Judul: Kasus-Kasus Perdana Poirot
Pengarang: Agatha Christie
Penerjemah: Lany Wasono
Cetakan: 6, Agustus 2007
Penerbit: Gramedia
Pengarang: Agatha Christie
Penerjemah: Lany Wasono
Cetakan: 6, Agustus 2007
Penerbit: Gramedia
(gambar: bacaanbzee.files.wordpress.com)
Hercule
Poirot, detektif terhebat di abad kedua puluh dalam kisah rekaan Tante Agatha
Christie, memiliki basis penggemar fanatic yang mungkin kadarnya bisa ditandingkan
dengan penggemar Sherlock Holmes. Kalau saja belum ada Ben Cum yang memerankan
Sherlock, kayaknya dua kelompok bias eh penggemar ini bisa saling
gontok-gontokan demi mengangkat idola masing-masing. Saya terlebih dulu
mengenal Holmes ketimbang Poirot, sehingga inilah yang menjadikan saya lebih ke
Sherlockian ketimbang Poirotisme (halah), sementara teman saya yang lebih dulu membaca
Poirot ketimbang Sherlock juga begitu memuja detektif karya Tante Agatha.
Apakah perjumpaan pertama mempengaruhi kecenderungan ini? Dalam artian mereka
yang lebih suka Sherlock menyukainya karena mereka terlebih dulu membaca karya
Sir Athur Conan Doyle ini ketimbang membaca Agatha Christie? Entahlah.
Perkenalan
saya dengan Sherlock adalah ketika hendak mencari bahan skripsi di semester 5
kuliah dulu, dan saya langsung menyukai sosok detektif ini. Kemudian, setelah,
teman saya yang pro-Poirot meracuni saya untuk juga mencoba menyukai Hercule
Poirot (yang langsung saya ladeni dengan senang hati lewat menimbun karya-karya
Agatha Christie), perlahan saya mulai mengakui kalau baik Sherlock Holmes
maupun Hercule Poirot memiliki magnet tersediri untuk segera menjadi tokoh
favorit para pembaca dunia. Jika mau objektif, baik Holmes maupun Poirot punya
karakter yang hampir mirip, Sherlock dengan perfeksionismenya serta Poirot
dengan keteraturannya. Dua tokoh ini sama-sama unik, nyentrik dan di saat yang
sama memiliki kemampuan berpikir yang luar biasa. Tidak heran dua-duanya punya
banyak penggemar di dunia.
Kalau mau kenalan awal sama
Poirot, buku kumcer ini bisa jadi pilihan yang tepat. Walau di sini, dengan
keberadaan Hasting (yang mengingatkan saya pada Watson) agak terasa kemiripan
dengan Sherlock Holmes. Beberapa kasus dalam buku ini juga mengingatkan saya
pada beberapa kasus Sherlock, seperti misalnya kasus “Rancangan Kapal Selam” (hlm.
222) dan Pemerasan dengan “Wanita Berkerudung” (hlm. 327), tapi tentu saja
dengan ending mengejutkan khas Agatha Christie. Membuka kasus pertama di buku
ini sendiri akan langsung mengingatkan pembaca pada cara bercerita dalam
Sherlock Holmes. Doyle menggunakan sudut pandang orang kedua yakni, Watson,
yang mengisahkan sepak terjang sahabatnya itu. Sementara dalam buku ini, Kapten
Hasting lah yang bertugas menceritakan penyelidikan Poirot. Cara keduanya
menerima tamu juga sangat mengingatkan saya pada Sherlock.
Namun, meskipun terkesan ‘mirip’,
di saat yang sama Agatha Christie seperti hendak meyindir seniornya lewat tokoh
ini. Poirot dalam buku ini--seperti kata Mbak Ajjah--seperti bentuk
'pemberontakan Agatha' terhadap dominasi Holmes pada paruh pertama abad kedua
puluh. Bahwa "Hercule Poirot" tidak bekerja seperti itu, ada
cara-cara yang lebih praktis tanpa harus repot-repot menyamar atau mendatangi
lokasi atau kudu punya tubuh yang jangkung dan kuat selama kita tetap memiliki
pikiran yang metodis. Yang suka baca Holmes pasti tahu kalau detektif nyentrik
ini suka sekali terjun langsung ke TKP untuk menyelidiki (kadang lokasinya jauh
sekali) atau repot-repot menyamar. Dalam beberapa kasus, Holmes sendiri sampai
harus mempertaruhkan nyawanya demi menyelesaikan sebuah kasus. Sementara
Poirot, yang oleh Agatha digambarkan sebagai pensiunan detektif dan sudah
berusia cenderung tua, lebih mengutamakan penggunaan pikirannya yang metodis.
Bahkan dalam buku kumcernya ini, jarang sekali Poirot harus turun tangan
langsung demi menemukan si penjahat. Semua alur seperti sudah tercetak dalam
pikirannya dan dengan gayanya yang khas, Poirot akan mendekati si pelaku dan
mengungkapkan kejahatannya. Hanya sekali di buku ini ketika Poirot harus repot-repot
bertindak, yakni di kasus “Wanita Berkerudung’.
Beberapa cerita di buku ini
memiliki ending tambahan yang tersembunyi, saya sampai kepikiran berhari-hari
dan mendiskusikannya dengan Mbak Ajjah. Contohnya saja di kasus terakhir ‘Apa
Saja Isi Kebunmu?’ Perhatikan judulnya yang mengindikasikan sesuatu, lalu baca
kalimat-kalimat terakhir di cerita tersebut ketika Poirot memandangi taman
bunga dan seolah meminta maaf kepada bunga-bunga karena akan merusaknya. Ada
sesuatu yang dikubur di bawah bunga-bunga itu, dan bukan sekadar cangkang tiram.
Ayo tebak apa wkwkwk. Juga di kasus Warisan Dinasti Lemesurier (yang jelas sekali
mengingatkan pembaca pada ‘Kutukan Keluarga Baskerville’) ketika si pelaku yang
ternyata adalah ******* sendiri. Perhatikan di ending cerita, tentang si calon
korban yang ternyata juga berambut merah. Siapakah tokoh lain yang berambut
merah di kisah ini.
Saya belajar untuk menyukai
Poirot, meskipun Holmes tetaplah cinta pertama saya *halah. Sebagai pembaca,
kita telah diciptakan untuk mencintai tokoh-tokoh rekaan para penulis. Maka, antara Holmes dan Poirot memang sebaiknya
tidak dibanding-bandingkan mana yang paling bagus dan mana yang paling keren.
Keduanya sama-sama istimewa, hanya ditulis oleh dua penulis berbeda dalam kurun
masa yang juga berlainan. Yang Sherlockian sejati, cobalah baca juga Hercule Poirot dan juga Miss Marple (dengan ‘rempongisasinya'
yang bikin kangen). Kepada Poirot fans, sempatkan juga baca Sherlock Holmes
karena tidak bisa disangkal, Doyle adalah senior dalam tema kisah ini. Selayaknya,
kita bersyukur karena dunia telah dianugerahi dengan para penulis-penulis hebat
ini. Mereka yang telah membawa tokoh-tokoh luar biasa dalam dunia fiksi, untuk kita kagumi
dan kita sukai serta turut mewarnai kehidupan masing-masing dengan cara dan bentuknya sendiri.
Saya pun awalnya kubu Poirot.
ReplyDeleteTapi kemudian harus mengakui bahwa Poirot pun lahir sedikit banyak berkat kemunculan Sherlock.
Seperti kamu dan dia yang terbentuk dari luka-luka masa lalu sebelum kemudian dipertemukan Tuhan.
-----
*uhuk*
Kalo kita ketemunya dulu, paling aku ngotot ke dikau kalo Poirot lebih baik dari Sherlock, Mas Dion.
grin emotikon