Judul: The Lost World
Pengarang: Sir ARthur Conan Doyle
Penerjemah: An Ismanto
Tebal: 314 hlm
Cetakan: Pertama, 2014
Penerbit: Indoliterasi
Pengarang: Sir ARthur Conan Doyle
Penerjemah: An Ismanto
Tebal: 314 hlm
Cetakan: Pertama, 2014
Penerbit: Indoliterasi
Sejak kesengesem dengan Sherlock Holmes di zaman kuliah dulu, saya
menjadikan Sir Arthur Conan Doyle sebagai salah satu penulis klasik favorit selain
Jules Verne. Keduanya memang pioner fiksi ilmiah di era klasik. Satu hal yang
saya kagumi dari keduanya adalah konsep-konsep canggih yang mendahului
zamannya, yang kemudian terbuktikan sebagian (atau keseluruhan kebenarannya) di
masa kini. Karya-karya mereka yang
mendahului zaman terus memukau saya sebagai pembaca. Membayangkan para penulis
besar ini menulis karya-karya fiksi ilmiah di abad kesembilan belas dan kita
masih bisa menikmatinya di abad modern. Betapa luar biasa bakat yang mereka
miliki. Mengikuti metode Holmes menganalisis kasus, atau turut menyelam ke
kedalaman samudra bersama Kapten Nemo selalu menjanjikan petualangan membaca
yang seru. Dan keduanya masih terus mempesona pembaca meskipun mereka hidup
lebih dari seratus tahun lalu. Kapal selam, roket, perjalanan mengelilingi bola
Bumi, hingga spesies kadal raksasa dinosaurus. Selalu ada hal-hal baru dalam
karya mereka, dan salah satu yang terbaik ada di novel The Lost World ini.
Konsep awal novel ini agak mirip dengan
Around
The World in 80 Days-nya Jules Verne. Dalam sebuah pertemuan ilmiah di
Institut Zoological Institute’s Hall, London, seorang doktor cerdas
namun eksentrik bernama Dr. Challenger membuat heboh seluruh hadirin dengan
klaimnya tentang dunia yang hilang. Dalam petualanagn terdahulunya di pelosok
Amazon, Amerika Selatan, pria tua itu mengaku telah menemukan spesimen dari dunia
purba, sesosok bangkai Pterodactyl raksasa. Sayangnya, spesimen itu hilang saat
kapalnya terbalik di sungai. Hadirin pun meragukan klaimnya, menganggap bahwa ceramahnya
tidak lebih dari ocehan seorang ilmuwan tua yang gagal dalam perjalanan
risetnya. Sampai kemudian Dr Challenger mengajukan tantangan untuk menunjukkan
kebenaran klaimnya. Kepada majelis, dia meminta diutus satu tim khusus yang
dipimpin Dr. Summerlee untuk menyelidiki kebenaran ceritanya tentang dunia yang
hilang. Tim itu terdiri atas Mr. Summerlee (wakil dari Lembaga Zoologi),
Lord Roxton (bangsawan petualang), dan Ed Malone (jurnalis dari Gazette). Dari
Malone lah kisah ini diceritakan.
Singkat cerita, ketiganya segera
berangkat menuju sebuah lokasi yang sengaja di rahasiakan di pelosok Amerika
Selatan, tempat mereka menemukan kejutan pertamanya: Dr. Challenge. Diam-diam,
sang dokter nyentrik tapi perkasa itu menyusul tim ekspedisi dan memutuskan
akan menjadi pemimpin sekaligus penunjuk jalan mereka. Mencari dunia yang
hilang bukan perkara yang mudah. Pasti ada sebabnya mengapa mahkluk-mahkluk prasejarah
masih bisa tetap eksis jutaan tahun setelah kepunahannya. Dengan berbekal
ingatan dan buku jurnal dari seorang penggembara dari Amerika Serikat, tim
berangkat menyusuri anak sungai Amazon sebelum kemudian masuk ke belantara tropis
terbesar di dunia yang masih tersisa: Hutan Amazon. Bagian ini yang paling menarik
karena pembaca seperti diajak menerabas hutan, menyusuri sungai penuh buaya,
melangkah di rawa yang juga sarang ular paling berbisa, hingga menembus hutan
bambu yang sedemikian rapat. Rupanya penghalang-penghalang alami inilah yang
membuat lokasi ‘dunia yang hilang’ tetap tersembunyi. Ini masih dibantu dengan
mitos di kalangan bangsa Indian yang memang menghibdari wilayah angker
tersebut.
Didukung pemikiran objektif dan
semangat ilmiah, tim Dr. Challenger akhirnya memang berhasil mencapai plato rahasia
tempat dunia yang hilang itu berada. Sayangnya, plato itu memiliki dinding
teramat curam, sangat tinggi, dan mustahil didaki. Inilah penghalang alamiah
terakhir yang ironisnya menjadi pelindung bagi mahkluk-mahkluk prasejarah yang
berdiam di atasnya. Hanya dengan perjuangan dan semangat pantang menyerah, tim akhirnya
berhasil naik ke atas plato tersebut, hanya untuk menjumpai kengerian-kengerian
yang tak pernah mereka bayangkan. Di tempat itu, mereka gantian menjadi pihak
yang diburu. Binatang-binatang raksasa yang hanya ada dalam buku sketsa dan
museum tiba-tiba muncul nyata di hadapan mereka. Dan binatang-binatang itu
sangat buas. Selain itu, tim masih harus menghadapi musuh lain yang justru jauh
lebih berbahaya ketimbang dinosaurus. Mereka yang konon merupakan mata rantai
yang hilang (missing link) muncul
kembali dan menempati posisi mereka dalam rantai makanan sebagai pemburu. Dan
manusia adalah mangsanya.
Sebuah karya sastra bisa menjadi
gambaran dari sebuah kurun masa. Seperti halnya buku ini juga demikian. Abad
kesembilan belas masih menjadi abad perburuan. Hutan-hutan di penjuru Bumi
masih banyak yang tak terpetakan. Berburu kemudian menjadi kegiatan yang
terhormat dan dijunjung tinggi. Berburu sekaligus menjadi bentuk keunggulan
manusia akan dunia binatang. The Lost
World—terlepas dari kehebatan sainstifiknya—masih menyisakan pertanyaan:
Benarkah manusia memang perusak alam? Novel ini menggambarkan perjuangan
manusia yang akhirnya selalu berhasil bertahan meskipun menghadapi musuh yang
lebih purba dan lebih besar. Pada akhirnya, Doyle juga menunjukkan kepuasannya sebagai
Homo Sapiens yang berhasil
mengalahkan binatang raksasa dan manusia purba. Sebuah kesombongan khas dari
manusia yang baru akhir-akhir ini saja kita menyadarinya ketika alam sudah
telanjur rusak dan banyak flora-fauna langka telah menghilang.
No comments:
Post a Comment