Judul: Percy Jackson's Greek Heroes
Pengarang: Rick Riordan
Penerjemah: Reni Indardini
Tebal: 508 hlm
Cetakan: 1, Maret 2016
Penerbit: Noura Books
Hercules,
Atalanta, dan Perseus; banyak kita yang sudah pernah mendengar nama
mereka (terutama Herkules, saya yakin). Namun, siapa sebenarnya
orang-orang bernama aneh itu? Mengapa ada rasi bintang dinamai sesuai
nama mereka, bagaimana kisah mereka ribuan tahun lampau? Bersama demigod
cute kebanggaan kita bersama, Percy Jackson, mari kita kuak kisah
kejayaan dan juga kemalangan orang-orang besar ini. Hercules dengan 12
tugas mahaberatnya, Orpheus dengan lira-nya yang bikin galau, percarian
legendaris Jason dan para Argonaut, serta asal-usul para wanita amazon.
Semua kisah itu dituliskan oleh Rick Riordan dengan gaya khasnya yang
kocak dan bikin gegulingan di Padang Asphodel. Jika membaca sejarah
membuatmu bosan setengah drachma, maka tirulah cara Percy dalam
menceritakan sosok-sosok besar dalam sejarah di buku ini dengan begitu
kekinian.
“Perhatian Aphrodite berkali-kali teralihkan
gara-gara diskon di pusat perbelanjaan, cowok cakep, atau gaun dan
perhiasan kinclong yang dikenakan gadis-gadis fana musim ini.” (79)
Para pahlawan dari kisah-kisah Yunani kuno adalah para demigod! Yah,
setidaknya itulah penjelasan yang mungkin dari kekuatan fisik mereka
yang luar biasa serta akhir tragisnya yang seperti demigod-demigod pada
umumnya. Yah kita semua sudah tahu kecenderungan para demigod yang nggak
bisa diam dan cenderung membuat dewa-dewi iseng melontarkan kutuk.
Tapi, di buku ini, kita jadi benar-benar tahu mengapa Percy dan gengknya
… yah seperti itu. Pertama, kita diajak kenalan sama Perseus. Inilah
nama asli Percy jadi wajar saja kalau tokoh ini dapat jatah pertama.
Wuuu Percy KKN deh *ditujes trisula plastik*. Selain Perseus dan
Hercules; pembaca juga akan diajak berkenalan dengan demigod-demigod
terkenal lain macam Kyrene, Daedalus, dan Orpheus.
Kaum
Lapith kasar dan beringas, maka saat tumbuh besar Kyrene lebih menyukai
tombak dan pedang dibanding boneka Barbie dan film Disney.
Teman-temannya tahu jika mereka menyanyikan lagu yang terkenal dari
Frozen, dia bakal menggebuki mereka sampai pingsan. (hlm. 294)
Banyak kisah di buku ini dibuka dengan ramalan oleh Oracle dari Deplhi,
yang suka sekali cuci tangan atas ramalan-ramalan gaje mereka dengan
kata-kata “Selamat siang dan semoga berhasil.” Ramalan-ramalan Deplhi
memang sangat abu-abu, alhasil lebih sering membuat bingung para demigod
alih-alih tercerahkan. Tapi, seperti dikatakan oleh Phineas, bahwa
kadang mengetahui masa depan adalah sesuatu yang berbahaya (selain
membuat hidup jadi tidak seru dan membuat para dewa marah karena bisnis
ramal-meramal jadi sepi). Karena itu, banyak ramalan yang kemudian
disampaikan dalam bentuk tersamar. Terbukti, banyak kisah besar dalam
buku ini dimulai dengan ramalan (dan juga sapi) dan kemudian malah
berakhir sebagai salah satu petualangan paling seru sepanjang linimasa.
Contohnya perjalanan Jason dalam berburu bulu domba emas milik
Chrysomallos.
“Menurut legenda, jika Chrysomallos mampir ke
negeri kita, panen akan tumbuh lebih cepat, orang-orang sembuh dari
segala menyakit, sedangkan sinyal Wi-Fi bakal lebih kuat kira-kira lima
puluh persen ketimbang semula.” (425)
Ciri khas Rick
Riordan yang dengan apik mampu memadukan antara mitologi dan
elemen-elemen kekinian kembali terbukti di buku ini. Paling ngakak
menurut saya ada pada kisah Orpheus yang dikisahkan sedemikian kocak.
Riordan mampu menyajikan dewa-dewi bengis Yunani kuno dalam bentuk yang
lebih ramah (dan juga kekinian). Kapan lagi bisa lihat dewa-dewi yang
pamer di media social serta suka mengunggah video terbaru merela di
Youtube kalau bukan di buku ini? Dikisahkan dari betapa kekuatan hebat
pun akan berbahaya jika tidak didampingi dengan kebijakan dan
pengendalian diri. Sering kali, para demigod tercinta kita ini
terperosok dalam tragedi karena kesalahan yang mereka lakukan sendiri.
Untung, Om Rick jago banget bikin ngakak. Ini penerjemahnya juga kudu
diacungi jempol deh karena mampu menyajikan padanan yang ngena banget
buat pembaca Indonesia.
Orpheus semakin lama semakin mahir.
Hewan-hewan liar tidak berdaya menampik musiknya. Ketika dia berjalan di
hutan, singa-singa mengelilinginya dan berguling meminta perut mereka
dielus sementara dia bernyanyi. Serigala-serigala merapat ke kakinya dan
menggoyangkan ekor ketika dia memainkan lagu yang mereka sukai, semisal
lagi tema Ganteng-Ganteng Serigala. (hlm. 314)
Tokoh lain
yang mendapat porsi cukup besar di buku ini (tentu saja) adalah
Hercules. Gimana nggak besar orang tugasnya aja ada 12. Kisahnya, si
Herakles ini dihukum dewa-dewi karena menjadi gila dan kemudian membunuh
keluarganya sendiri (dewa-dewi memang deh), dan setelah itu dia harus
mengabdi dan menjalankan apa saja perintah dari seorang raja. Di sini
Percy (hoaahmmm) akan memaparkan 12 tugas Herkules yang angat terkenal
itu, lengkap dengan peta Yunani kuno. Bersyukur banget ada peta di buku
ini sehingga kita bisa kepo-kepo melihat tempat Icarus jatuh atau lokasi
Batu Bertubrukan buat disetting di lokasi GPRS.
Orpheus
memainkan “Sepanjang Jalan Kenangan” dengan aransemen yang teramat
menyayat hati. Charon jatuh berlutut, “Itu … itu lagu kami! Aku masih
seorang daimon remaja nan polos, sedangkan dia seorang gadis zombie yang
manis. Kami, kami …” (320)
Dibanding buku sebelumnya,
yakni The Greek Gods, dewa-dewi di buku ini relative lebih ramah. Atau,
setidaknya mereka telah lebih adil dan tidak lagi sembarang melontarkan
petir pada manusia fana yang mereka tidak suka. Hanya manusia yang
berbuat sedemikian keji, seperti melanggar sumpah atau lupa memberi
sesaji, atau sekadar mengotori altar persembahan dengan darah lah yang
berhak dilontari kutukan keji. Bahkan Aphrodite sang Dewi Cinta tampak
lebih garang dibanding Hera (siapa bilang cinta itu tidak kejam?). Hanya
karena jumlah like di foto instagram terbarunya kalah banyak dibanding
jumlah like di foto seorang demigod bernama Psyche, dia memutuskan untuk
mengutuk gadis itu. Tapi, di tangan Om Rick, dewa-dewi juga bisa jadi
manusiawi kekinian kok.
“Seisi kota menangis. Pohon-pohon
mengucurkan tangisan getah. Awan menggelontorkan air hujan air asin nan
deras. Di Gunung Olympus, Ares menangis ke pundak Hephaestus. Aphrodite
dan Athena duduk bersama di sofa dalam balutan piama, menggasak coklat
sambil tersedu sedan. Hestia mondar-mandir di ruang singasana sambil
menyodorkan tisu kepada semua dewa-dewi.” (hlm. 319)
Masih
tetap mempertahankan humor kekiniannya, Riordan berhasil menyajikan
kisah-kisah tragis para pahlawan Yunani dalam bahasa yang anak muda
banget. Sama sekali tidak membosankan membaca buku tebal ini. Humor yang
dengan cerdik diselipkan om Rick sangat ampuh menghalau kantuk yang
datang saat pembaca membaca deskripsi panjang tentang Daedalus yang
membangun labirin untuk si Mino (*bukan Mino rappernya Winner loh*).
Membaca kembali 12 tugas Herkules yang puanjang itu bahkan tidak terasa
membosankan karena Om Rick mampu menuliskan ulang dalam versi yang lebih
kocak (dan bisa ditautkan ke media social kekinian). Sungguh buku tebal
yang sangat menyenangkan. Fans benar Percy Jackson kudu punya. Terima
kasih kepada Penerbit Noura Books yang telah setia menerbitkan
terjemahan-terjemahan seri keren ini. *kasih sesaji bakpia patuk ke
penerbitnya*
Mas Dion, ini beneran "lagu tema Ganteng-Ganteng Serigala"? Penerjemahnya iseng binggo, ya *LOL*
ReplyDeleteBtw, Mas Dion penggemar kisah2 fantasi Riordan, ya? Saya belum pernah baca sama sekali, tapi setelah baca review ini, kok kayaknya seru...
Iya, aku ngakak bener ini. Terjemahannya asyik sekali. Kebetulan aku ngikutin sejak Percy Jackson dan The Olympians buku 1. Awalnya beli, lama-lama dibuntelin #eh
DeleteSelama saya takut baca genre fantasi soalnya bukan kesukaan. tapi setelah baca review ini rasanya harus menjajal
ReplyDeleteHayuk dijajal
DeleteBerharap ada pdf versi indonesianya kaya buku pjo sebelumnya 😂
ReplyDelete