Judul: 13, Kumpulan Cerpen Horor
Penulis: PAST! (Primadonna Angela & Shandy Tan)
Terbit: Juni 2015
Bahasa: Indonesia
ISBN: 978-602-03-1784-7
Halaman: 200 halaman
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Entah
sejak kapan angka 13 identik dengan sesuatu yang jahat, menyeramkan,
menakutkan, atau bikin sial. Mitos ini mungkin diperkuat oleh serial
film Friday, 13th yang dulu semacam jadi tontonan wajib generasi
90-an. Kesuksesan film horor dari barat ini yang mungkin tertanam dalam
benak banyak orang sehingga anggapan bahwa angka 13 sebagai angka sial
semakin kuat mengakar. Dalam buku kumcer hasil kolaborasi dua penulis
ternama ini, mitos angka 13 digali dengan leluasa, kemudian menjadi ide
atau setting atau subjek atau bahkan mungkin penyebab beragam peristiwa
menakutkan yang dalam buku ini cenderung tragis.
Cerpen pertama sebagai pembuka dibuka dengan begitu terbuka. Maksudnya, di pertengahan cerita, penulis sudah mengajak pembaca terjun bebas dengan peristiwa tragis yang tahu-tahu muncul. Seperti dalam hidup, kita tidak akan pernah tahu kapan musibah datang mendera. Dalam kisah ini, sebuah boneka menjadi saksi kunci pembunuhan keji dan kemudian mengisahkan kesaksiannya lewat mimpi. Penulisan cerita pertama pun ringkas, ngena, dan tampak benar kalau penulisnya memang piawai dan sudah biasa menulis (ya iyalah ya hehehe)
Saya paling suka dengan cerita ke-4, yakni Jalan 13 yang memiliki ending sangat tak terduga. Benar-benar deh, saya kok nggak kepikiran akhirnya seperti itu, serem-serem gimana gitu. Selesai membacanya seperti memunculkan semacam pertanyaan 'mengapa' yang mungkin tidak akan pernah ada jawabannya (kecuali kelak di Hari Perhitungan). Tapi, secara tersirat, penulis menyisipkan petuah-petuah dengan cara yang sangat elegan menurut saya, terutama jika pembacanya anak-anak ABG yang cenderung ngeyel dan sering merasa 'tak terkalahkan'. Darah muda sih.
Secara umum, saya menyukai cara menuliskan cerita-cerita dalam buku ini. Rapi, alurnya enak
diikuti, dan kalimat-kalimatnya sungguh luwes. Sangat tidak capek ketika
membacanya. Lancar sekali, selamat untuk kedua penulis.
Tapi,...
Saya
kurang suka dengan endingnya yang terlalu 'sama'. Dengan tokoh-tokoh
yang masih remaja, saya merasa para penulis terlampau kejam dalam
menulis ending cerpen-cerpen di buku ini. Maksudnya begini, cerpen horor
nggak selalu berkaitan dengan kematian kan ya? Beberapa boleh, tapi
kalau begitu banyak cerita berending kelam dalam satu buku ini ya bikin
aura pembaca ikut kelam, jadi baiknya baca kumcer ini sambil disela baca
komik lucu buat penangkal kemuraman.
Bagaimanapun, ada banyak
petuah yang tersirat dari kisah-kisah dalam buku ini. Disajikan dengan
baik dan lancar, pembaca remaja bisa banyak belajar tentang kehidupan di
buku ini. Gaya bahasanya juga khas remaja, dengan cerita khas anak zaman sekarang. Semoga, dengan membacanya akan mengajarkan pentingnya sikap menghormati, tidak menyia-nyiakan masa muda dengan hal-hal negatif, serta tidak langsung apatis dengan yang namanya larangan, takhayul, pamali, atau apa pun yang sejenisnya. Walau bagaimanapun, sebuah peringatan bertujuan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seabsurd apa pun bentuknya.
Kita semua terus belajar.
Terima kasih buat Alvina yang sudah minjemin buku ini.
minjem dong bukunya :D
ReplyDeleteSaya juga pinjem ini bukunya hahaha
ReplyDeleteBuku ini covernya menggoda banget sejak saya lirik-lirik di toko buku. Gaya font penulisnya mengingatkan saya akan gaya font anime kuroshitsuji. Ya. Memang Kuro, gelap, suram. Mungkin jika warna covernya agak-agak merah horornya lebih terasa :P
ReplyDelete"...banyak cerita berending kelam dalam satu buku ini ya bikin aura pembaca ikut kelam, jadi baiknya baca kumcer ini sambil disela baca komik lucu buat penangkal kemuraman"
Mas Dion ada-ada saja. Malah suspense nya gak kerasa dong. Kalau saya ketakutan baca buku horor saya baca sambil duduk di tengah-tengah jalan pintu, jadi kalau ingin ngacir bisa langsung tancap gas he he.