Search This Blog

Wednesday, April 30, 2014

Avatar Keadilan

Judul : Avatar Keadilan
Pengarang : Nararosa
Editor : Elis W
Tebal : 371 hlm
Sampul : BlueGarden
Cetakan : 1, Maret 2010
Penerbit : DIVA Press



Abad VI masehi, masa-masa pra-antik di pulau Jawa. Kala itu, hutan rimba menyelimuti sepenjuru pulau. Jawadwipa belum dikenal dunia selain dari catatan-catatan para biksu dan pendeta dari Tiongkok dan India sebagai sebuah pulau beras yang sangat subur. Jawa abad VI, belum banyak catatan dan prasasti sehingga tentang kala itu pun para ahli sejarah masih mereka-reka seperti apa rupa Jawa sebelum munculnya kerajaan-kerajaan besar Mataram Hindu dari wangsa Sanjaya dan Wangsa Syailendra. Hanya ada selentingan kabar tentang sosok ratu yang memerintah kerajaannya dengan adil, Maharatu Shima.

                Dalam sebuah catatan sejarah Dinasti Tang, seorang biksu bernama Fa Hien dari Tiongkok mendarat di sebuah kerajaan yang disebut Holing di pesisir utara Jawa. Kita mengenalnya sebagai kerajaan Kalingga, yang satu zaman dan satu masa dengan kerajaan Galuh dan Tarumanegara di Jawa Barat. Dalam catatan itu, disebutkan tentang masa-masa keemasan Kerajaan Kalingga yang dipimpin oleh seorang maharatu yang sangat adil dan Berjaya. Dia dikenal sangat tegas dan tidak pilih-pilih dalam menegakkan hukum. Mata dibalas mata, tangan dibalas tangan. Pencuri yang tertangkap harus dipotong tangannya.

                Buku ini mencoba menggambarkan sosok Maharatu Shima dalam bingkai fiksi. Dimulai dari masa kecilnya, nama aslinya adalah Nongga. Gadis cilik sebatang kara ini diangkat dan dididik menjadi seorang biksuni di Vihara Buddha, yang menjadi tempatnya belajar ilmu agama, ilmu jiwa, dan juga ilmu beladiri. Setahap demi setahap, pembaca akan diajak menelusuri perkembangan Nongga muda hingga menjadi seorang sosok wanita dewasa yang perkasa. Bagaimana beliau bisa diangkat menjadi ratu, bagaimana kira-kira dirinya memandang zamannya—yang kala itu begitu kental dengan kuasa laki-laki.

                Setting Jawa kuno yang berhutan dan terliputi nuansa gaib menjadi daya tarik utama buku ini. Saksikan bagaimana Shima mengembara mencari Bhumi Sambara sebagai tempatnya menggembleng diri dan mendapatkan pencerahan. Membaca buku ini ibarat menonton kisah-kisah epic-kolosal dari tanah Jawa kuno, lengkap dengan hutan angker, berbagai jurus sakti, istana-istana megah, kehidupan pedesaan yang masih asri. Paling menarik tentu saja adegan ketika Maharatu harus memotong tangan putranya sendiri, sang putra mahkota, karena anak itu telah mengambil benda yang bukan haknya.

"Tidak ada yang boleh mengalahkan keadilan. Keadilan adalah citarasa manusia berbudaya. Hukum keseimbangan harus tetap seimbang. Sang dewi keadilan tidak boleh dikalahkan." (hlm 338)

                Minimnya referensi dan catatan tertulis dari abad VI Masehi membuat penulis harus berkreasi dalam mengisi bolong-bolong sejarah dan menjadikan cerita ini utuh. Rupanya, penulis memilih dunia gaib dan ajaran Buddha sebagai pengisi bagian-bagian yang masih kosong. Tentang siapa sebenarnya sosok sang Maharatu ini, memang masih terliputi kabut ketidaktahuan. Kurangnya prasasti dari masa Kalingga membuat kita hanya bisa mereka-reka tentang keberadaan seorang Maharatu Shima, sosok perempuan tangguh yang adil dan berhasil membawa kejayaan bagi negerinya.

NB: Catatan untuk sampulnya yang kurang cocok. Settingnya Jawa kuno tapi kok covernya puri Eropa dan ada embak-embak pakai gaun trus bawa pedang ala Eropa ya? Hayo, Blue Garden, ini catatan buat Anda!

                

3 comments:

  1. Huahaha... Baru mau komen masalah sampulnya juga nih, mas... Kirain ceritanya tentang lady Eropa zaman kegelapan yang terdampar di Jawa abad VI.

    ReplyDelete
  2. hihi sama, aku juga tadinya kirain ini buku dengan latar eropa kuno atau kerajaan di barat gitu.. apalagi judulnya ada avatar2 segala.. ternyata malah berlatar di jawa :D

    ReplyDelete
  3. eng.. Kira kira jaman dia jadi ratu, suaminya jadi raja juga ngga ya?

    ReplyDelete