Search This Blog

Saturday, September 1, 2012

Harta Vaeran



Judul : Harta Vaeran
Penulis : Pratama Wirya
Sampul : Ecky Oesjady
Hikayat : Amy Raditya
Cetakan : 1, 2011 (525 halaman)
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama




Yang Pertama dari Vandaria
Sebagai novel Vandaria yang pertama kali diterbitkan (kalau tidak salah), tentu saja ada banyak sekali ekspektasi terhadap karya ini. Petualangan yang disajikan benar-benar seru, ada bahaya serta maut serta jebakan mematikan. Musuh-musuh yang disodorkan juga tidak tanggung-tanggung. Pun, sebagaimana proyek perdana lainnya, Harta Vaeran juga tidak sepi oleh kritik. Mengenai pemilihan tokoh yang sangat menyerupai game, narasi yang di beberapa tempat seperti “dituliskan” dengan terlalu cepat (sehingga kesannya seperti synopsis), hingga penggunaan sudut pandang ala Yang Maha Tahu yang cukup membingungkan pembaca. Namun, terlepas dari semua itu, entah mengapa saya malah sangat menyukai Harta Vaeran, terutama karena ceritanya yang benar-benar full petualangan. Jika banyak yang bilang bahwa karya ini adalah yang paling kurang di antara novel-novel Vandaria lainnya, saya malah berpendapat sebaliknya. Saya menempatkan Harta Vaeran di posisi kedua setelah Ratu Seribu Tahun sebagai novel Vandaria yang paling saya sukai. Untuk sementara, Hailstorm terpaksa bergeser sejenak ke posisi ketiga.

Kisah Pencarian Harta yang Seru
Harta Vaeran berkisah tentang upaya pencarian harta karun peninggalan seorang penyihir alam hebat bernama Vaeran Iervaanah, yang hidup ribuan tahun sebelum cerita ini bergulir. Adalah Karnthe Jahlnow, seorang anak muda yang mewarisi darah Pemburu Harta Karun dari ayahnya, Frank Jahlnow, yang tertarik untuk berpetualang ke dunia bebas demi memburu harta karun. Tidak ada hal lain yang lebih mengasyikan baginya selain berkelana di padang gurun, menembus hutan lebat, memasuki gua gelap, dan menyelam ke air dalam untuk menemukan harta berharga. Hingga akhirnya, ia mendapatkan sebuah lempengan batu berukir berisikan teka-teki mengenai keberadaan harta Vaeran yang sangat legendaris. Insting Pemburu Hartanya tak bisa dibohongi, ia harus segera bergerak untuk mencarinya. Maka berangkatlah ia dengan restu ayahnya.

Karnthe pun memulai perjalanan ke kota Thier Blackend, di mana ia bertemu dengan sekutu pertamanya yang seorang frameless penyihir tempur. Perlu diketahui bahwa Harta Vaeran mengambil setting tahun 214 IV, yakni ketika Tanah Utama Vandaria dipimpin oleh Sang Raja Tunggal, seorang frameless abadi yang lebih ramah kepada manusia. Pada masa ini, kaum frameless dan manusia bisa hidup dengan saling berdampingan. Lalu, Karnthe juga pertemu dengan seorang Pengumpul Pengetahuan bernama Fukhoy-ri, yang adalah separuh frameless. Maka dimulailah petualangan mereka bertiga ke rumah tua berhantu untuk mencari lempeng yang kedua. Seiring perjalanan, rekan mereka bertambah lagi dengan hadirnya Certeus—seorang Pengelabu Mata yang bakatnya ternyata sangat berguna dalam menyusup dan mengelabuhi, berempat, mereka mendobrak sebuah museum dan menemukan lempeng ketiga di ruang rahasianya. Akhirnya, Karin, seorang Pedagang Pejuang pun ikut serta dalam kelompok ini ketika mereka akhirnya membutuhkan bantuannya untuk menembus Pegunungan Tenang, tempat di mana makam Vaeran berada.

Setelah itu, petualangan seru dan penjelajahan maut seolah tak datang terus-menerus menerpa Karnthe dan timnya. Di makam Vaeran, mereka membuktikan sendiri betapa bangunan kuno iu dilindungi oleh berlapis-lapis perlindungan yang sangat mematikan. Mulai dari monster-monster dari era kuno, labirin yang menyesatkan, hingga kengerian-kengerian lain yang hanya bisa dijalani oleh kelompok yang tangguh sekaligus tabah. Petualangan pemuncaknya bahkan lebih seru lagi (atau bisa dibilang lebih menakutkan). Kelompok ini tersesat dan ditawan oleh sekelompok frameless yang tinggal di alam lain, sebuah alam yang hanya bisa ditembus lewat gerbang putih. Tak disangka, di alam ini mereka akan menemukan harta tercinta Vaeran yang sebenarnya, yakni Genggaman dan Jiwa Vaeran Iervaanah. Di sinilah loyalitas tim dan kesetiakawanan mereka dibutuhkan.

Di tempat inilah kekuatan dan ketangguhan mereka diuji. Untuk mendapatkan kembali Genggaman Vaeran yang telah diambil oleh Jiwa Vaeran, Karnthe dan timnya harus melawan naga yang menyemburkan emas, monster-monster dari kedalaman Bumi yang seolah tak bisa dibunuh, lorong-lorong berliku penuh jebakan, hingga ketakutan-ketakutan purba yang bercokol di sudut-sudut paling gelap. Semua itu harus dihadapi sebelum mereka menemukan harta Vaeran yang sebenar-benarnya. Dalam perjalanan itu, terbukti bahwa kekuatan dan keunggulan masing-masing (Karnthe dengan insting hartanya, Saeliya dengan sihirnya, Fukhoy-ri dengan pengetahuannya, Certeus dengan kemampuan menyusup dan mengatasi jebakan, serta Karin dengan ilmu beladirinya). Menyenangkan sekali melihat adegan pertempuran diobral habis-habisan, menjadikan beberapa bab di dalamnya mengalir begiru cepat dan tak membiarkan pembaca meletakkan buku ini, terutama di bab-bab akhir.

Tidak ada Editor?
Kekurangan utama buku adalah penggunaan sudut pandang berembel-embel “Yang Maha Tahu” yang penempatannya kurang jelas. Pembaca diajak memasuki Harta Vaeran dengan sudut pandang orang ketiga yang “maha tahu”, namun di beberapa tempat muncul kalimat “Yang Maha Tahu (yakni Vanadis atau dewa-dewi di Vandaria) memberi tahu kita”, seolah-olah si penutur cerita adalah utusan Vanadis (atau seorang mahkluk yang kedudukannya tidak jelas sebagai apa). Juga, karya ini masih tidak diedit, sehingga banyak narasi-narasi yang sebenarnya terlalu panjang dan bisa dipotong tanpa mengurangi cerita, misalnya adegan ketika tim Karnthe ditahan oleh para frameless. Aduh, bagian ini terasa sangat panjang dan membosankan dan seharusnya bisa diperlembut lagi oleh sentuhan editor.

Kebangkitan Fiksi Fantasi Karya Anak Negeri
Kelebihan utama buku ini ada pada ceritanya. Sebagai sebuah buku tentang pencarian harta karun, Harta Vaeran benar-benar menyuguhkan cerita yang memuaskan dan tidak nanggung. Ada pertempuran maut di dalamnya, ada persahabatan erat yang menghiasi ceritanya, ada berbagai alam serta keajaiban dunia Vandaria yang disuguhkannya. Kita juga bisa tahu apa itu kaum setengah frameless, siapa bangsa Isfaris, bagaimana kerjaan Edenion yang sangat legendaris itu, serta banyak hal-hal lain tentang dunia Vandaria yang mungkin belum diketahui oleh mereka yang baru mengenalnya. Ilustrasi-ilustrasi di dalamnya juga sangat keren, membuat proses membacanya tidak membosankan. Halamannya yang tebal juga menjadikan seolah-olah buku ini punya dua cerita namun tetap masuk sebagai satu cerita yang saling melengkapi.

Saat selesai membacanya, saya seperti habis menonton film petualangan kartun yang sangat menyenangkan, film yang tidak nanggung, mungkin semacam Ragnarok dan sejenisnya. Buku ini patut untuk dikoleksi para pecinta cerita fantasi, terutama karena kaedudukannya sebagai novel Vandaria pertama yang diterbitkan, sebagai sebuah penanda baru dalam kebangkitan fiksi fantasi Indonesia. 

5 comments: