Search This Blog

Monday, November 17, 2014

Dunia Anna

Judul     : Dunia Anna, Sebuah Novel Filsafat Semesta
Pengarang : Jostein Gaarder
Penerjemah : Irwan Syahrir
Penyunting : Esti Budihapsari
Tebal: 244 hlm
Cetakan : 1, Oktober 2014
Penerbit : Mizan


23433546

               
Kita mengenal Jostein Gaarder lewat karya fenomenalnya Dunia Sophie yang berhasil mengugah pembaca awam untuk mau dan berani mempelajari filsafat. Melalui novel tebal tersebut, tema filsafat terevolusi menjadi sebuah tema yang menarik serta tidak membosankan. Banyak remaja tertarik mempelajarinya setelah membaca Dunia Sophie. Begitu juga dengan Dunia Anna, lewat buku ini Gaardner hendak mengangkat isu lingkungan yang jarang disentuh dalam karya-karya fiksi. Pengarang yang akhir-akhir ini ikut aktif dalam kegiatan pecinta lingkungan ini memang selalu mampu memunculkan sesuatu yang baru dan segar ke hadapan pembaca. Lewat kata-kata sederhana, baris-baris kalimat khas anak muda, Dunia Anna sesungguhnya mengusung misi berat tentang lingkungan hidup, tentang Bumi yang semakin rapuh, sekaligus hendak menyentil pemahaman kita akan masa depan.

                Pada seratus tahun lalu, bumi ini masih begitu memesona. Namun, dalam abad ini, bumi telah kehilangan pesonanya. Dunia kini telah begitu berubah.  (hlm 35)

                Tahun 2012, seorang gadis remaja bernama Anna yang tinggal di Norwegia mendapatkan mimpi yang menyerupai sebuah visi. Dalam mimpinya, dia menjadi Nova, cicitnya yang akan dia jumpai di masa depan, tepatnya di tahun 2082. Melalui Nova, Anna bisa melihat kondisi bumi seratus tahun ke depan, yang telah begitu rusak akibat pemanasan global. Ribuan spesies binatang dan tumbuhan langka akhirnya punah. Sementara di alam liar, binatang dan tumbuhan sudah kehilangan habitatnya. Kota-kota di daratan rendah dan pantai sudah tenggelam. Tidak ada lagi kepulauan Maldives dan pulau-pulau indah di Pasifik. Kawasan yang kini kita sebut sebagai Afrika Utara dan Timur Tengah sudah tidak bisa ditinggali karena terlalu panas. Dan orang-orang Arab pun mengendarai untanya ke utara, ke Norwegia. Bukan lagi mereka sebagai pengungsi perang atau karena kelaparan, tetapi pengungsi iklim. Semuanya karena konsumsi minyak bumi berlebihan sehingga memunculkan efek rumah kaca bagi Bumi.

                Minyak bumi telah menjadi bencana buat negaraku. Kami menjadi kaya dengan cepat, tapi sekarang kami malah jadi miskin. Bagaimana bisa tetap kaya kalau kami tidak punya negara yang dapat ditinggali?” (hlm 77)

                Bumi di tahun 2082 sudah begitu jauh berbeda dibanding Bumi saat ini. Belum pernah sebelumnya, teknologi layar sentuh begitu canggihnya sehingga mampu menampilkan visualisasi dari satwa-satwa yang (dulu) hidup di alam liar. Namun, pada saat yang sama, generasi masa itu telah kehilangan hak mereka untuk bisa menyaksikan berbagai satwa liar di habitatnya yang asli.  Bumi sudah terlalu panas, es-es di kutub sudah hampir habis mencair, dan suhu Bumi telah meningkat dengan sedemikian pesat. Nova hendak menyalahkan Anna—nenek buyutnya—karena tidak berbuat apa-apa demi menjaga kelangsungan hidup binatang dan flora liar. Tapi, konon, semuanya bisa diatasi dengan satu permintaan kecil pada sebuah cincin bermata rubi yang konon adalah milik Aladin. Masih tersisa satu permintaan yang belum diluluskan. Dan Anna di masa depan hendak menggunakan jatah permintaan terakhir itu untuk memperbaiki bumi.

                “Kita adalah generasi pertama yang memengaruhi iklim di bumi, dan pada saat yang sama generasi terakhir yang tidak mau menerima keharusan membayar harganya …. Sungguh menyakitkan, Anna. Karena, bukanlah alam yang membunuh. Tetapi kita, manusia. “ (hlm 241)

Lewat mimpi yang menerawang ke masa depan itulah Anna tergerak untuk mempelajari lebih lanjut tentang pemanasan global dan isu-isu lingkungan. Bersama sang pacar, Jonas, mereka kemudian membuat semacam program unik yang berupaya mengaitkan antara isu lingkungan dengan hal-hal yang menarik minat sebagian besar manusia, seperti ketertarikan mereka pada selebritis dan pemain bola. Secara tidak langsung, Gaarder turut menawarkan satu solusi yakni dengan ‘menjual ‘ keanekaragaman hayati sebagai suatu bentuk keperdulian masyarakat dunia, demi keberlangsungan hidup umat manusia. Juga, agar generasi masa mendatang tidak kehilangan hak-haknya untuk bisa melihat satwa dan flora yang saat ini masih bisa kita saksikan hidup di alam liar.

“Kita telah menjauhkan diri kita dari alam tempat kita hidup dan mengabaikan seluruh eksistensi. Sudah sebegitu jauh hingga kebanyakan orang lebih bisa menyebutkan nama-nama pemain sepak bola dan bintang film ketimbang menyebutkan jenis-jenis burung.” (hlm 173)

Lalu, apakah kaitan antara cincin Aladin, lotere, pemanasan global, dan seorang gadis remaja yang tinggal di sebuah kota kecil di Norwegia? Jostein Gaarder akan merangkai jawabannya dalam sebuah prosa yang unik dan sama sekali tidak membosankan lewat novel ini.  Ukurannya yang tipis, dengan sampul indah, serta gaya bahasa yang khas remaja; menjadikan buku ini cocok dibaca oleh siapa saja, terutama bagi para remaja yang kelak akan menjadi generasi penerus sekaligus melahirkan generasi-generasi masa depan. Lewat Dunia Anna, pengarang berhasil menyatukan sedikit aroma filsafat dengan isu lingkungan hidup, kemudian mengejawantahkannya lewat kisah dua remaja dalam bahasa yang sederhana namun sangat memikat.  Banyak sekali baris-baris yang layak dikutip dalam novel ini, juga baris-baris yang akan langsung menyentil kesadaran kita, para pembaca, untuk lebih peduli dengan isu lingkungan hidup. Karena bumi kita hanya satu, mari kita jaga bersama-sama.


                “Jutaan spesies masih terancam bahaya besar. Berbagai laporan yang menakutkan bermunculan. Namun, belum terlambat untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati bumi ini. Dunia ini bisa mendapatkan kesempatan kedua, jika kita turut aktif berperan serta.”

6 comments:

  1. Replies
    1. tentang pemanasan global. bagus dan layak dibaca untuk menyadarkan kita ttg pentingnya menjada alam

      Delete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete