Judul : World War Z, An Oral History of the
Zombie War
Pengarang: Max Brooks
Cetakan: 1, mass market edition
Tebal : 420 hlm
Penerbit : Three Rivers Press
Mungkinkah
dibutuhkan dulu adanya suatu pandemi akbar yang menimpa seluruh dunia agar umat
manusia bisa saling bersatu? Bisa jadi, buku ini membuktikannya. Pertama kali semenjak berakhirnya Perang Dunia
Kedua, umat manusia kembali dihantam oleh bencana yang hampir memusnahkan
eksistensinya dari muka bumi. Bukan perang nuklir atau radiasi bom atom, bukan
pula bencana tsunami atau letusan supervolcano. Ancaman itu berasal dari jazad
renik yang menginfeksi manusia sehat, membunuhnya, dan kemudian, membangkitkan
mereka menjadi mayat-mayat hidup yang selalu lapar. Perang kali ini adalah
perang akbar melawan zombie.
Tidak
ada yang tahu darimana infeksi itu berasal, tapi dari cerita awal di buku ini,
semuanya bermula dari “pasien nol” yang ditemukan di dusun New Dachang, di
pedalaman Tiongkok. Seorang anak usia 12 tahun dirantai karena telah mengigit
ibunya sendiri dan beberapa orang lain di sekitarnya. Luka gigitan itu sangat
aneh, tidak ada darahnya, sementara korban menunjukkan gejala aneh, lebih parah
dari korban penyakit rabies. Kurangnya kontrol lembaga kesehatan dan kacau
balaunya birokrasi membuat virus ini menyebar, lewat kapal kargo, lewat
pesawat, juga lewat pihak keluarga yang menutup-nutupi anggota keluarganya yang
telah terinfeksi. Mirisnya, banyak yang digigit oleh mayat hidup yang dulunya
adalah keluarga mereka sendiri, orang-orang terkasih.
Zombie-nya bisa lari kenceng ... ngeri euy
Korban
pun bergelimpangan. Mayat-mayat yang tergigit dan terinfeksi kembali bangkir
dari kematian. Dengan kulit berlumuran darah, bibir sobek, tangan putus, dan
bola mata yang tergantung keluar, mereka bergerombol mencari korban. Rasa lapar
yang tak terpuaskan mengendalikan gerombolan itu, memangsa semua manusia yang
ada di hadapannya. Serangan zombie kali ini cukup mengerikan karena
zombie-zombie versi terbaru ini bisa bergerak dengan cepat, rasa lapar seolah
menjadi kekuatan yang tak pernah habis. Mereka tidak akan berhenti sampai
mendapatkan korbannya, mengigitnya, membunuhnya, dan memunculkan lagi
zombie-zombie baru yang sama laparnya. Hanya ada satu cara untuk menghentikan
mereka, yakni dengan menghancurkan otaknya. Tetapi, ketika pemerintah dunia
menyadarinya, semuanya telah terlalu terlambat.
Kepanikan
melanda seluruh dunia—hingga memunculkan istilah Panik Besar—akibat meluasnya wabah zombie di seluruh dunia.
China, Amerika, Afrika, Israel, Korea Utara, Prancis, Islandia, Indonesia,
Rusia, Australia; hampir seluruh kota-kota di dunia tumbang karena serangan
zombie. Dalam kepanikan yang merajalela, para saksi mata mengisahkan tragedi,
petualangan, perjuangan mempertahankan hidup, dan pelarian mereka demi
menyelamatkan diri dan orang-orang yang disayangi. Dunia diambang kepunahan,
jutaan nyawa melayang—hanya untuk bangkit lagi seabagi pasukan zombie yang
kelaparan dan menuntut korban.
Empat
bintang tanpa ragu saya berikan untuk buku ini karena keunikan format
“berceritanya”, juga karena detail geografis, etnologis, psikologis, medis,
hingga sejarah yang melengkapi rincian penceritaan di dalamnya. Pengisahan dari
sudut pandang orang pertama semakin memunculkan nuansa seram itu,seperti ketika
kita tengah mendengar seseorang mengisahkan kisah-kisah seram. Format narasi
dari WWZ ini agak berbeda dengan novel kebanyakan. Sebagaimana judulnya, buku
ini adalah kumpulan hasil wawancara antara si penulis dengan para saksi mata
tentang kengerian yang mereka alami selama berlangsungnya perang zombie. Terasa
seperti buku kumpulan kesaksian, tapi ini novel fiksi tentu saja, jadi jangan
khawatir.
Awalnya,
agak kagok juga membaca novel rasa nonfiksi seperti ini. Tapi, begitu kita
menyimak cerita para saksi mata, secara tidak langsung, penulis membawa kita
memasuki ceritanya. Semua kesaksian dikumpulkan dari penjuru dunia, dari setiap
saksi mata atau saksi hidup yang mengalami sendiri peristiwa itu. Lebih
kerennya lagi, wawancara dengan puluhan orang berbeda di buku ini begitu
detail, masing-masing narasumber memiliki karakter-karakter yang berbeda, tentu
dengan detail latar belakang dan bidang kemampuan yang berbeda. Benar-benar
seperti mendengarkan puluhan orang yang berbeda tengah menceritakan versinya
masing-masing. Beberapa diantaranya sangat spooky,
ada yang lucu, juga miris. Paling menyeramkan menurut saya adalah kesaksian
dari seorang otaku di Tokyo saat
apartemen 19 lantainya dikepung oleh zombie zombie yang kelaparan.
Kehebatan
penulis juga tampak dalam caranya mengurutkan semua narasumber di buku ini.
Pada bab-bab awal, dia menyuguhkan
wawancara dengan orang-orang yang menjadi saksi dimulainya wabah zombie. Di
bagian tengah, mereka yang menyaksikan Kepanikan Besar, dan begitu seterusnya
hingga dimulainya perang melawan para zombie ini. Sepertinya, kita seperti sedang
membaca kumpulan cerita orang per orang, tapi secara keseluruhan, semua kisah
itu membentuk semacam plot yang runtut, dan anehnya tidak membosankan. Semakin
ke belakang, semakin penasaran dibuatnya.
Ingin mencari kisah zombie yang berbeda, atau mungkin sudah menonton
versi filmnya yang dibintangi oleh Tom Cruise (atau Brad Pitt ya? Tolong saya ga bisa bedakan LOL!) dan sangat spooky secara visual itu? Coba baca juga versi novelnya, rasanya
benar-benar berbeda!
gambar: https://pmcdeadline2.files.wordpress.com/2013/07/world-war-z10__130614054107.jpg
gambar: https://pmcdeadline2.files.wordpress.com/2013/07/world-war-z10__130614054107.jpg
Wah, belum diterjemahkan ya? Aku suka filmnya sih. Menegangkan banget. Tapi kayaknya detail geografis, etnologis, psikologis, medis, sama sejarahnya kurang ngena. Boleh dicoba nih.
ReplyDeleteYup, saya sangat mendukung kalau novel ini diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Benar-benar pengalaman membaca yang berbeda.
DeleteI..ituu...bukan ebook to, Yon? #salahfokus...
ReplyDeleteBukan, aku ada ebooknya mbak kalo mau.
Deleteboleh minta ebooknya mas? terimakasih sebelumnya :)
DeleteEh, kayaknya pelmnnya yang main kangmas Brad Pitt deh, masdi, bukan abang Tom Cruise.... *tp tetep aja aku gak berani nonton* :p
ReplyDeleteWah iya Brad Pitt hyakakakak skip skip *ga bs bedain*
DeleteAku udah nonton filmnya, seru siiih... meski masih lebih sukaan I Am Legend hehe... tapi bukunya kayaknya oke juga ya, unik alurnya :)
ReplyDeleteKalo itu kesaksian asli dan bukan gawean penulis aku gak tau bakalan ngungsi kemana masdi. Serius, nih film keren dan menegangkan. Tapi, untuk masalah etiologi penyakit dan medik nya, aku setuju sama mbak Ratri.. Kurang ngena sih yang di film ..
ReplyDeleteSuka versi filmnya... kecuali bagian endingnya. Ih, maksa banget gitu lo.
ReplyDeleteTapi jelas lebih suka bukunya sih.
Met siang mas
ReplyDeleteSaya dri Manado Sulawesi Utara.
Ada e book yg versi terjemahan bahasa Indonesianya gak ? English saya parah mas... hehe.
ada terjemahannya di http://ceritahororterjemahan.blogspot.co.id/2015/05/terjemahan-world-war-z-pendahuluan.html
Delete