Beberapa hari lalu, saya sempat membaca satu artikel di
surat kabar terkait aksi teror di Barcelona. Satu hal yang saya tangkap dari
tulisan itu, bahwa tujuan akhir dari aksi teror bukan pada jumlah korban yang
sebanyak-banyaknya, tetapi pada munculnya rasa tidak percaya sesama—kepada orang-orang
asing yang bukan dari golongan mereka. Ketika orang sudah tidak saling percaya,
ketika itulah para teroris berhasil mencapai tujuannya. Orang jadi merasa tidak
aman berada di kerumunan atau di antara orang-orang yang tidak dikenalnya.
Mereka tidak mau lagi mengulurkan tangan kepada orang asing, bahkan pada mereka
yang membutuhkan. Manusia kehilangan kemanusiaannya. Sungguh mengerikan jika
ini terjadi. Seperti inilah resep yang digunakan Rick Yancey dalam buku
terakhir seri Gelombang Kelima ini.
"... kau tak pernah kehilangan mereka yang mencintaimu, karena cinta itu konstan: cinta bertahan." (hlm. 142)
"Tak peduli sebaik apa pun kau kenal seseorang, pasti masih ada bagian dari mereka tak kauketahui." (hlm. 215)
Lamanya jeda waktu antara terbitnya buku kedua dan ketiga
seri ini membuat saya kudu sedikit bekerja keras saat membaca bab-bab awalnya.
Pun, cara Yancey menulis yang menggunakan sudut pandang orang pertama secara
bergantian sukses membuat saya kagok menamatkan halaman-halaman awal. Tapi,
begitu bab dua terlewati, alhamdulillah saya dapatkan kembali rasa Gelombang Kelima yang saya rindukan. Untungnya,
bab-bab di seri ini pendek-pendek dan dengan adegan yang bergulir cepat
sehingga aroma seperti menonton versi film Gelombang
Kelima masih ada. Nama-nama seperti Ringer, Cassie, Ben, Zombie, dan Evan
Walker kembali muncul di kepala bersama cerita-cerita mereka. Apalagi, adegan
pertama di buku ini akan mengingatkan kembali pembaca kepada pembuka di buku
kedua. Gemas banget rasanya sama para ‘wakil alien’ yang dengan mudahnya menghabisi
para penyitas hanya karena perintah dari atas dan juga atas nama kebaikan Bumi.
"Kau tak berlari dari orang yang membutuhkanmu. kau berjuang untuk mereka. Kau berjuang di sisi mereka." (hlm. 159)
Untuk sebuah seri yang dibuka dengan epik di buku
pertamanya, saya merasa The Last Star ini
kurang memuaskan sebagai buku penutup. Terutama dari segi aksi penghancuran dan
perang-perangannya. Beberapa kualitas potisif memang masih dipertahankan
penulis. Pembaca mungkin terkejut karena pihak “alien” itu ternyata adalah “alien”
(alien dalam tanda petik). Bagian perang tanding antar karakter di buku ini
juga cukup detail, bikin deg-degan sekaligus nagih saat dibaca. Karakter Cassie
juga tetap badass seperti di buku
kedua. Tetapi tetap saja, untuk sebuah seri yang diawali dengan musnahnya
hampir tujuh miliar manusia, ending yang digunakan penulis dalam The Last Star ini kurang nendang. Saya
jadi nggak bisa bilang “RASAKAN KAU, PAK ALIEN” meskipun satu adegan pamungkas
di buku ini cukup meledak-ledak (dan mirip-mirip dengan adegan dalam film Indepence Day—maaf spoiler).
"Karena cinta itu senjata paling berbahaya di dunia. Lebih tak stabil daripada uranium." (hlm. 226)
Terlepas dari minimnya adegan tembak-tembakan ala Star Wars, ada satu poin penting yang
menurut saya berusaha disampaikan oleh Yancey di buku ini. Pihak alien yang
ternyata adalah “alien” di buku ini menunjukkan betapa tidak dibutuhkan senjata
canggih atau bom terampuh untuk menghancurkan umat manusia. Pengalaman perang
selama ribuan tahun, bahkan dengan bom atom yang telah meluluhlantakkan
sejumlah wilayah di Bumi menunjukkan betapa manusia tetap masih mampu bertahan.
Kota-kota dibangun kembali, persekutuan dimulai kembali, permusuhan diawali
lagi, perdamaian diupayakan lagi. Tetapi, ketika rasa kemanusiaan itu lenyap
dari diri manusia, kita menjadi tak ada bedanya dengan alien-alien yang asing
antara satu sama lain. Ketika itu terjadi, manusia mungkin akan musnah
sepenuhnya setelah manusia kehilangan apa yang telah menjadikan mereka manusia.
Judul: The Last Star (#Trilogi Gelombang Kelima)
Pengarang: Rick Yancey
Penerjemah: Angelic Zaizai
Penyunting: Mery Riansyah
Tebal: 397 hlm
Cetakan: Pertama, 2017
Penerbit: Gramedia
No comments:
Post a Comment