Judul : Wonder
Pengarang : R.J. Palacio
Pengarang : R.J. Palacio
Penerjemah: Harisa Permatasari
Penyunting: Ida Wadji
Cetakan: Pertama, 2012
Tebal: 428 hlm
Penerbit : Atria
Cetakan: Pertama, 2012
Tebal: 428 hlm
Penerbit : Atria
"Saat diberi pilihan antara bersikap benar atau berbaik hati, pilihlah berbaik hati."
Sudah lama saya tidak terharu karena membaca buku. terakhir, saya mewek malu-maluin saat baca 5 cm tahun 2010 yang lalu. Ending novel Ayah dari Andrea Hirata juga sedikit (dikitloh) bikin mata berkaca-kaca. tetapi, Wonder bikin saya meneteskan air mata literaly, benar-benar saya harus mengelap air yang dengan lancangnya nongkrong di dua sudut mata saya di subuh buta itu. Rasa haru, rasa bahagia, entah aneka rasa apa lagi yang bercampur baur di dada saya setelah selesai membaca Wonder. Yah, saya menangis saat selesai membaca novel ini, dan saya tidak malu mengakuinya. Novel ini, dan juga August (Auggie) Pullman adalah sebuah keajaiban. Sekalian mumpung Wonder sedang diputar di bioskop, saatnya saya menuliskan ulasan dari buku yang sudah saya dapatkan lima tahun lalu tetapi baru terbaca beberapa bulan lalu ini. Duh, kalau yang ini saya malu.
"Di dunia ini akan selalu ada orang-orang berengsek, Auggie. Tapi aku benar-benar yakin, dan Daddy juga yakin, di dunia ini lebih banyak orang baik daripada orang jahat,..." (hlm 383)
Auggie lahir dengan kelainan Mandibulofacial Dysostosis, semacam mutasi genetis yang membuat wajahnya terlahir tidak normal. Telinganya terlipat ke dalam, tulang pipi dan lubang hidung tertekuk sedemikian rupa sehingga dokter harus menjalankan belasan operasi hanya agar bayi yang baru terlahir itu dapat bertahan hidup. Bahkan setelah menjalani smeua operasi yang menyakitkan itu, Auggie masih memiliki wajah yang sangat berbeda dengan wajah anak normal. Sedemikian berbedanya wajah Auggie sampai-sampai anak kecil pun langsung menangis saat melihatnya. anak kecil selalu jujur. Ketika mereka menangis karena sesuatu yang menakutkan. Orang dewasalah kadang malah yang tidak jujur. Mereka tidak menangis saat melihat Auggie, tetapi hati dan pikiran langsung dipenuhi prasangka buruk melihat kondisi anak ini.
"Kurasa orang-orang memang mencari yang serupa dengan mereka." (hlm. 282)
Bayangkan memiliki wajah tidak normal seperti Auggie di usia SD, masa-masa ketika anak-anak seusianya sedang dibangga-banggakan oleh para orang tuanya. Tetapi, Tuhan Maha Adil. Auggie mungkin tidak memiliki wajah yang sempurna tetapi Tuhan memberkahinya dengan keluarga paling sempurna yang bisa didapatkan seorang anak. Meskipun demikian, dunia luar tetaplah tempat yang kejam untuk anak-anak seperti Auggie. Meskipun anak itu dikelilingi orang-orang terbaik (ayah dan ibu serta kakak bahkan teman si kakak yang sangat menjaga slash melindunginya bahkan dari sekadar lirikan tak sengaja), Auggie masih merasa ada yang kurang dalam dirinya. Kehidupannya yang selama ini berada di balik tembok aman malah seperti mengungkungnya. Untuk menjadi normal sebagaimana anak-anak lainnya, Augie harus keluar dari cangkang pelindungannya. Hal ini pertama kali disadari ibunya, yang memutuskan agar Auggie pergi ke sekolah umum.
"... dan alam semesta tidak akan menelantarakan kita, alam semesta menjaga makhluk ciptaan paling rapuh dengan berbagai cara yang tidak bisa kita lihat," (hlm 278)
Bagi anak normal, hari pertama masuk ke SD ibarat memasuki medan perang. Maka bayangkan betapa beratnya hari pertama Auggia masuk ke sekolah SD Beecher Prep. Apalagi, dia masuk langsung ke kelas 5 SD sebagai anak baru dengan wajah yangtidak biasa. Tetapi, kepala sekolahnya yang bijaksana memberikan kesempatan kepada bocah itu untuk masuk sekolah terlebih dulu seminggu sebelum sekolah resmi dimulai. Auggie juga dikenalkan dengan tiga anak teladan yang akan menemaninya menghadapi hari-hari di SD Beecher Prep. Meskipun telah diberi tahu sebelumnya, tiga anak itu tetap terkejut saat melihat kondisi wajah Auggie yang sesungguhnya. Inilah ujian pertama bagi Auggie, tapi orang tuanya tetap mendukungnya masuk SD jika dia ingin benar-benar dianggap sebagaimana anak-anak normal lainnya.
Jika hidup adalah perjuangan, maka inilah yang benar-benar dialami oleh Auggie. Hari-harinya di SD Beecher Prep benar-benar rentetan perjuangan yang terlampau berat untuk anak seusianya. Kesedihan Auggie tidak seperti perisakan yang digambarkan dalam sinetron-sinetron kita yang bikin KZL. Kisah Auggie ini lebih ke bikin terharu, bikin kita bersimpati tetapoi juga--yang lebih penting--memahami. Setiap orang memiliki kisahnya masin-masing, dan tidak selayaknya kita menduga-duga tentang seseorang hanya dari luarnya tanpa kita mencoba mengetahui bagaimana masa lalunya. Penulis melakukan hal ini dengan menggunakan sudut pandang orang pertama bergantian, mulai dari Auggie, orang tuanya, kakak perempuannya, teman dekatnya, dan beberapa orang yang kehidupannya bersinggungan dengan Auggie kecil.
"Lucu juga kalau mengingatkadang-kadang kau sangat mengkhawatirkan sesuatu dan ternyata tak ada yang perlu kaukhawatirkan." (hlm. 293)
Dari kisah Auggie. kita belajar untuk lebih mengedepankan bersikap baik ketimbang bersikap benar. Meski yang benar adalah benar dan salah tetaplah salah, kita harus perhatikan juga filosofi orang Jawa tentang "bener ning ora pener" (sudah benar tapi belum tepat). Setiap orang memiliki masa lalunya, setiap orang menanggung beban, setiap orang memiliki lukanya. Adalah kewajiban kita sebagai sesama manusia untuk saling mendukung dan bersikap baik satu sama lain. Saya belajar banyak dari sebuah kutipan yang menjadi pedoman favorit August Pullman dalam Wonder:
"Seharusnya semua orang di dunia ini mendapatkan sorak sorai penghormatan setidaknya satu kali dalam hidupnya, karena kita semua berhasil menghadapi dunia."
wah pingin baca juga, tapi bakalan sulit nyari bukunya ini,
ReplyDeleteHalo, oh iya bukunya sudah lama banget terbitnya. Penerbit Atria juga kayaknya sudah tiak aktif lagi, mungkin bisa beli yang versi bahasa Inggris Mas
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete