Judul asli : Sherlock Holmes, A Study in Scarlet
Judul terjemah : Penelusuran Benang Merah
Penulis : Sir Arthur Conan Doyle
Alih bahasa : B. Sendra Tanuwidjaja
Cetakan : 1, November 2001, 216 Halaman
Peneerbit : Gramedia Pustaka Utama
Jika Anda sebagai penggemar awal serial Sherlock Holmes
bertanya-tanya bagaimana detektif nyentrik ini bisa dipertemukan dengan Dr.
Watson yang merupakan sahabat sekaligus mitra kerja di 221B Baker Street,
London, maka di buku A Study in Scarlet inilah
Anda akan menemukan jawabannya. Dalam bab-bab awal buku ini, akan terjelaskan
mengapa kedua orang yang berbeda jauh bak langit dan bumi ini bisa bertemu dan
membentuk satu gabungan luar biasa dari salah satu cerita detektif terhebat
sepanjang masa. Dr. Watson yang agak kaku, intelek, dan tipikal khas orang
Inggris yang “normal” seolah tercipta untuk melengkapi sosok Sherlock Holmes
yang luar biasa ganjil, nyentrik, namun memiliki kepandaian deduksi yang luar
biasa. Sebagai penggemar Sherlock Holmes, Anda disarankan untuk tidak melewatkan
membaca A Study in Scarlet ini agar
mata rantai pengetahuan Sherlockian Anda lengkap dan tidak terputus.
Alkisah, Dr. Watson—yang waktu itu masih lajang dan
luntang-lantung—baru dipulangkan dari Afganistan karena penyakit berat yang
dideritanya di medan
perang. Pengalamannya sebagai dokter militer rupanya tidak menghalanginya untuk
ikut terkena penyakit tifus. Kombinasi dari luka tembak dan serangan tifus
membuatnya begitu lemah sehingga ia dipulangkan ke London . Karena tidak punya cukup uang dan
pekerjaan, ia mencari tempat kos yang murah. Di sinilah ia dipertemukan dengan
Sherlock Holmes yang juga sama-sama sedang mencari kamar kos dengan sewa yang
murah. Jadilah Dr.Watson sebagai kawan berbagi tempat tinggal dengan Sherlock
Holmes—seorang dektektif nyentrik yang akan segera mengubah hidup Dr. Watson
yang monoton menjadi penuh warna dan petualangan di dunia kriminal.
Segera saja, Dr. Watson menjumpai betapa nyentriknya
rekan sekamarnya itu. Hal pertama adalah kemampuan Holmes yang mampu menebak
bahwa Watson baru saja pergi di Afganistan meskipun keduanya belum pernah
bertemu sebelumnya. Holmes sepertinya agak anti-sosial dan jarang bergaul tapi
nyatanya ia didatangi oleh banyak tamu. Holmes juga memiliki tatapan mata yang
sangat tajam dan selama beberapa waktu dia akan terlihat duduk termenung selama
berjam-jam tanpa berkata apa-pa sebelum kemudian mengambil topi dan mantelnya
lalu pergi keluar. Yang paling khas tentu saja, Holmes duduk sambil menghisap
cangklong rokoknya dan terlihat seperti memikirkan sesuatu dengan sangat serius.
Ketika ia membaca, ia membacanya dengan begitu terperinci sampai hal-hal
terkecil. Herannya, pengetahuannya yang luar biasa tidak diimbangi dengan
pengetahuan yang sama besar di bidang lain, sampai-sampai Watson ngedumel
sendiri:
Bahwa ada manusia
beradab di abad kesembilan belas ini yang tidak menyadari bahwa Bumi mengitari
Matahari, bagiku merupakan fakta yang begitu luar biasa hingga aku
hampir-hampir tidak mempercayainya. (24)
Sherlock Holmes selalu bisa menghadirkan deduksi alias
kesimpulannya sendiri, yang membuat Dr. Watson semakin penasaran dengan misteri
teman satu tempat tinggalnya ini. Bahkan, sempat-sempatnya Watson menyusun daftar
kelebihan dan kekurangan pengetahuan sahabatnya itu dalam sejumlah bidang
keilmuan—Holmes terutama sangat mengusai bidang kimia dan hukum Inggris, namun
lemah dalam sastra dan filsafat. Namun, lama-kelamaan Watson sendiri yang
menyadari bahwa dibalik sosok yang nyentrik itu bersembunyi otak yang luar
biasa cerdas. Ketika hari itu tiba, Watson baru menyadari bahwa rekannya itu
adalah seorang detektif konsultan yang telah berhasil memecahkan banyak kasus
dan misteri rumit di London .
Tidak lama kemudian, Watson pun terlibat dalam kasus pertama yang akan ia
telusuri benang merahnya bersama Sherlock Holmes.
“Kau orang pertama
yang membuat ilmu deduksi begitu gamblang seperti ilmu eksakta.” (hlm. 60)
Sebuah pembunuhan terjadi di Lauriston Gardens, London . Seorang pria
ditemukan meninggal di dalam sebuah rumah kosong. Tidak ditemukan luka ataupun
senjata, namun ekspresi wajahnya menampakkan kengerian yang luar biasa.
Sherlock Holmes yang baru bisa mendatangi TKP pada pagi harinya mendapati bahwa
para polisi di Scotland Yard telah bertindak sembrono dengan “mengotori” lokasi
kejadian dengan banyaknya petugas yang
dilibatkan. Banyak bukti telah bercampur baur dan walaupun para polisi tersebut
telah mengaku bahwa mereka bisa mengamankan barang-barang bukti dan membuat
deduksi, Sherlock Holmes tetap saja usil dengan melakukan pengamatan sendiri.
Ketika dua detektif resmi kepolisian saling berlomba untuk memcahkan misteri
kriminal ini, Sherlock—ditemani Watson—bergerak dengan caranya sendiri. Dengan
lihai, ia bahkan berhasil mendatangkan sendiri sang pembunuh tepat di depan
hidung kedua detektif tersebut. Luar biasa bagaimana alih-alih mengejar si
pelaku, Holmes mampu membuat si pelaku mendatanginya sendiri.
Ketika pembunuh itu akhirnya tertangkap, maka dimulailah
bagian cerita kedua tentang masa lalu sang pembunuh dan bagaimana ia bisa
melakukan pembunuhan itu. Bagian kedua ini agak berbeda dari seri-seri Sherlock
Holmes yang lain—yang dikisahkan oleh Watson ataupun oleh Holmes sendiri. A Study in Scarlet memiliki dua cerita
dan dua penceritaan, satu dikisahkan melalui sudut pandang Watson sementara
satunya lagi oleh sudut pandang orang ketiga. Kedua cerita ini akhirnya akan
saling bertemu di belakang, menyajikan sebuah kasus pelik namun canggih yang
akhirnya bisa diungkap oleh Sherlock Holmes.
Membaca serial Sherlock Holmes ibarat candu yang
memabukkan bagi pembacaranya. Tidak heran jika detektif nyentrik rekaan Conan
Doyle ini segera merebut perhatian dunia. Cara dan perilaku Holmes yang
nyentrik dalam memecahkan kasus, serta sudut pandangnya yang berbeda dari orang
kebanyakan merupakan contoh dari otak yang “out of the box”. Kemampuannya
berdeduksi serta kelihaiannya dalam melihat apa
yang luput dilihat dari orang lain telah mengajarkan kepada pembaca
tentang bagaimana menjadi detektif yang tidak mudah tertipu dengan bukti-bukti
palsu. Karakter khas pengamatan Holmes pun cukup unik, ia memulai menceritakan
pengungkapan kasusnya dari belakang. Jadi, sang penjahat tertangkap dan baru
setelah itu ia menceritakan bagaimana asal-muasal serta alur kejahatan yang
dilakukan oleh si pelaku.
Dari
Holmes pula kita belajar banyak tentang bagaimana berpikir secara kreatif dan
berbeda dari orang kebanyakan (out of the
box), bagaimana melihat apa yang tidak dilihat oleh orang lain, bagaimana
berfokus pada satu hal yang benar-benar kita butuhkan alih-alih mencoba menguasai
hal-hal remeh yang kurang kita butuhkan, dan bagaimana menjadi diri sendiri
dengan segala keunikan dan keluarbiasaannya.
Selamat ulang tahun Sir Arthur Conan Doyle, terima kasih telah membawa sosok detektif sehebat Sherlock Holmes ke dalam hati kami.
Alamatnya bukannya Baker Street 221B ya? (kurang 'B'nya..).
ReplyDeleteBtw, ini gak diikutin sekalian di lomba review Baca Klasik?
eh iya kurang B nya ...ikutin donk mbak
ReplyDeleteMau bacaaa mau bacaaaa mau bacaaaa!!!
ReplyDeleteBuat ikutan lomba review, masukin link mu disini: http://bacaklasik.wordpress.com/2012/04/30/sherlock-quest-event-bulan-mei-2012/
Ok thanks Mel
Deleteaah, tuh kan, kadang Watson sama Sherlock sering nyinyir-nyinyiran XD *adegan2 yang bikin ketawa kalau baca
ReplyDeleteIya lucu pokoknya kl liat mrk berdua berselisih ttg hal gak penting
Deleteaku juga suka novel ini, aku jadi tahu asal mula bagaimana si dr. Watson bisa menjadi partner Sherlock. Cuma ngerasa kisahnya si pembunuh itu agak terlalu panjang narasinya:P
ReplyDeleteIya, bagian duanya ngak nyebut Holmes sama sekali jadinya kayak ngak puas ya liat proses penyelidikan Holmes ma Watson
DeleteDi buku a study in scarlet ada berapa bagian ya
Deletesuka Holmes #eh
ReplyDeleteSaja juga #eh
Deletesaya ingin cerdik seperti SH, caranya gimana mas Dion ?
ReplyDeletedimanakah saya bisa membaca a study in scarlet secara lengkap? mas dion yg baik hati.........
ReplyDeletegood article, sangat membantu
ReplyDelete