampir sebagai mahkluk jahat. Bedanya dengan Stoker, kedua penulis modern ini turut memadukan antara unsur takhayul dan fiksi ilmiah dalam The Strain—mungkin sedikit aroma alien. Vampir tidak lagi digambarkan sebagai sosok tampan/cantik pucat, melainkan mahkluk ganas menyerupai zombie. Seseorang berubah menjadi vampir ketika ada sejenis strain virus misterius dalam tubuh sejenis cacing darah masuk ke dalam tubuhnya. Cacing-cacing darah ini masuk ketika korban digigit, atau dalam hal ini ditusuk oleh sejenis alat penyengat yang tersembunyi di bawah mulut. Jadi, di novel ini, vampir tidak mengigit, melainkan menyengat.

Proses perubahan menjadi vampir dalam The Strain digambarkan begitu detail dan menyakitkan, lebih mirip proses infeksi penyakit di dalam tubuh. Mula-mula, cacing darah akan masuk ke peredaran darah, memakan darah segar korban. Virus lalu akan menghancurkan protein tubuh dan secara perlahan dan menyakitkan, mengubah tubuh inangnya menjadi vampir-vampir baru. Virus pada akhirnya akan menguasai tubuh si korban, menjadikannya vampir utuh dengan mekanisme alat penyengat baru serta cacing-cacing kapiler mengerikan yang beredar di sekujur tubuhnya. Siap untuk menularkan virus vampir ke orang-orang di sekitarnya. Yang lebih serem lagi, alat penyengat itu bisa menyulur hingga dua meter dan mampu menyayat korban dalam kecepatan tinggi. 

Satu hal yang membuat The Strain seru adalah cara penulis mengisahkan proses penyebaran virus. Di awali dengan mendapatnya sebuah pesawat berisikan 200 penumpang di Bandara New York. Semua penumpangnya langsung tewas tidak berapa lama setelah mendapat, menyisakan 4 orang selamat yang menderita penyakit aneh. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi. Dr. Eph Goodweather dan rekannya adalah segelintir orang yang pertama kali menyadari keanehan ini. Tidak ada kebocoran gas, serangan teroris, atau kerusakan pesawat; tetapi lebih dari 200 orang tewas di tempat duduknya masing-masing. Dalam kebingungan ini, Dr. Eph dipertemukan dengan seorang tua pemilik toko gadai nan nyentrik bernama Sentrakian. Orang ini dengan putus asa memberi tahu Eph bahwa para penumpang yang tewas akan bangkit lagi pada malam hari. Tetapi, semuanya terlambat.

Malam hari setelah gerhana matahari, mayat-mayat itu bangkit kembali dengan membawa virus cacing darah dan alat penyengat. Masing-masing kembali ke rumahnya, mencari korban orang-orang terdekat, dan kemudian semakin menyebarkan virus vampir. New York jatuh dalam kekacauan dalam waktu satu minggu saja. Bagian inilah yang menurut saya paling menyeramkan. The Strain menggambarkan bagaimana para vampir itu kembali ke rumah dan mengincar korban-korbannya. Dari satu adegan ke adegan lain, bab ini ibarat kita sedang menyaksikan para mayat hidup masuk rumah dan benar-benar ada di dapur, di kamar tidur, di kamar mandi, serta di jalanan depan rumah. Luar biasa seram. Semakin lama. Vampir-vampir itu juga semakin lincah dalam bergerak, apalagi jika mereka telah meminum darah korbannya. Bagian ini asli beneran gore!

Walau berasa thriller fiksi ilmiah, sayangnya aspek takhayul masih memiliki porsi besar di novel ini. Sebagaimana tradisi vampir kuno, para vampir dalam The Strain juga tidak tahan dengan sinar matahari dan perak. Mereka memang bisa masuk rumah tanpa diundang dan kebal dari air suci atau lambang salib, tetapi perak meracuni tubuh mereka sementara sinar UV membakar tubuh mereka. Digambarkan juga dalam The Strain bahwa vampir-vampir ini tidak bisa melewati air yang mengalir. Ujung-ujungnya, para pahlawan di novel ini harus menggunakan berbagai senjata berbahan perak untuk mengalahkan gerombolan vampir haus darah. Di sini pembaca mungkin teringat pada perjuangan Buffy the Vampire Slayer dan gengnya. 

Percampuran takhayul dan fiksi ilmiah ini yang mungkin menjadikan seri bagus ini terasa tanggung bagi beberapa pembaca. Saya belum bisa menemukan alasan mengapa virus-virus itu lemah karena logam perak, tetapi tidak untuk logam lainnya. Mereka bisa dipancung dengan mudah lewat pedang perak tetapi tetap bisa bergerak meskipun kepalanya ditembak dengan peluru timah. Untuk sinar UV yang mematikan memang masih bisa diterima karena beberapa virus penyakit memang bisa mati sata terpapar sinar matahari. Tetapi, tetap saja melihat para vampir ini meluruh menjadi debu saat terkena sinar matahari membawa kita pada mitos vampir lama yang terbakar saat terkena sinar matahari. Seandainya ada penjelasan sedikit ilmiah untuk kasus perak dan sinar UV ini, mungkin seri ini bisa mendapatkan bintang 4 di Goodreads. 

Tetapi, di luar kekurangan itu, novel ini menyeramkan, bikin deg-degan, sekaligus bikin penasaran. Layak dicoba baca bagi para penggemar cerita thriller.

1 comment:

  1. Artikel menarik... semoga blognya terus berkembang.... Saya ingin berbagi wawancara dengan Gabriel Garcia Marquez (imajiner) artikel di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2017/09/wawancara-dengan-gabriel.html

    ReplyDelete