Judul : In the Time of the Butterflies
Pengarang : Julia Alvarez
Penerjemah : Istiani Prajoko
Penyunting : Anton Kurnia
Aksara : Dian Pranasari
Cetakan : pertama, Oktober 2012
Penerbit : Serambi Cerita Utama
“Kita telah kehilangan harapan dan kita perlu sebuah kisah untuk
membantu kita memahami apa yang sebenarnya terjadi pada diri kita.” (hlm
542)
Pada 25 November 1960, tiga
perempuan cantik bersaudari ditemukan tewas di dekat puing jeep di dasar jurang
di dekat kawasan pantai utara Republik Dominika. Koran resmi pemerintah
setempat menyebut bahwa peristiwa itu adalah sebuah kecelakaan. Tapi, seluruh
rakyat dan—akhirnya dunia—mengetahui bahwa ketiganya telah dibunuh oleh
antek-antek dari rezim Trujilo, sebuah rezim ditaktor yang telah menyengsarakan
rakyat Republik Dominika selama 30 tahun. Ketiga wanita cantik tersebut adalah
pemimpin gerakan bawah tanah yang menentang rezim pemerinta. Mereka dikenal
sebagai Las Mariposas—para Kupu-kupu. Ini adalah sebuah kisah fiksi yang
terilhami oleh kisah nyata dalam sejarah, oleh orang-orang yang benar-benar ada dalam sejarah. Ceritanya
sendiri disusun oleh Alvarez berdasarkan wawancara yang ia lakukan dengan Dede,
saudari keempat yang selamat dari percobaan pembunuhan tersebut.
Tahun 1940-an adalah tahun yang
kelam bagi rakyat Republik Dominika. Negara pulau tersebut dipimpin oleh rezim
militer yang dikendalikan sepenuhnya oleh Jenderal Rafael Trujilo. Kondisi
perekonomian yang buruk, ditambah dengan tekanan militer terhadap segala
aktivitas berbau politik, membuat negeri ini ibarat buah tropis yang terlihat
ranum dari luar tapi busuk di dalam. Korupsi dan nepotisme sduah menjalar bak
akar-akar busuk yang menggerogoti setiap
sendi pemerintahan. Para pejabat yang korup hampir tidak bisa dibedakan lagi
dengan penjahat-penjahat yang merampok para pejalan di malam hari. Ini ditambah
dengan kesukaan Trujilo akan gadis-gadis muda nan cantik.
Keluarga Mirabal adalah sebuah
keluarga pemilik perkebunan cokelat dan pisang di Dominika. Keluarga ini
dianugerahi dengan 4 orang putri yang cantik jelita: Minerva, Patria, Maria
Teresa, dan Dede. Dalam buku ini, pengarang akan membawa pembaca menyelusuri
masa kecil dan kehidupan dari masing-masing wanita luar biasa ini. Mulai dari
Minerva yang berjiwa merdeka dan vokal menyampaikan gagasan, Patria yang
religius sang pengikut sejati Bunda Maria, Maria Theresa yang polos namun
pemberani, serta Dede yang dalam kesetiaan terhadap nilai-nilai lamanya masih
turut mengobarkan perlawanan. Masing-masing tokoh dikisahkan dengan unik, lewat
pandangan orang pertama bergantian. Di bab awal ada Minerva, kemudian di bab
selanjutnya ada Patria, lalu disusul Maria Theresa, dan akhirnya Dede.
Masing-masing tokoh secara bergantian saling mengisahkan kehidupan kecil mereka
hingga dewasa, yang sangat dipengaruhi oleh penindasan rezim Trujilo.
Ketika akhirnya Amerika Latin
dikuasai oleh dengan gagasan-gagasan kemerdekaan yang dibawa oleh Che Guevara
dan Fidel Castro, keempat bersaudari pun turut tergerak untuk melakukan
perlawanan. Bersama teman dan kelompoknya, keempat bersaudari ini mendirikan
sebuah gerakan perlawanan rahasia untuk menentang rezim militer yang dipimpin
Trujilo. Mereka berjuang di bawah tanah, dengan segala keterbatasan dan
kerahasiaannya. Keempatnya kemudian dikenal sebagai Para Kupu-kupu. Maka,
seluruh buku ini ibarat sebuah biografi indah dari keempat wanita Mirabal yang
berjasa besar dalam menggulingkan rezim militer Trujilo. Apa saja yang mereka
lakukan, bagaimana mereka menjalani kehidupan, hingga akhirnya bagaimana
peristiwa kematian ketiga Mirabal bersaudari yang tragis akhirnya menyadarkan
seluruh rakyat Republik Dominika dan
dunia akan kekejaman rezim Trujilo. Apa yang selama ini ditutup-tutupi
menjadi terbuka lebar. Dunia tahu yang sebenarnya, dan sebentar kemudian rakyat
Republik Dominika pun bebas dan bisa menjalankan sebuah pemilu yang adil.
Kenyataannya, Mirabal Bersaudari
hanyalah wanita-wanita biasa yang melakukan hal-hal luar biasa. Langkah-langkah
kecil mereka terbukti menjadi kerikil tajam bagi rezim penguasa. Membaca kita
mereka menyadarkan kita untuk tidak perlu menunggu menjadi hebat dulu untuk
bisa melakukan hal-hal hebat. Mirabal bersaudari menjadi berani setelah mencoba
melakukan langkah-langkah kecil yang di kemudian hari terbukti menghasilkan
pengaruh yang luar biasa. Kisah mereka adalah pengingat bahwa perjuangan harus
tetap dikobarkan, apapun dan bagaimanapun, demi mendapatkan dunia yang lebih
baik, lebih beradab, dan lebih adil.
Meskipun mengaku karyanya ini
sebagai sebuah karya yang sekadar mereka-reka, yang separo-fiktif, dan tidak
bisa menggambarkan dengan 100% tepat tentang apa yang sebenarnya terjadi di
Republik Dominika lima puluh tahun yang lalu; harus diakui bahwa Alvarez
berhasil menyajikan sebuah episode sejarah yang sangat indah dari sudut negeri
Republik Dominika. Meskipun ia hanya mewawancarai Dede, namun kreativitas dan
imajinasinya berhasil menghidupkan kembali sosok-sosok Mirabal yang pemberani
dalam benak pembaca. Akan sangat sulit untuk tidak bersimpati pada empat wanita
Mirabal ini setelah memnaca novel ini, bahkan walaupun sebelumnya kita belum
pernah mengenal mereka atau bahkan tidak tahu di mana letak negara Republik
Dominika. Satu hal yang jelas, pada tahun 1999, PBB telah menetapkan tanggal 25
November (hari terbunuhnya Mirabal bersaudari) sebagai Hari Internasional Bagi
Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan. Tiga perepuan muda dai sebuah pulau
kecil menjadi simbol kemerdekaan perempuan—dan laki-laki-di mana saja.
No comments:
Post a Comment