Search This Blog

Tuesday, August 2, 2016

Rahasia di Balik Ledakan Budaya KPop

Judul: Korean Cool
Penulis: Euny Hong
Penerjemah: Yenni Saputri
Sampul: B.U Birru
Tebal: 284 hlm
Cetakan: 1, Januari 2016
Penerbit: Bentang Pustaka



 29069661


Lima tahun lalu, sulit membayangkan ada yang bisa menyaingi popularitas Justin Bieber. Videonya ditonton jutaan followers, bersanding dengan musisi-musisi Barat lain seperti Lady Gaga, Coldplay, dan Katty Perry. Pekan lalu, saya kebetulan menonton sebuah video Youtube yang membandingkan antara Apop (American Pop) dengan Kpop. Video yang telah ratusan ribu kali ditonton itu dibanjiri dengan komentar sinis tentang betapa tidak setaranya membandingkan seorang Justin Bieber dengan BTS (boyband Korea dari manajemen BigHits). Popularitas BTS dianggap jauh melebihi Justin Bieber. Tawa para komentator semakin pecah ketika Justin Bieber kembali dibandingkan dengan boyband EXO. "Justin Bieber vs. EXO? Are you kidding me? Poor Justin!" kata mereka. Hanya dalam waktu yang relatif sebentar, musik pop Korea telah mendunia dan telah memiliki fandom setia yang jumlahnya ratusan ribu bahkan jutaan. Kpopers sendiri adalah nama fandom para penggemar Kpop di seluruh dunia dan termasuk salah satu fandom terbesar di dunia. Lalu, apa sebenarnya yang menjadi kekuatan Korea sehingga mampu menaklukan dunia lewat budaya popnya?



Buku The Birth of Korean Cool: How One Nation is Conquering the World Through Pop Culture sedikit banyak mampu menjawab pertanyaan itu? Penulisnya, Euny Hong, sendiri adalah seorang Korea-Amerika yang menghabiskan masa remajanya di kawasan Gangnam (kawasan elit di Seoul yang dipopulerkan oleh Psy dalam lagunya). Dia turut menyaksikan dan mengalami sendiri proses perubahan Korea Selatan, dari yang semula negara Dunia Ketiga di tahun 1985 hingga menjadi negara industri maju di tahun 2001.  Ia juga menyaksikan betapa gebrakan Korea tidak hanya sampai di situ. Setelah memantapkan diri menjadi negara industri maju, negeri ini kembali 'menyerbu' dunia dengan budaya popnya sehingga pada tahun 2010, gelombang Hallyu sudah mewabah di penjuru dunia, mulai dari Iran hingga ke Brazil, dari Afrika Selatan hingga Prancis--dan tak terkecuali di Indonesia. fans-fans asal Indonesia sendiri termasuk yang paling fanatik kepada Kpop sehingga sering  menimbulkan heboh di dunia maya dengan fanwar-nya. Saya exo-l sih tapi juga nggak segitunya #eh.

Sedahsyat apa gelombang Kpop ini melanda dunia? Cobalah Anda buka Youtube dan akan Anda temukan bahwa video musik Psy berjudul 'Gangnam Style' telah ditonton sebanyak 2.618.216.504 kali--paling banyak sepanjang sejarah. Konser-konser grup band asal Korea juga selalu dipenuhi oleh penonton, bahkan di negara-negara yang dulu tidak pernah terbayangkan akan menonton grup musik Korea seperti Amerika Serikat. Iran bahkan tengah dilanda dengan popularitas drama Korea yang sempat hits di Indonesia tahun 2005, The Jewel in the Palace. Beberapa bintang Korea seperti Rain dan Lee Min Ho juga wira-wiri di beragam panggung bergensi tingkat dunia. Bahkan, serangan Korea tidak hanya dalam bentuk musik dan film. Rusia diketahui menjadi pengimpor kimchi terbesar di dunia, disusul oleh Jepang. Sudah tidak perlu dipertanyakan lagi, Korea memang berhasil menguasai banyak bagian dunia lewat budayanya.

Bagaimana sebuah negeri kecil dengan penduduk 50 juta ini menjadi negeri keren di dunia? Euny Hong berupaya menjawab pertanyaan ini lewat riset, pengalaman, dan wawancaranya dengan orang-orang berpengaruh di Korea. Dari buku ini,kita jadi tahu kebenaran pepatah bahwa Roma tidak dibangun dalam satu hari. Begitu juga Korea Selatan, perlu bertahun-tahun perjuangan dan rencana untuk bisa menjadi seperti sekarang. Diawali pada tahun 1980-an, negeri ini mulai membangun visi untuk bisa bangkit dari keterpurukan paska perang saudara dengan Korea Utara. Tidak hanya bangkit, bangsa ini juga ingin menjadi salah satu bangsa yang besar dan mampu menguasai dunia. Mereka tidak memilih senjata atau politik sebagai alat peraih kekuasaan, mereka memilih budaya populer sebagai senjata. Dan, mereka berhasil.

Salah satu ujung tombak gelombang Hallyu ada pada Kpop itu sendiri, terutama musik dan drama Korea. Agensi-agensi besar di Korea--seperti SM Entertainment dan JYP Entertainment--telah mulai membentuk artis-artisnya sejak masih kecil. G-Dragon dari Bigbang sendiri bahkan sudah masuk ke agensi sejak usia 8 tahun. Rata-rata bintang Korea harus menjalani masa pelatihan selama 6 -7 tahun sebelum mereka bisa debut untuk penampilan perdananya. Latihan mereka bisa berlangsung selama lebih dari 12 jam setiap hari. Kontrak mereka sangat ketat, yang hampir mendekati perbudakan, maka tidak heran jika bintang-bintang Kpop ini 'langsung jadi' begitu mereka naik panggung. Berbeda dengan bintang pop Amerika yang kadang hanya jago menyanyi, bintang Kpop mampu menari dan bernyanyi dengan sama baiknya. Koreografinya pun sangat sinkron dan menyenangkan untuk ditonton *nulis ini sambil nonton Twice* Pihak agensi juga tidak main-main, mereka menyewa langsung ahli koreagrafi terbaik dari Amerika dan Eropa untuk melatih calon bintangnya. Ada rahasia kenapa lagu-lagu Korea itu selalu easy listening meskipun kita tidak tahu arti liriknya. Ternyata, banyak dari lagu itu dikarang oleh musisi dari Eropa dan Amerika--tentunya juga dari Korea--sehingga menghasilkan musik populer yang bisa diterima oleh telinga siapa saja, dalam bahasa apa saja.



Bagaimana dengan film dan drama Korea? Ada satu kualitas dari bangsa Korea yang tidak dimiliki oleh negara-negara besar lain di dunia seperti Inggris, AS, Jepang, atau Tiongkok. Korea tidak pernah menjajah negeri mana pun, bahkan malah pernah menjadi negeri jajahan. Inilah yang mungkin mendekatkan Korea dengan negara-negara lain du Dunia Ketiga. Perasaan sama-sama pernah menjadi negara jajahan membuat budaya Korea mudah diterima di negeri-negeri Amerika Selatan, Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika. Kualitas lain adalah budaya Korea yang masih konservatif (jika dibandingkan dengan Jepang, Korea masih sangat konservatif) sehingga mereka masih menjunjung nilai-nilai kesopanan. Ada panggilan khusus untuk orang yang lebih tua (sama seperti di Indonesia), juga penghargaan untuk orang yang masih muda (dalam grup musik Kpop bahkan ada satu posisi khusus untuk anggota termuda, maknae).  Para bintang Kpop juga terikat kontrak sehingga mereka tidak bisa berbuat sesukanya. Berbeda dengan bintang Barat yang buka-bukaan bebas di panggung dan dunia nyata, bintang Kpop hanya 'terbuka' saat di panggung. Di luar panggung, mereka bahkan harus menjaga imagenya sebagai orang baik-baik. Skandal seperti seks bebas dan narkoba akan menjadi bencana besar bagi seorang idol Kpop kalau kata buku ini. Bahkan, pacaran pun mereka dilarang sama manajemennya.

Masih banyak lagi rahasia kesuksesan Korea menginvasi dunia dengan gelombang Hallyu-nya yang dijabarkan di buku ini. Di antaranya lewat video game (yang ternyata menyumbang jumlah yang lebih besar ketimbang Kpop) juga tentang Samsung. Juga tentang sekolah di Korea yang keras (sering kita lihat di drama Korea siswa-siswa SD - SMA yang baru pulang larut malam karena les tambahan), pemerintahan yang bertekad kuat untuk bangkit, serta dendam han yang tersimpan di dalam benak banyak warga Korea karena tertindas selama ribuan tahun--dendam yang kemudian malah menjadi tenaga untuk bangkit kembali. Buku ini patut dibaca oleh banyak kita yang juga ingin memajukan Indonesia secara kreatif dengan sesuatu yang memang telah jadi kelebihan kita: keanekaragaman dan budaya kita.

2 comments: