Search This Blog

Monday, March 17, 2014

Rahasia Meede, Misteri Harta Karun VOC

Judul : Rahasia Meede, Misteri Harta Karun VOC
Pengarang : ES. ITO
Penyunting : Yulia Fitri
Sampul : Windu Budi
Cetakan : 1, Agustus 2007
Penerbit : Hikmah
Tebal : 675 hlm



“Novel yang dahsyat detail sejatahnya dan inspiring. Pram muda telah lahir …”

                Sepenggal pernyataan Fadjroel Rachman terhadap novel Rahasia Meede di atas begitu tepat menggambarkan kualitas seorang ES ITO sebagai pengarang buku ini. Dalam hal menyindir dan menyentil hati pembaca Indonesia, gaya penulis memang agak mirip dengan gaya Pram, hanya saja dalam konteks yang lebih kekinian. Sementara dari detail dan alur cerita, tidak bisa tidak, pembaca akan teringat dengan Dan Brown saat mengarang Da Vinci Code, meskipun novel ini jauh lebih detail dan kaya akan informasi sejarah. Salut sekali saya dengan kepiawaian penulis dalam meramu unsur-unsur sejarah, kemudian menyajikannya dalam sebuah prosa yang tidak hanya sastrawi, namun juga informatif dan sangat seru. Aneka kejadian, konspirasi, dan narasi bergerak cepat, saling susul-menyusul sehingga pembaca seolah diajak adu balap dalam ceritanya. Belum lagi aneka informasi sejarah tentang masa lampau Hindia Belanda, VOC, hingga akhirnya ke masa-masa perjuangan Kemerdekaan RI; semuanya dirangkum dan dituliskan dalam lajur-lajur tulisan yang padat tetapi tetap enak dinikmati.

                Secara garis besar, Rahasia Meede meniru Dan Brown dalam mengolah sejarah menjadi sebuah konspirasi. Sebuah terowongan kuno ditemukan tepat di bawah kota Jakarta dengan pintu masuk di dalam Museum Sejarah Jakarta. Jalur terowongan itu memanjang melewati bangunan-bangunan bersejarah yang tersebar di kota tua: Museum Bank Mandiri, Lapangan Merdeka, Istana Negara, bahkan sampai ke Monas. Tidak ada yang mengetahui ini selain 3 peneliti Eropa yang disewa oleh Dinas Kebudayaan Indonesia. Mereka yakin, terowongan itu akan berujung pada batang-batang emas simpanan VOC yang diklaim dapat digunakan untuk melunasi utang luar negeri Republik Indonesia.

                Sementara itu, pembunuhan berantai terjadi di penjuru Nusantara dan dunia. Lima tokoh besar ditemukan tewas di kota-kota yang berawalan dengan huruf B, yakni Boven Digoel, Banda, Brussel, Bukit Tinggi, dan Bangka. Pada masing-masing mayat ditemukan juga selebaran berisi satu dosa dari Tujuh Dosa Sosial yang dicetuskan Mahatma Gandhi.

                Perniagaan tanpa moralitas
Politik tanpa etika.
Sains tanpa humanitas.
Peribadatan tanpa pengorbanan
Kekayaan tanpa kerja keras
Pengetahuan tanpa karakter
Kesenangan tanpa nurani.

Lima korban, dan dua korban lagi di dua kota yang juga berawalan dengan huruf B. Wartawan Batu Noah Gultom ditugaskan oleh harian Indonesiaraya untuk mengikuti kasus ini. Kepolisan telah menudingkan telunjuknya ke gerombolan Anarki Nusantara yang dipimpin oleh Attar Malaka. Kelompok ini bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip keadilan dengan tangan mereka sendiri. Mereka tidak mengakui hukum dan bergerak atas nama pribadi. Petunjuk pertama membawa Batu ke pelosok Nias, mencari tahu lambang tato yang konon paling tua di dunia. Pembaca akan diajak menjelajahi kepulauan terpencil ini, dengan segala aspek budaya dan alamnya yang masih sangat asri, benar-benar tamasya yang menyenangkan.

Sementara di Jakarta, ketiga peneliti Eropa itu dikejutkan oleh temuan mereka di lorong bawah Jakarta, sebuah penemuan yang akhirnya menjerumuskan ketiganya dalam sebuah konspirasi mengerikan. Peneliti lain, Cathleen, yg juga berasal dari Belanda malah menjadi korban penculikan ketika dia menaiki penahu pinisi di Tanjuk Priok, yang membawanya jauh ke pedalaman kepulauan Banda dan rempah-rempahnya. Sama sekali dia tidak tahu bahwa dirinya juga telah terseret dalam sebuah perseteruan maut antara dua kelompok yang memperebutkan emas VOC. Siapakah penjahat yang sebenarnya? Konspirasi apa yang sedang terjadi? Dan siapakah tokoh pahlawan dalam novel ini? Serta, apakah emas VOC itu benar-benar ada? Rasa ingin tahu pembaca akan terus diseret sepanjang membaca novel ini. Setiap kalimatnya mengintimidasi untuk terus melanjutkan, meskipun sesekali pembaca harus berhenti sejenak untuk mengelus dada saat sindiran-sindiran penulis begitu telak menghantam jati diri kita sebagai manusia Indonesia.

Dari Kota Tua Jakarta, pembaca akan diajak berjalan-jalan ke pedalaman Nias dan Sumatra, berpesiar naik perahu pinisi ke Makasar, menikmati aroma rempah di Maluku, melompat ke dinginnya Brussel dan Belanda, lalu kembali lagi ke kepadatan Jakarta. Mengobrak-abrik Menteng, menyelusup ke Istana Merdeka, menerobos jauh ke dasar Monumen Nasional, berputar-putar di Pulau Onrust, lalu masuk ke dalam sebuah kelas nan bersahaja di pelosok Sumatra. Semuanya digambarkan dengan begitu detail dan narasi yang tajam, tidak berboros kata tetapi benar-benar sangat menusuk rasa ke-Indonesiaan kita. Gelontoran fakta sejarah juga tak habis-habisnya diobral si penulis. Kita diajak berkenalan dengan JP Coen yang ternyata dulunya adalah seorang akuntan, dengan tokoh-tokoh besar seperti Muhammad Hatta dan M. Gandhi, ikut masuk dan mempelajari kantor wartawan, dan merasakan bagaimana kerja seorang intelijen negara. Luar biasa! Penulis pasti melakukan riset yang tidak main-main saat mengarap buku ini.

Ketika akhirnya Batu dan Cathleen dipertemukan dengan sosok misterius pemimpin Anarkhi Nusantara, semakin jelaslah siapa dalang sesungguhnya dibalik konspirasi besar yang telah berusia ratusan tahun ini. Merentang sepanjang hampir 400 tahun sejak VOC berlabuh di pulau Onrust hingga pendirian Monumen Nasional, telah tersusun untaian sejarah panjang kolonial yang begitu kelam sampai akhirnya cahaya benderang muncul ketika M. Hatta menandatangani Penandatanganan Kedaulatan republic Indonesia. Dan lebih dari enam puluh tahun setelahnya, generasi Indonesia yang lebih muda, harus berjuang menyelamatkan keutuhan negara dari konspirasi tangan-tangan kekuasaan yang hendak menjungkirkan kedaulatan negara yang sudah susah payah dibangun oleh para pendiri bangsa. Sebuah bacaan yang sangat bergizi.



No comments:

Post a Comment