Judul : Balada si Roy 1, Joe Avonturir
Pengarang : Gol A Gong
Sampul :
Martin Dima
Cetakan : 1, 2012
Tebal : 366 hlm
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Seandainya
saya membaca novel ini semenjak remaja, pastilah ada banyak seklai pelajaran
hidup yang bisa saya pelajari dari kehidupan Roy. Kisah inspiratif remaja
bandel dari tahun 80-an ini memang pernah dimuat di majalah Hai sebagai serial bersambung sejak
1989, tapi kala itu sepertinya saya masih belum lancar membaca, belum kenal
majalah lain selain Bobo, dan juga
lebih suka bermain kejar-kejaran di sendang ketimbang membaca buku. Kata
generasi 80-an, novel ini nge-hits banget pada masanya, tapi rupanya itu bukan
masa saya, belum. Saya kebagian booming serial
Lupus yang ternyata lebih banyak
kocaknya ketimbang bab-bab tentang pelajaran hidupnya. Ya sudah, saya akhirnya jadi cowok humoris
saja dan bukannya seorang avonturir seperti Roy.
Apa itu Avonturir? Terus terang
saja juga baru ketemu kata ini di novel Balada
si Roy ini (*editor nggak gaul*). Kemungkinan, kata itu merupakan plesetan
atau peng-Indonesia-an dari kata ‘adventurer” dalam bahasa Inggris. Karena
/edventjerer/ terlalu susah dieja, makanya diganti avonturir. Dari percakapan
tokoh-tokoh di buku ini yang sepertinya
paham apa itu avonturir, saya menduga kata ini memang sempat populer di tahun
1980-an. Seorang petualang, begitulah kira-kira, atau untuk zaman sekarang
mungkin bisa dibandingkan sebagai seorang ‘kere traveler’. Tapi tidak, seorang
avonturir menurut saya lebih dari seorang traveler. Mereka memiliki sesuatu
tujuan yang lebih megah dalam perjalanannya, tidak semata-mata bertualang untuk
melepas penat, tetapi juga untuk menyepi, untuk menepi, untuk melihat dunia,
dan merenungkan makna kehidupan. Biasanya, ada sesuatu yang mereka hasilkan
setelah perjalanan itu, entah buku, lagu, atau ilmu tertentu.
Dalam buku Balada si Roy pertama, kita diajak berkenalan dengan Roy, seorang
remaja usia 17 tahun yang bandelnya nggak ketulungan. Roy ini digambarkan
sebagai pemuda urakan namun memiliki pesona tertentu yang bisa mengaet para
gadis. Dia nakal tetapi tidak untuk menyakiti orang lain. Roy ini beringas tapi
hanya ketika dia didzalimi atau melihat kedzaliman di depannya. Dia juga suka
membantu orang yang kesusahan serta sangat setia kawan. Cowok bandel tetapi
tidak merusak. Kalau di zaman sekarang, istilahnya bad boy yang banyak digilai oleh para remaja putri. Roy tinggal
bersama Ibunya, yang hidup dengan mengandalkan keahlian menjahitnya. Ayahnya
telah meninggal sejak Roy masih SD, waktu itu sang ayah meninggal di pelukan
alam yang memang menjadi kecintaan sejatinya. Bakat mencintai alam itulah yang
rupanya menurun kepada Roy.
Buku pertama ini dibagi menjadi
dua bagian, yakni JOE dan VONTURIR. Pada bagian pertama, kita akan diajak
berkenalan lebih jauh dengan Roy di masa remajanya, juga sesekali bernostalgia
ke masa kecilnya. Masalah rupanya tidak pernah berhenti melingkupi Roy, mulai
dari perkelahian remaja hingga kebut-kebutan di jalan raya. Belum lagi sifat
slebornya yang suka lirik-lirik genit kalau lihat cewek cantik lewat, katanya
dia mungkin tidak bisa hidup kalau sehari ngak lihat cewek cantik LOL.
Kegenitan Roy ini untungnya didukung oleh fisiknya yang memang memiliki pesona
sendiri bagi para cewek, fisik keras seorang bad boy yang selayaknya akan melindungi semua yang dicintainya.
Pesona inilah yang membuat Roy berkali-kali ’putus-jadian’ dengan banyak cewek.
Ada alasan tertentu mengapa dia melakukan hal ini.
Membaca buku ini, tampak sekali
bahwa novel ini memang ‘cowok banget’. Begitu banyak kutipan keras dan liar
tentang dunia cowok, dan penulis juga tidak main-main dalam memunculkan
karakter Roy yang cowok banget ini. Tidak tanggung-tanggung, Roy digambarkan
harus mengalami semua hal yang memang disukai oleh remaja cowok berandalan,
mulai dari berkelahi, minum minuman keras, mengonsumsi pil koplo, ikut ajang
balapan liar, hingga menjadi playboy kelas
kampung. Banyak orang geleng-geleng dengan sifatnya ini, untungnya Roy adalah
tipe bad boy yang sportif, yang hanya
melawan kalau dia diganggu. Namun demikian, Roy ini juga digambarkan sebagai
seorang calon pengarang. Dia pandai membuat cerpen, dan karyanya ini sering
masuk di majalah. Sulit membayangkan ada sosok penulis remaja yang bad boy seperti ini, tapi jika memang
benar-benar ada, pasti akan unik.
Pengalaman, kenakalan, dan
berbagai kejadian yang dialami Roy telah mengantarkannya pada keputusan untuk
melakukan petualangan. Bumi menunggu untuk dijelajahi, tapi tidak untuk
ditaklukan. Bagi Roy, petualangan akan menjadi sekolahnya untuk belajar tentang
kehidupan. Bagi kita, para pembacanya, membaca buku ini adalah salah satu cara
belajar tentang kehidupan. Dari kerasnya kehidupan Roy, kita masih bisa
merasakan keindahan dan optimisme masa remaja. Seandainya ada lebih banyak
remaja zaman sekarang yang mau membaca buku ini, pasti akan muncul lebih banyak
lelaki-lelaki hebat macam Roy. Bagi para orang tua, novel ini perlu dibaca
karena akan membantu mereka memahami lebih dalam karakter dari putra-putri
mereka yang masih remaja. Tidak untuk menghakimi, tetapi berusaha memahami dan
kemudian membimbing mereka.
Sebagaimana tulisan Gol A Gong
yang lain, novel ini terasa kental banget aroma mengguruinya. Menggunakan sudut
pandang orang ketiga, penulis bisa dengan leluasa menyisipkan petuahnya yang lebih
merupakan semacam komentarnya terhadap kehidupan Roy. Tapi kesan menggurui ini
diimbangi dengan peceritaan yang mengalir serta karakter Roy yang sangat kuat.
Karakter utamanya dibangun dengan perlahan-lahan, sama sekali tidak dipaksa
untuk tiba-tiba berubah menjadi baik. Kita seperti bisa mengikuti perjalanan
kehidupan Roy hingga akhirnya bisa memahami dan mungkin bersimpati kepada si
remaja bandel ini. Begitu banyak kalimat
quotable dalam buku ini, saking
banyaknya saya jadi bingung mau ambil yang mana. Cobalah asal buka buku ini,
halaman berapa saja, niscaya aka nada satu atau dua kalimat inspiratif berisi
ajakan positif. Larik-larik berikut mungkin bisa mengambarkan bagaimana karakter seorang Roy:
Laki-laki artinya mempunyai keberanian.
Mempunyai martabat. Itu artinya percaya pada kemanusiaan.
Itu artinya mencintai tanpa cinta itu menjadi jangkar.
Itu artinya berjuang untuk menang. (hlm 1)
Langsung cari ke Gramedia :D
ReplyDeleteWoy blanja buku mulu hihihi yg timbunan dibaca dulu eaaa
ReplyDeletekeren tuh bukunya
ReplyDeleteMantap lagi santai baca buku yang seru.
ReplyDeleteKeren ... makasih ya
ReplyDelete