Search This Blog

Sunday, March 31, 2013

Adriana, Labirin Cinta di Kilometer Nol



Judul     : Adriana, Labirin Cinta di Kilometer Nol
Pengarang          : Fajar Nugros dan Artasya Sudirman
Editor                    :  Azzura Dayana dan Nessy Apriyani
Cetakan               : Januari 2010
Tebal                     : 400 halaman
Penerbit              : Lingkar Pena


                “Jika karpet itu berganti lima kali, aku akan menjumpaimu di tempat dua ular saling berlilitan pada tongkatnya, saat Proklamasi dibacakan.”

                Potongan teka-teki yang berkenaan dengan sejarah yang tertera di sampul belakang buku ini sudah lebih dari cukup untuk memaksa saya membeli buku ini, dan membacanya segera karena untungnya (atau malah sayangnya) novel ini tidak serumit kelihatannya. Konsep yang diusungnya sih bagus dan kreatif, demikian pula cara penulisannya. Penulis hendak memadukan pelajaran sejarah dengan kisah roman ala remaja metropolitan. Sebuah konsep yang bagus dan unik, mungkin belum pernah ada sebelumnya. Jadi, cintanya dapet, pelajaran sejarahnya pun dapat. Secara teknik penulisan, buku ini menggunakan dua penulis yang masing-masing mengisahkan setengah dari buku ini.
                Novel Adriana mengisahkan tentang upaya pengejaran cinta sejati seorang pemuda demi menemui gadis pujaannya. Awalnya, mereka bertemu tanpa sengaja di lift Perpustakaan Nasional. Kemudian, si pemuda berusaha mencari tahu tentang gadis manis itu. Sayangnya, si gadis terlalu pintar sehingga ia iseng memberikan teka-teki kepadanya. Masing-masing teka-teki merujuk pada satu peristiwa bersejarah yang terjadi di speutar kota Jakarta (atau Batavia). Jadi, si cowok harus memecahkan teka-teki yang diberikan oleh si gadis dan kemudian menuju tempat yang dirujuk oleh teka-teki tersebut. Nah, ini yang asik. Buku ini mirip Angel and Demon-nya Dan Brown.
                Melalui teka-teki yang diberikan Adriana, kita akan diajak berkeliling Jakarta. Melihat dan menguak simbol-simbol dari berbagai patung dan monumen yang bertebaran di kota ini. Mulai dari Patung Selamat Datang, Semanggi, Bundaran HI, Patung Pancoran, hingga Monas sebagi landmark Jakarta. Asyik benar mengikuti petualangan Mamen, si pemuda itu, dalam mengejar gadis pujaannya. Secara tidak langsung, kita belajar banyak hal tentang sejarah bangsa dalam buku ini. Selain itu, kisah cinta mereka juga dituturkan secara mengalir dan menyenangkan (terutama di paruh pertama karya Fajar Nugros).
                Kekurangan buku ini adalah pada paruh kedua, pada sudut pandang Adriana. Untuk paruh pertama yang menjadi sudut pandang Mamen, saya masih bisa mengikuti alur cerita sambil menikmati satu per satu teka-teki yang ada (dan belajar banyak hal tentang sejarah  Indonesia). Sayangnya, di bagian kedua, teka-tekinya ternyata berulang. Bagian kedua ini juga tidak konsisten dalam mengambil sudat pandang. Paragafnya patah-patah dan satu bagian bisa merupakan pengisahan dari beberapa sudut pandang. Pembaca mungkin harus membacanya dua kali untuk lebih memahami alur dan memasukkannya ke dalam cerita yang sedang berjalan. Namun, terlepas dari kekurangan kecil ini, buku  ini sangat layak dibaca olrh para remaja yang menginginkan bacaan bertema remaja sekaligus berbobot. Pembaca muda akan menyenangi kisah cinta Mamen dan Adriana, sementara pembaca umum pasti terpesona dengan teka-teki dan berbagai informasi historis di dalamnya.      

No comments:

Post a Comment