Search This Blog

Wednesday, May 2, 2018

Intelegensi Embun Pagi, Pamungkas Seri Supernova

Judul: Intelegensi Embun Pagi
Pengarang: Dewi Lestari
Tebal: 724 hlm
Cetakan: Pertama, 26 Februari 2016
Penerbit: Bentang Pustaka

28937283
 

Dari banyak ulasan yang (dulu) saya baca, pembaca Indonesia terbelah terkait seri pamungkas Supernova yang telah berjalan panjang sejak 2001 ini. Banyak yang merasa puas dengan akhir serial ini, ketika seluruh tokoh dipertemukan dan menjadi semakin jelas benang cerita yang merekatkan tokoh-tokoh ajaib di seri ini. Setiap tokoh memiliki peran dan bagiannya masing-masing, bagian dari sebuah puzzle misterius tentang kehidupan. Alva sebagai Gelombang, Elektra adalah Petir, Bodhi sebagai Akar, Gio sang Kabut Malam, Zarrah si Partikel, serta satu orang lagi yang masih dirahasiakan (si Intelegensi Embun Pagi?). Akhirnya, di episode terakhir ini kita bisa merayakan berkumpulnya para avengers *beda fandom woy* dalam mempertahankan ketentraman dunia.Pola jahat-baik di seri ini ditampakkan dengan hadirnya peretas, infiltran, dan umbra sebagai pihak “baik” dan sarvara sebagai pihak jahat.

Ini sudah nampak di buku sebelumnya sebenarnya. Di Gelombang, orang-orang yang dekat dengan Alva ternyata memiliki motif lain di balik niat mereka membantu pria itu. Entah mereka itu kalau nggak infiltran ya berarti sarvara. Mulai di Gelombang juga kita diperkenalkan dengan peran kedua sisi yang saling bertolak belakang ini. Sebuah keputusan yang oleh banyak pembaca setia Supernova dianggap sebagai penurunan kualitas seri yang bahkan sudah mencapai puncak di buku pertamanya ini. Memaksa pembaca untuk memilih antara karakter “baik” dan karakter “jahat” ini membikin kisahnya jadi hitam dan putih, standar ala kisah-kisah pasaran karena penulis menyetir pembaca untuk memihak ke satu sisi. Banyak pembaca yang lalu menyesali kenapa IEP malah jatuh menjadi semacam kisah fantasi dengan tokoh protagonis dan antagonis standar, dan bukan mengarah pada kisah spiritual science model Bilangan Fu yang megah banget itu.

Bahkan sebagai novel fantasi, IEP menurut saya hanya ramai di awal dan pertengahan tetapi nanggung di klimaksnya. Dee memang cerdas sekali. Dia mampu menyisipkan aneka bidang keilmuan yang berat, meramunya dengan konsep samsara dalam ajaran Buddha, dan kemudian menuliskan semua bahan tersebut dalam tulisan yang sangat page turner. Tebalnya IEP tidak menghalangi rata-rata pembaca untuk segera menuntaskan seri keenam sekaligus pamungkas ini. Saya, sebagaimana banyak pembaca lainnya, sangat menantikan jawaban atas beragam pertanyaan besar yang dimunculkan Dee di buku-buku sebelumnya. Beberapa pertanyaan memang terjawab, tapi entah kok saya merasa jawaban yang disajikan Dee hanyalah semacam jawaban yang sifatnya teknis semata. Pembaca ingin akhir cerita, maka disuguhkanlah akhir cerita. Semua karakter dimunculkan, nasibnya diperjelas dan ditunjukkan dengan gamblang. Tapi, seperti ada yang terburu-buru dengan IEP. Ini kayak Dee ingin segera lepas dari Supernova meskipun naskahnya belum sempurna betul.

Tapi, tidak kemudian Supernova IEP tidak layak mendapat perhatian. Buat pembaca yang sudah telanjur sampai ke Gelombang, sangat disarankan untuk menggenapi perjalanan membacanya dengan buku ini. Sebagaimana di buku-buku sebelumnya, Dee masih tetap harus diacungi dua jempol karena kepiawaiannya menulis. Dia berdiri di barisan depan bersama para penulis sastra dan novel inspiratif lewat seri ini. Satu hal yang layak mendapatkan penghargaan adalah konsistensi Dee dalam melakukan riset untuk tulisannya. Juga, cara Dee merangkai beragam karakter di seri Supernova sehingga di buku pamungkas ini pembaca mendapatkan semua karakter “terpakai” meskipun hanya sekadar peran pembantu. Yang disayangkan adalah Bodhi yang sedemikian mendominasi di Akar ternyata hanya menempati peran pendamping di IEP. Sosok yang diduga akan menjadi kunci dari seluruh seri ini ternyata kalah sama Gio yang seperti mendapatkan panggungnya di buku pamungkas ini. 

Selesai, tetapi tidak sesuai perkiraan awal. Siapakah si Intelegensi Embun Pagi? Anaknya Gio vs Zarrah mungkin?

No comments:

Post a Comment