Search This Blog

Tuesday, May 3, 2016

Ideologi Saya adalah Pramis

Judul: Ideologi Saya adalah Pramis (Sosok, Pikiran, dan Tindakan Pramoedya Ananta Toer)
Penyusun: Muhidin M Dahlan
Tebal: 328 hlm
Cetakan: 1, April 2016
Penerbit: Octopus Yogyakarta


29919950

Pramoedya Ananta Toer adalah salah satu penulis kebanggan Indonesia yang telah menyentuh hati sekian banyak pembaca lewat karya-karyanya. Tapi, tak disangka penulis ini malah kurang mendapatkan penghargaan yang layak dari pemerintahan negaranya sendiri. Bahkan, hanya karena berbeda paham, beliau kemudian ditetapkan sebagai tahanan politik untuk kemudian diasingkan di Pulau Buru. Namun, seorang penulis hebat tetaplah seorang penulis, walau bagaimanapun kondisi yang menderanya. Pram membuktikan, bahkan di lingkungan Pulau Buru yang keras itu beliau tetap bisa berkarya. Bahkan, Tetralogi Buru yang sangat masyhur hingga ke penjuru dunia itu ditulisnya selama masa penahannya di pulau ini. Tidak ditulis sebenarnya, lebih pada dia kisahkan kepada sesama tahanan politik agar cerita itu tidak hilang. Jika ada satu hal yang ditakuti oleh Pram, maka itu bukan hukuman mati, melainkan penyakit pikun yang akan membuat ingatannya lemah. Kepikunan akan membuatnya lupa dengan kisah-kisah besar yang bersemayam di dalam kepalanya. Untungnya, dunia beruntung karena Pram masih bisa menuliskan Bumi Manusia dan kawan-kawannya dengan segala sarana yang ada, mulai dari kantung semen bekas hingga kertas-kertas sisa. Luar biasa ketabahan beliau dalam menulis.


"Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.” (Pram)

Muhidin M Dahlan bisa disebut sebagai seorang Pram garis keras. Mengaku baru mengenal Pram lewat Bumi Manusia pada tahun 2000, penulis muda produktif ini kemudian langsung ketagihan pada karya-karya Pram. Pram jugalah yang membuat pemuda ini menjadi menyukai sastra, padahal sebelumnya dia heran dengan apa yang sebenarnya dikerjakan oleh para mahasiswa sastra. Kecintaan Muhidin M Dahlan kepada Pram kemudian dituangkannya dalam berbagai tulisan lepas. Mulai dari artikel di majalah dan surat kabar, blog, media online, hingga catatan-catatan yang tidak diterbitkan. Kemudian, semua tulisan beliau tentang Pram ini dikumpulkan, ditata, dan akhirnya diterbitkan dalam sebuah buku utuh yang sangat renyah dibaca ini. Semua pengagum Pram atau mereka yang ingin berkenalan dengan penulis ini sebaiknya membaca buku ini karena akan ada banyak sekali hal tentang Pramoedya Ananta Toer yang dikupas oleh penulis dengan tulisan yang mengalir dan enak diikuti. Akan kita dapatkan di buku ini, beragam informasi yang mungkin jarang diketahui publik tentang sosok besar ini.


Salah satu yang tidak bisa saya lupakan dari membaca buku tentang Pram ini adalah tentang motivasi positif untuk menulis. Kita semua sudah hafal betul dengan kutipan-kutipan dashyat Pram tentang menulis: bahwa menulis adalah bekerja untuk keabadian, bahwa menulis akan membuat kita tercatat dalam sejarah, bahwa menulis akan membuat suara kita tidak hilang terbawa angin. Juga, tentang betapa cintanya Pram kepada buku. Konon, dia bahkan memulai lagi mendirikan perpustakaan pribadinya dari nol setelah perpustakaannya yang lama dibakar oleh orang-orang yang entah siapa dan apa alasannya. Sungguh menyedihkan ketika buku-buku menjadi korban akibat ulah manusia yang kadan motifnya pun masih abu-abu dan tidak jelas. Juga, di buku ini bisa kita saksikan kehebatan Pram dalam menulis. Rupanya, Pram tidak pernah main-main dalam menulis. Saat menulis naskah Panggil Aku Kartini Saja misalnya, beliau pernah meminjam buku dari perpustakaan UGM hingga satu becak penuh. Luar biasa.


Juga, Muhidin M Dahlan menyertakan sejumlah kupasannya tentang buku-buku Pram, mulai dari Tetralogi Buru hingga Cerita Calonarang, serta 9 buku terbaik karya Pram menurut pandangannya. Dari sini, kita bisa tahu buku apa berkisah tentang apa, bagaimana latar belakangnya, hingga apa yang sebenarnya hendak disampaikan oleh Pram. Tentunya, karena sifatnya yang ulasan pribadi, unsur subjektivitasnya cukup kental. Walau subjektivitas Muhidin M Dahlan tentu saja jenis subjektivitas yang dilatarbelakangi oleh pembacaan yang tekun dan pengalaman yang kaya. Ada pula disebut di buku ini tentang sosok asli dibalik karakter Minke yang terkenal itu. Ternyata, Minke yang asli pernah benar-benar ada loh di Indonesia pada peralihan awal abad ke-20. Plus, sejumlah pendapat orang-orang terdekat tentang sosok Pram. Satu hal menarik tentang Pram, beliau tidak pernah lalai untuk lari pagi dan tersenyum. Itulah rahasia beliau sehingga bisa tetap produktif menulis hingga usia senja.
 
Pram memang luar biasa, dia mengubah banyak manusia lewat karyanya, bukan semata lewat ucapan-ucapan kosong. Bukti kepiawaiannya dalam menulis bisa kita jumpaii pada banyaknya karya-karya yang telah disusunnya. Tetralogi Bumi Manusia bahkan telah lebih dulu bestseller di dunia internasional ketimbang di negaranya sendiri. Kejaksaan Agung pada era Orde Baru memang melarang penyebaran buku-buku ini dengan alasan kekiri-kirian. Saya dulu juga takut membaca buku ini karena 'katanya' kiri itu. Setelah membaca Bumi Manusia, menurut saya tidak ada yang salah sama sekali dengan buku ini. Alih-alih berisi paham komunis-sosialis, saya mendapati nilai-nilai nasionalisme dan perjuangan melawan kolonialisme barat begitu kental di dalamnya. Tidak menunggu lama, saya langsung memberikan bintang lima kepada Bumi Manusia dan menabalkannya sebagai salah satu buku terbaik yang pernah saya baca.


“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.
" (Anak Semua Bangsa)



2 comments: