Judul :
Adriana, Labirin Cinta di Kilometer Nol
Pengarang :
Fajar Nugros dan Artasya Sudirman
Editor :
Azzura Dayana dan Nessy Apriyani
Cetakan :
Januari 2010
Tebal :
400 halaman
Penerbit :
Lingkar Pena
“Jika karpet itu berganti lima
kali, aku akan menjumpaimu di tempat dua ular saling berlilitan pada
tongkatnya, saat Proklamasi dibacakan.”
Potongan teka-teki yang
berkenaan dengan sejarah yang tertera di sampul belakang buku ini sudah lebih
dari cukup untuk memaksa saya membeli buku ini, dan membacanya segera karena
untungnya (atau malah sayangnya) novel ini tidak serumit kelihatannya. Konsep
yang diusungnya sih bagus dan kreatif, demikian pula cara penulisannya. Penulis
hendak memadukan pelajaran sejarah dengan kisah roman ala remaja metropolitan. Sebuah
konsep yang bagus dan unik, mungkin belum pernah ada sebelumnya. Jadi, cintanya
dapet, pelajaran sejarahnya pun dapat. Secara teknik penulisan, buku ini
menggunakan dua penulis yang masing-masing mengisahkan setengah dari buku ini.
Novel Adriana mengisahkan tentang upaya
pengejaran cinta sejati seorang pemuda demi menemui gadis pujaannya. Awalnya,
mereka bertemu tanpa sengaja di lift Perpustakaan Nasional. Kemudian, si pemuda
berusaha mencari tahu tentang gadis manis itu. Sayangnya, si gadis terlalu pintar
sehingga ia iseng memberikan teka-teki kepadanya. Masing-masing teka-teki
merujuk pada satu peristiwa bersejarah yang terjadi di speutar kota Jakarta
(atau Batavia). Jadi, si cowok harus memecahkan teka-teki yang diberikan oleh
si gadis dan kemudian menuju tempat yang dirujuk oleh teka-teki tersebut. Nah,
ini yang asik. Buku ini mirip Angel and
Demon-nya Dan Brown.
Melalui
teka-teki yang diberikan Adriana, kita akan diajak berkeliling Jakarta. Melihat
dan menguak simbol-simbol dari berbagai patung dan monumen yang bertebaran di
kota ini. Mulai dari Patung Selamat Datang, Semanggi, Bundaran HI, Patung
Pancoran, hingga Monas sebagi landmark Jakarta. Asyik benar mengikuti
petualangan Mamen, si pemuda itu, dalam mengejar gadis pujaannya. Secara tidak
langsung, kita belajar banyak hal tentang sejarah bangsa dalam buku ini. Selain
itu, kisah cinta mereka juga dituturkan secara mengalir dan menyenangkan
(terutama di paruh pertama karya Fajar Nugros).
Kekurangan
buku ini adalah pada paruh kedua, pada sudut pandang Adriana. Untuk paruh
pertama yang menjadi sudut pandang Mamen, saya masih bisa mengikuti alur cerita
sambil menikmati satu per satu teka-teki yang ada (dan belajar banyak hal
tentang sejarah Indonesia). Sayangnya,
di bagian kedua, teka-tekinya ternyata berulang. Bagian kedua ini juga tidak
konsisten dalam mengambil sudat pandang. Paragafnya patah-patah dan satu bagian
bisa merupakan pengisahan dari beberapa sudut pandang. Pembaca mungkin harus
membacanya dua kali untuk lebih memahami alur dan memasukkannya ke dalam cerita
yang sedang berjalan. Namun, terlepas dari kekurangan kecil ini, buku ini sangat layak dibaca olrh para remaja yang
menginginkan bacaan bertema remaja sekaligus berbobot. Pembaca muda akan menyenangi
kisah cinta Mamen dan Adriana, sementara pembaca umum pasti terpesona dengan
teka-teki dan berbagai informasi historis di dalamnya.
No comments:
Post a Comment