Judul: 1434:
Saat Armada Besar China Berlayar ke Italia
dan Mengobarkan Renaissance
Penyusun:
Gavin Menzies
Penerjemah:
Kunti Saptoworini
Tebal: 430
hlm
Cetakan:
April, 2009
Penerbit:
Alvabet
Bangkitnya Peradaban Barat pada era Renaisance (sekitar abad
ke-13 dan ke-14) selama ini diketahui karena maraknya kembali pengkajian
terhadap karya-karya Yunani-Romawi. Lewat penerjemahan naskah-naskah Latin
kuno, bangsa Eropa mendapatkan kembali kegairahan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan serta teknologi, yang akhirnya mendorong kepada era penjelajahan
samudra. Negeri Italia menjadi saksi lahirnya para manusia Renaisance yang
serba-bisa, yang sulit ditemukan tandingannya sepanjang sejarah seperti
Leonardo da Vinci.Tetapi, sesungguhnya, jika mau jujur, ada semacam celah
kosong yang memisahkan antara dua fakta sejarah ini: naskah-naskah Yunani yang
lebih bersifat filsafat dengan munculnya sketsa-sketsa peralatan teknologi karya
Da Vinci yang begitu detail dan teknis sifatnya. Bagaimana bisa Da Vinci
melukis perangkat-perangkat canggih semacam helikopter sederhana, parasut,
hingga meriam sederhana? Apakah bangsa Yunani kuno memang benar sudah mengembangkan
perangkat-perangkat ini?
Melalui penelitian lapangan dan jelajah pustaka, Gavin
Menzies (yang juga menulis buku tentang Penemuan Benua Amerika oleh bangsa
Tiongkok) menyodorkan sejarah alternatif tentang pencetus Renaisance yang
sebenarnya. Menzies mengklaim menemukan bukti-bukti kunjungan armada Cheng Ho
ke Florensia dan bertemu Paus Eugenius IV. Dalam muhibah ke Italia ini, Cheng
Ho meninggalkan tanda mata ilmu pengetahuan bangsa Tiongkok, termasuk peta
dunia, peta langit, rumus perhitungan matematis, hingga seni dan arsitektural.
Bahkan, seni percetakan yang pertama diklaim oleh Guttenberg konon juga
dikembangkan dari mesin cetak yang dihibahkan rombongan Cheng Ho. Termasuk di
antara benda-benda itu adalah kitab “Nung Shu”, sebuah risalah yang dicetak di
Tiongkok pada 1313. Hal menariknya adalah, dalam Nung Shu ini tercantum pula berbagai sketsa tentang mesin-mesin
canggih yang kemudian ditiru oleh para tokoh Renaisance, termasuk oleh Leonardo
Da Vinci. Muncul dugaan, Da Vinci pada tahun 1490 belajar serangkaian gambar mesin dan ilmu teknik dari brosur-brosur di bengkel-bengkel kerja yang sepertinya
disalin dari Nung Shu.
Satu
hal yang mendasari asumsi Menzies adalah meledaknya perkembangan dalam bidang
karya seni, mesin, teknologi cetak, hingga pembuatan peta setelah tahun 1434.
Tahun yang sama ketika Cheng Ho berlabuh ke pesisir Tuscany dan membagikan
berbagai artefak ilmu pengetahuan bangsa Tiongkok kepada bangsa Eropa. Kita
tahu, Eropa sebelum tahun 1434 hanyalah benua yang penuh dengan
kerajaan-kerajaan. Mendadak, setelah 1434 terlewati, muncul beragam penemuan
dan orang-orang jenius yang kemudian dipelihara keluarga Medici dan keluarga
bangsawan-bangsawan Italia lainnya. Tahun ini secara tidak langsung menjadi
titik balik dari abad pertengahan menuju abad pencerahan. Mungkinkah ledakan
intelektualisme di Eropa yang kompak terjadi setelah 1434 ini semata kebetulan?
Mungkinkan jenius-jenius seperti Leonardo Da Vinci, Leon Battista Alberti, dan
Regiomontanus bisa muncul berbarengan dalam satu kurun masa yang berdekatan
tapi tidak muncul lagi yang seperti mereka setelahnya? Mungkinkah para jenius
ini sempat membaca brosur atau catatan atau naskah apa pun yang sebenarnya
salinan dari Nung Shu? Jika menyimak
kemiripan sketsa-skertsa Da Vinci dengan
ilustrasi dalam Nung Shu yang
disertakan di buku ini, bisa saja kemungkinan itu terjadi.
Ilustrasi Armada Cheng Ho dalam Pelayaran Muhibahnya Mengelilingi Dunia
(gavinmenzies.net)
Selain kemiripan sketsa, hal lain yang mendasari Menzies untuk menulis buku ini adalah penggunaan peta Amerika oleh para penjelajah samudra. Dikatakan, bahwa Columbus membawa sebuah peta yang kemudian menuntunnya berlayar ke barat dan akhirnya menemukan benua Amerika. Mungkinkah menemukan sebuah benua yang sudah tercantum di dalam peta? Delapan belas tahun sebelumnya, Columbus mendapat sebuah peta kawasan Amerika oleh Paolo Toscanelli yang mengaku mendapatkan pengetahuan dari para lelaki baik berpengetahuan luas yang datang ke Florensia dari Tiongkok pada 1434. Peta-peta Columbus ini mirip sekali dengan peta-peta yang dimiliki armada Cheng Ho saat melakukan pelayaran mengelilingi dunia. Jika memang semua ini benar, kenapa sejarah dunia sama sekali tidak menyebut Tiongkok sebagai salah satu pendorong munculnya abad penjelajahan? Salah satunya adalah kebijakan isolasi yang dilakukan oleh Kerajaan Tiongkok pada abad ke-15. Pelayaran agung Cheng Ho adalah muhibah terakhir sebelum kekaisaran besar itu menutup diri dari dunia, menyimpan sendiri seluruh kekayaan peradabannya hingga tertutup dari mata dunia. Dan di saat yang sama, Barat mendapatkan kesempatan emas untuk memanfaatkan warisan bangsa Tiongkok ini dan berjaya di panggung dunia lewat Renaisance.
Apa yang diangkat Menzies ini memang satu hal yang cukup kontroversial. Buku ini cukup banyak mendapatkan satu bintang di goodreads. Di internet bahkan ada satu thread khusus berisi tulisan-tulisan para peneliti yang sepakat menolak teori Menzies ini. Tetapi, banyak juga yang mendukung penulis, yang kemudian turut dicantumkan dalam buku ini. Entah asumsi bahwa Cheng Ho benar-benar sampai ke Italia pada 1434 itu benar atau tidak, buku ini adalah bacaan yang sangat kaya. Menzies bekerja keras mengumpulkan semua bukti dan data untuk menyusun buku ini--dan ini saja sudah membuatnya layak mendapatkan apresiasi. Dari total 430 halaman, hampir 100 halaman adalah catatan kaki serta sumber referensi yang digunakannya dalam menulis buku 1434. Kemudian, apakah memang benar bangsa Tiongkok sebagai pencetus era Renaisance di Eropa? Kita tunggu saja kerja para sejarahwan di masa kini dan masa depan. Jika memang benar, maka catatan sejarah harus diperbaiki kembali untuk menghormati dan menghargai para penjelajah dunia hebat dari Timur ini.
No comments:
Post a Comment