Judul : Bloody River
Pengarang : Esa Nalendra
Editor : RN
Halaman : 214 hlm
Cetakan : pertama, Oktober 2013
Penerbit : GACA
Pengarang : Esa Nalendra
Editor : RN
Halaman : 214 hlm
Cetakan : pertama, Oktober 2013
Penerbit : GACA
Lima abg
dari kota, merasa penat dengan sumpeknya kota, memutuskan untuk berkemah di
alam liar. Udara segar yang mereka cari,
pemandangan indah yang mereka nanti; tapi sayang, yang menunggu di depan adalah
tragedi. Mereka berkemah di tempat dan di waktu yang salah!
Semua
berawal ketika keputusan berkemah itu dilakukan secara terburu-buru, dan
mengabaikan peringatan dari orang tua. Biasalah, tipikal anak-anak remaja yang
cenderung suka membangkang, tidak gampang dinasehatin, dan jagonya ngeles. Tapi, kali ini, kelima remaja
itu akan merasakan sendiri akibat dari tidak mematuhi nasihat dari orang tua.
Kawasan tepian sungai yang hendak mereka
gunakan untuk berkemah tiba-tiba berubah menjadi hutan yang menyesatkan.
Seharian mereka berputar-putar dan tak tampak sekalipun jalan keluar. Kelima anak
abg itu, enam orang ditambah satu anak dari sekitar situ, tersesat di kawasan
tepian sungai yang terkenal angker. Mereka telah melangkahi akar mumang (akar mimang).
Akar Mimang berasal dari
Pohon Dewandaru. Sejak zaman dahulu akar mimang sering digunakan masyarakat
jawa sebagai sarana untuk menjaga rumah atau gedung yang menyimpan barang
berharga dari orang yang berniat jahat (pencuri). Rumah atau kantor yang
halamannya ditanam Akar Mimang akan mampu membuat bingung pencuri yang masuk.
Akar Mimang ini berwarna kuning kecoklatan. Akar ini sering di sebut dengan oyot
mimang atau akar mimang karena menonjol
pada permukaan tanah, bumi. Akar ini sangat terkenal mistik, konon siapa saja
yang melangkahi akar ini di dalam hutan maka akan bingung dan tersesat, akar
ini maupun kayunya sangat di yakini mempunyai memiliki nilai tuah tersendiri. (sumber: pusatbendabertuah.wordpress.com)
Keadaan
semakin diperparah dengan munculnya danyang
atau mahkluk gaib penguasa sungai yang mengincar nyawa salah satu dari enam
anak muda itu. Sudah menjadi keyakinan lokal bahwa wilayah pertemuan dua sungai
adalah wilayah yang wingit alias
keramat. Di tempat-tempat seperti inilah dipercaya sebagai tempat bersemayamnya
jin-jin penunggu sungai. Lebih parahnya lagi, sungai itu konon selalu meminta
tumbal manusia setiap tahunnya saat banjir, dan saat-saat sungai banjir itu bertepatan
dengan waktu ketika enam anak remaja kota itu sedang berkemah. Sang danyang
penunggu sungai yang bermata merah dan basah pun menghantui rombongan anak
kota ini. Dan, saat itulah anak-anak itu tahu bahwa terkadang mitos lokal itu
ada benarnya. Bahwa ada kekuatan-kekuatan alam yang sebaiknya tidak diganggu
dan diusik.
Bloody River bisa dibilang cerita horor
yang menghibur. Saya tidak menyangka bisa menikmati novel ini, padahal saya
suka ilfil kalau melihat novel-novel
horor Indonesia yang ditulis dari skenario film layar lebar. Tanpa sadar, saya
larut dan berulang kali merasa merinding membacanya, juga penasaran mengetahui
akhir dari cerita ini, tentang siapa yang akan menjadi korban, dan apakah atau
siapakah mahkluk gaib yang selalu meneror mereka. Ada twist di bagian belakang
buku yang ternyata tidak tertebak.
Penulis pandai sekali memainkan emosi pembaca, membuat pembaca terus deg-deg dan penasaran, ini ditambah dengan deskripsi dan narasinya yang singkat tapi tidak meluber ke mana-mana. Karakter-karakternya pun digarap dengan tidak lebai, khas tipikal anak-anak muda, tapi tidak berusaha sok dewasa. Penyelesaian masalah pun dilakukan secara logis, meskipun yang mereka hadapi adalah mahkluk supranatural. Tulisannya rapi, khas penulis yang sudah banyak berkarya, atau kalau tidak pasti telah memiliki sense of writing yang ciamik. Walau genrenya teenlit, buku Bloody River adalah buku horor lokal yang tidak rugi dibaca.
Penulis pandai sekali memainkan emosi pembaca, membuat pembaca terus deg-deg dan penasaran, ini ditambah dengan deskripsi dan narasinya yang singkat tapi tidak meluber ke mana-mana. Karakter-karakternya pun digarap dengan tidak lebai, khas tipikal anak-anak muda, tapi tidak berusaha sok dewasa. Penyelesaian masalah pun dilakukan secara logis, meskipun yang mereka hadapi adalah mahkluk supranatural. Tulisannya rapi, khas penulis yang sudah banyak berkarya, atau kalau tidak pasti telah memiliki sense of writing yang ciamik. Walau genrenya teenlit, buku Bloody River adalah buku horor lokal yang tidak rugi dibaca.
No comments:
Post a Comment