Search This Blog

Wednesday, May 30, 2012

Manx Mouse


Judul  : Manx Mouse
Penulis           : Paul Gallico
Penerjemah  : Maria Lubis
Penyunting    : Abu Ibrahim
Sampul& Ilustr.:Ella Elviana
Penerbit         : Media Klasik Fantasi (Mahda Books)
Tebal              : 227 halaman/April 2011



            Selalu ada imbalan untuk keberanian, dan petualangan yang seru serta mengasyikan untuk dialami. Ada beragam pelajaran kehidupan yang dapat direguk, serta teman dan musuh terbaik dalam perjalanan kehidupan. Ada beragam tantangan yang bisa menjadikan kehidupan itu sendiri menjadi utuh, tidak sempurna memang, tapi utuh. Nilai-nilai inilah yang bisa diperoleh pembaca dari novel simpel namun membawa pesan yang sangat besar ini Manx Mouse.

            Embel-embel “Buku favorit J.K. Rowling” yang tercetak di sampul depan novel inilah yang pertama menggugah rasa penasaran saya terhadap novel indah ini. Kisahnya sendiri sangat simpel, yakni perjalanan seekor tikus manx dalam menjelajahi daratan Inggris. Alkisah, seorang pengrajin keramik tua berhasil membuat sebuah patung keramik berbetuk tikus yang luar biasa. Begitu hidupnya patung keramik itu sehingga entah bagaimana patung itu benar-benar hidup dan menjadi seekor tikus manx yang bisa bergerak. Tikus itu berwarna biru, memiliki kaki belakang seperti kanguru dan telinga yang panjang seperti seekor kelinci lucu. Ia juga tidak punya ekor. Ia adalah tikus manx satu-satunya di dunia.

            Maka dimulailah perjalanan sang tikus manx berkeliling Inggris untuk menemukan tujuan mengapa ia diadakan. Di perjalanan, ia bertemu dengan beragam petualangan hebat. Pertama, ia bertemu dengan Clutterbumph, sang ketakutan itu sendiri. Inilah hal pertama yang harus dihadapi oleh manusia saat berada di dunia. Sejauh mana ia berhasil menaklukkan rasa takutnya, maka di situlah letak kunci suksesnya. Lalu, tikus manx juga diajak terbang oleh seekor elang perkasa dan menolong seekor rubah tua yang kelelahan dan sedang diburu oleh sekawanan anjing dan kelompok pemburu. Di sebuah sirkus, ia bertemu dengan Nellyphanth, gajah besar yang suka gugup di mana tikus manx berhasil membantu si gajah menjinakkan kegugupannya sendiri.

            Di sebuah sekolah, ia bertemu dengan gadis baik bernama Wendy. Disinilah si tikus manx tertangkap oleh guru-guru Wendy yang menganggapnya tidak lebih dari sekadar sebuah specimen. Demi ilmu pengetahuan, mereka rela melakukan apa saja—bahkan melanggar etika kemanusiaan dan mengabaikan perasaan.  Lalu, ada juga harimau penakut yang menyesal karena rasa penasarannya telah membuatnya terlibat dalam masalah. Sering kali, keinginan kita begitu besarnya hingga imbalannya tak sepadan dengan pengorbanan yang diberikan. Kadang kala, apa yang telah kita miliki, itulah yang terbaik. Sayangnya, kita sering kali terlambat menyadarinya.

Lalu, ada pula ketika tikus manx biru itu dijual di sebuah toko binatang peliharaan. Pemiliknya benar-benar tamak dan culas. Ia berusaha menjual tikus unik ini dengan harga jual yang setinggi-tingginya. Bahkan, tikus manx sampai dianggap sebagai barang lelang yang kemudian diperebutkan banyak orang. Pada akhirnya, si pemilik toko yang tamak malah kehilangan semua harta dan juga tokonya karena ketamakan dan keculasannya itu.

            “Manx mouse di atas landasan pilarnya menatap para hadirin lelang itu dan bertanya-tanya, bagaimana begitu banyak orang yang jelas tampak terhormat, dengan pakaian yang indah, bisa tampak begitu liar karena ketamakan. Keinginan apa yang bisa membuat wajah mereka begitu merah padam, mata mereka menyipit, dan mulut mereka cemberut serta ganjil.”(161).

Dalam setiap petualangannya, tikus manx mengalami warna-warni kehidupan. Ada pengalaman menyenangkan dan menakutkan, ada sahabat terbaik dan musuh terculas, ada tempat terindah dan tempat paling buruk, ada orang baik dan ada orang jahat. Namun, kemanapun ia pergi, ia selalu diingatkan pada takdirnya bahwa seekor tikus manx adalah milik kucing manx yang tinggal di Pulau Man. Pada akhirnya, kepada kucing itulah ia harus memasrahkan nasib dan ujung dari perjalanan kehidupannya. Dan, karena semua orang berkata demikian, maka tikus manx yang awalnya tidak punya rasa takut dan tidak takut apapun, kini menjadi takut dengan sosok kucing manx. Dengan berat hati, tikus mungil ini akhirnya harus menghadapi ujung perjalanannya sebagai mangsa si tikus manx.

Tapi, pada akhirnya, ia membuktikan bahwa ia tidak boleh menjalani kehidupannya tanpa berbuat apa-apa. Ia memutuskan untuk maju dan berjuang, untuk melawan dan berbuat sesuatu. Bukan untuk melawan takdir yang telah ditetapkan olehnya, tapi lebih untuk mencoba berupaya secara maksimal sebelum memasrahkan semuanya ke tangan sang takdir. Lagipula, tak ada yang benar-benar mengetahui takdir kehidupannya selain Tuhan sang pencipta.

 “… bahwa dia, manx mouse, hari ini akan berjalan dengan tenang ke kerongkongan Manx Cat. Dia telah datang ke sana dengan tekad kuat untuk menghadapi nasib apa pun yang akan menunggunya, tetapi tidak berarti dia akan mengalah saja tanpa perlawanan”  (217)

Perjalanan tikus manx tampaknya simpel, tapi sesungguhnya dalam perjalanannya yang singkat itu ia telah mengkritik sekaligus menyindir kecenderungan-kecenderungan negatif dari diri setiap kita: ketakutan, ketamakan, egoisme, pengecut, keinginan-buta, pengkhianatan, tidak pernah merasa cukup, dan  takut terhadap takdir. Pada akhirnya, si kecil manx mouse mengajarkan kepada kita agar tidak takut dengan musuh terbesar kita, yakni ketakutan kita sendiri. 

Mereka yang terbukti tetap maju dan berjuang--meskipun orang-orang lain mengatakan bahwa pada akhirnya ia akan kalah--adalah seorang pejuang kehidupan yang sejati. Mereka tidak takut pada nasib dan sanggup menanggung risiko dalam kehidupannya. Dan, keberanian mereka terkadang menghasilkan imbalan yang sangat manis, ditambah dengan sedikit hadiah-hadiah yang menyertai jalan keberaniannya, yakni petualangan seru, sahabat-sahabat baru, dan pelajaran hidup yang luar biasa berharga.

… Aku harus pergi dan mencari kucing manx di mana pun dia berada, dan menghadapinya langsung tak peduli apa pun yang terjadi, dan tidak takut (217)

4 comments: