Judul: The Strain (The Strain Trilogy #1)
Pengarang: Guillermo del Toro dan Chuck Hogan
Pengarang: Guillermo del Toro dan Chuck Hogan
Penerjemah:
Tebal: 532 pages
Cetakan: Pertama, July 9th 2014
Cetakan: Pertama, July 9th 2014
Penerbit: Elex Media Komputindo
Konsep kita tentang vampir terutama dibangun oleh novel Dracula karangan Bram Stoker. Vampir
digambarkan sebagai sosok berjubah hitam menyerupai kelelawar, memiliki gigi
taring untuk menghisap darah dari korbannya, takut matahari sehingga hanya
muncul pada malam hari, memiliki telepati yang mampu menghipnotis korban, dan
biasanya bermukim di kastil-kastil terpencil. Penggambaran vampir sebagai
mahkluk jahat yang seram ini kemudian dirombak total saat Stephanie Meyer
menulis seri Twillight yang
menghebohkan di awal tahun 2000-an. Vampir ala Meyer adalah sosok-sosok luar
biasa cantik/tampan tapi pakai bedak (eh pucat, maaf), memiliki kekuatan super,
abadi, dan muda selamanya. Jenis vampir dambaan pokoknya. Kodrat vampir sebagai
mahluk kegelapan sedikit meredup.
Kemudian, Del Toro dan Chuck Hogan muncul dengan trilogi The Strain yang mengembalikan posisi
kaum vampir sebagai mahkluk jahat. Bedanya dengan Stoker, kedua penulis modern
ini turut memadukan antara unsur takhayul dan fiksi ilmiah dalam The Strain—mungkin sedikit aroma alien. Vampir
tidak lagi digambarkan sebagai sosok tampan/cantik pucat, melainkan mahkluk
ganas menyerupai zombie. Seseorang berubah menjadi vampir ketika ada sejenis strain virus misterius dalam tubuh sejenis
cacing darah masuk ke dalam tubuhnya. Cacing-cacing darah ini masuk ketika
korban digigit, atau dalam hal ini ditusuk oleh sejenis alat penyengat yang
tersembunyi di bawah mulut. Jadi, di novel ini, vampir tidak mengigit,
melainkan menyengat.
Proses perubahan menjadi vampir dalam The Strain digambarkan begitu detail dan menyakitkan, lebih mirip
proses infeksi penyakit di dalam tubuh. Mula-mula, cacing darah akan masuk ke
peredaran darah, memakan darah segar korban. Virus lalu akan menghancurkan
protein tubuh dan secara perlahan dan menyakitkan, mengubah tubuh inangnya
menjadi vampir-vampir baru. Virus pada akhirnya akan menguasai tubuh si korban,
menjadikannya vampir utuh dengan mekanisme alat penyengat baru serta
cacing-cacing kapiler mengerikan yang beredar di sekujur tubuhnya. Siap untuk
menularkan virus vampir ke orang-orang di sekitarnya. Yang lebih serem lagi,
alat penyengat itu bisa menyulur hingga dua meter dan mampu menyayat korban
dalam kecepatan tinggi.
Satu hal yang membuat The
Strain seru adalah cara penulis mengisahkan proses penyebaran virus. Di
awali dengan mendapatnya sebuah pesawat berisikan 200 penumpang di Bandara New
York. Semua penumpangnya langsung tewas tidak berapa lama setelah mendapat,
menyisakan 4 orang selamat yang menderita penyakit aneh. Tidak ada yang tahu
apa yang terjadi. Dr. Eph Goodweather dan rekannya adalah segelintir orang yang
pertama kali menyadari keanehan ini. Tidak ada kebocoran gas, serangan teroris,
atau kerusakan pesawat; tetapi lebih dari 200 orang tewas di tempat duduknya
masing-masing. Dalam kebingungan ini, Dr. Eph dipertemukan dengan seorang tua
pemilik toko gadai nan nyentrik bernama Sentrakian. Orang ini dengan putus asa
memberi tahu Eph bahwa para penumpang yang tewas akan bangkit lagi pada malam
hari. Tetapi, semuanya terlambat.
Malam hari setelah gerhana matahari, mayat-mayat itu bangkit
kembali dengan membawa virus cacing darah dan alat penyengat. Masing-masing
kembali ke rumahnya, mencari korban orang-orang terdekat, dan kemudian semakin
menyebarkan virus vampir. New York jatuh dalam kekacauan dalam waktu satu
minggu saja. Bagian inilah yang menurut saya paling menyeramkan. The Strain menggambarkan bagaimana para
vampir itu kembali ke rumah dan mengincar korban-korbannya. Dari satu adegan ke
adegan lain, bab ini ibarat kita sedang menyaksikan para mayat hidup masuk
rumah dan benar-benar ada di dapur, di kamar tidur, di kamar mandi, serta di
jalanan depan rumah. Luar biasa seram. Semakin lama. Vampir-vampir itu juga
semakin lincah dalam bergerak, apalagi jika mereka telah meminum darah
korbannya. Bagian ini asli beneran gore!
Walau berasa thriller fiksi ilmiah, sayangnya aspek takhayul
masih memiliki porsi besar di novel ini. Sebagaimana tradisi vampir kuno, para
vampir dalam The Strain juga tidak
tahan dengan sinar matahari dan perak. Mereka memang bisa masuk rumah tanpa
diundang dan kebal dari air suci atau lambang salib, tetapi perak meracuni
tubuh mereka sementara sinar UV membakar tubuh mereka. Digambarkan juga dalam The Strain bahwa vampir-vampir ini tidak
bisa melewati air yang mengalir. Ujung-ujungnya, para pahlawan di novel ini
harus menggunakan berbagai senjata berbahan perak untuk mengalahkan gerombolan
vampir haus darah. Di sini pembaca mungkin teringat pada perjuangan Buffy the Vampire Slayer dan gengnya.
Percampuran takhayul dan fiksi ilmiah ini yang mungkin
menjadikan seri bagus ini terasa tanggung bagi beberapa pembaca. Saya belum
bisa menemukan alasan mengapa virus-virus itu lemah karena logam perak, tetapi
tidak untuk logam lainnya. Mereka bisa dipancung dengan mudah lewat pedang
perak tetapi tetap bisa bergerak meskipun kepalanya ditembak dengan peluru
timah. Untuk sinar UV yang mematikan memang masih bisa diterima karena beberapa
virus penyakit memang bisa mati sata terpapar sinar matahari. Tetapi, tetap
saja melihat para vampir ini meluruh menjadi debu saat terkena sinar matahari membawa
kita pada mitos vampir lama yang terbakar saat terkena sinar matahari.
Seandainya ada penjelasan sedikit ilmiah untuk kasus perak dan sinar UV ini,
mungkin seri ini bisa mendapatkan bintang 4 di Goodreads.
Tetapi, di luar kekurangan itu, novel ini menyeramkan, bikin
deg-degan, sekaligus bikin penasaran. Layak dicoba baca bagi para penggemar
cerita thriller.
Artikel menarik... semoga blognya terus berkembang.... Saya ingin berbagi wawancara dengan Gabriel Garcia Marquez (imajiner) artikel di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2017/09/wawancara-dengan-gabriel.html
ReplyDelete