Kadang,
kita merindukan sesuatu yang telah lalu karena masalah yang kita hadapi di kala
itu tampaknya jauh lebih sederhana ketimbang yang menghadang saat ini. Dalam
novel ini, lima tokoh dengan masa lalu yang berbeda-beda tentunya, memiliki
harapan untuk bisa mengalami masa lalunya yang tampaknya lebih sederhana.
Namun, kita semua sudah tahu bahwa masa lalu tercipta hanya untuk dikenang
(baik dan buruknya), bukan untuk dialami lagi. Juga, tidak selalu masa lalu itu
sederhana dan menyenangkan. Tokoh-tokoh di buku ini membuktikan bahwa ada
hal-hal dalam masa lalu yang terlalu pahit untuk sekadar diingat, apalagi untuk
dijalani lagi. Hal terbaik adalah menjalani saat ini dengan sebaik-baiknya agar
kelak kita bisa mengenangnya sebagai masa lalu yang layak dikenang.
“Tetapi, bukan penyesalan namanya kalau
datang di awal.” (hlm. 63)
Shali,
Zain, Tania, dan Dandi adalah empat anak muda penghuni kos milik Aline. Lima
tokoh ini mencerminkan karakter-karakter muda kekinian yang aktif, dinamis,
ramai, dan tidak bisa jauh-jauh dari yang namanya baper. Lima anak muda dengan
hari-hari yang selalu ceria dan masa depan yang sepertinya begitu hangat
menyambut mereka. Namun, siapa sangka dibalik segala hal-hal biasa ini, ada secuil
kisah masa lalu yang tidak hendak mereka ceritakan kepada siapa pun. Karena
setiap manusia memiliki rahasianya sendiri, begitu pula dengan lima anak muda
ini. Apa yang tampak baik-baik saja di luar sering kali digunakan untuk
menutupi jiwa yang rapuh di dalam. Membaca novel ini, kita disadarkan bahwa
manusia tidak pernah bisa menjadi mahkluk yang tidak punya rahasia.
“Maka, ya, setiap perempuan memang punya
rahasianya sendiri.” (hlm. 139)
Ada
ungkapan yang intinya menyarankan agar kita selalu berlaku baik kepada orang lain karena setiap
mereka memiliki masalahnya sendiri-sendiri. Begitu juga lima orang ini. Shaki
adalah gadis kaya asal Palembang yang menyimpan rasa malu karena ayahnya yang
kedapatan selingkuh dan melakukan korupsi. Zain, pemuda dusun yang bercita-cita
untuk kuliah dan menyejahterakan keluarga, tak disangka malah jatuh ke
pergaulan hitam karena alasan untuk melindungi mereka. Tidak ada yang
menyangka, pemuda playboy dan urakan ini terlibat dalam sesuatu yang sedemikian
beratnya untuk lepas. Ada juga, Tania, gadis tomboy dan selalu ceria namun
memiliki masa lalu yang kelam dengan mantan pacarnya. Kemudian, Dandi si
pendiam, yang sedemikian diamnya hingga dia memilih untuk mendiamkan
perasaannya. Terakhir, Aline, si pemilik kostan; seorang wanita tangguh dan
mandiri … tetapi rupanya tidak setangguh yang dia perlihatkan.
Dalam
satu kost, kelima orang berbeda karakter ini saling berinteraksi. Mereka
mengalami hari-hari khas ala anak kost: makan bareng, rebutan kamar mandi, gentian
masak, hingga main gitar rame-rame di depan kamar. Apa yang di awal buku
terlihat menyenangkan ternyata menyimpan kelam yang semakin tersibak menjelang
akhir cerita. Satu demi satu permasalahan muncul, apa yang disebut sebagai masa
lalu yang layak dikenang ternyata tidak semuanya demikian. Membaca kisah kelima
orang ini, kita kembali diingatkan bahwa seberat apa pun masalah yang
menghadang, kita masih beruntung karena Tuhan masih memberikan kita pilihan.
Setiap
masalah selalu aka nada solusinya. Namun, seringkali solusi itu datang satu
paket dengan masalah yang timbul sehingga banyak kita yang luput
memperhatikannya. Kita seringkali terlalu larut dalam memikirkan masalahnya,
sampai-sampai tidak melihat jawaban yang seringkali sederhana. Namun, kita
semua sudah tahu, sejak dulu tidak pernah ada kata sederhana kalau sudah
berurusan dengan cinta, demikian juga kisah kelima orang dalam buku ini dengan
cinta mereka masing-masing. Satu hal lagi yang saya pelajari dari membaca novel
yang sarat drama ini adalah jangan terlalu bersikap dramatis ketika sebuah
persoalan datang menghadang. Kejernihan pikiran amat diperlukan dalam masa-masa
genting seperti itu, jadi singkirkan dulu dramanya, agar tidak kebanyakan dan
malah bikin pusing. Seperti buku ini, yang menurut saya terlampau sarat drama.
“Rasa suka dan patah hati itu saling melengkapi.” (hlm. 149)
Lima
penulis bekerja sama menulis satu kisah, dengan lima karakter. Hasilnya adalah
satu novel utuh yang ramai. Bukan ramai karena terlalu banyaknya karakter (saya
pernah membaca buku dengan karakter utama yang lebih dari lima, tapi tetap
baik-baik saja), namun lebih karena banyaknya ide atau gagasan cerita dari lima
kepala berbeda yang bersliweran dalam satu cerita. Secara alur dan cerita, buku
ini enak diikuti, tapi kalau dirasakan seperti ada terlampau banyak rasa dalam
satu masakan. Ibaratnya, seperti memasak mi instan dengan lima bumbu berbeda
(padahal biasanya cukup 3 saja—minyak sayur, bumbu cabe, dan bumbu gurih)
sehingga terasa riuh meskipun tetap enak.
Selain itu, entah saya saja atau mungkin pembaca lain juga
yang merasa bahwa karakter cowok di buku ini masih terasa ditulis oleh cewek? Yah,
memang kelima penulisnya cewek semua sih, tapi … ya pokoknya begitu lah wkwkwk.
Terutama si Ferdian yang sikap ‘emak-emak-nya’ sepertinya hanya hidup dalam
imaji cewek-cewek, atau tentang Zain yang—jujur saya kebingungan membayangkan
sosoknya—terlampau memiliki banyak karakter (playboy, urakan, jorok, setia
kawan, berbakti kepada orang tua, peka tapi sekaligus juga nggak peka). Namun,
selain itu, saya cukup menikmati kisah lima anak muda ini. Saya belajar banyak
dari mereka untuk tidak menyia-nyiakan masa kini, untuk berhenti melihat terus
masa lalu, dan mulai bergerak menyambut masa depan secara lebih positif.
Judul: Yesterday in Bandung
Pengarang: Rinrin Indrianie, Aristanabirah, Delisa Novarina, Puji P. Rahayu, Rini Ristianti
Editor: Pradita Seti Rahayu
Cetakan: 1, Maret 2015
Tebal: 260 hlm
Penerbit: Elex Media Komputindo
Judul: Yesterday in Bandung
Pengarang: Rinrin Indrianie, Aristanabirah, Delisa Novarina, Puji P. Rahayu, Rini Ristianti
Editor: Pradita Seti Rahayu
Cetakan: 1, Maret 2015
Tebal: 260 hlm
Penerbit: Elex Media Komputindo
Wah mantap reviewnya Masdi :)
ReplyDeletePertanyaan saya: Karena ada 5 karakter, bingung nggak dengan karakter-karakter selama membaca? Kadang ada novel yang bikin bingung gara-gara kebanyakan karakter utamanya.
ReplyDeletekeren dah
ReplyDeleteterima kash banyak ya mas Dion resensinya^^
ReplyDeleteRasa suka dan patah hati itu saling melengkapi.
ReplyDeletehmmmm, benar juga sih
Terima kasih ulasannya, Kak :).
ReplyDelete