Judul Buku : Perkara Mengirim Senja
Penulis : Valiant Budi Yogi, Jia Effendie, M. Aan Mansyur, dan 11 penulis lainnya.
Penyunting : Jia Effendie
Penerbit: Serambi Ilmu Semesta
Cetakan Pertama : April 2012
ISBN : 978-979-024-502-0
Jika ada yang bilang bahwa para penulis cerita pendek itu menyiksa diri mereka sendiri (dan juga pembaca) dengan menuliskan karya yang, alih-alih menghibur, tapi ber-ending aneh; mungkin itu benar. Lewat bentuknya yang pendek, yang hanya sepotong cerita, cerpen dituntut untuk mampu menghasilkan efek pembacaan serupa novel. Hanya saja, karena wujudnya yang hanya sepotong itu, cerpen haruslah bersifat irit dan berhemat habis-habisan demi menyampaikan maksud si pengarang lewat 3 sampai 6 halaman saja. Seperti Perkara Mengirim Senja, sebuah kumpulan cerpen yang dari judulnya saja sudah sangat ganjil. Siapakah Perkara itu sehingga ia berani mengirimkan senja? Dan, apakah senja itu sendiri sehingga ia bisa dikirimkan ke sembarang orang sesuka hati. Yah, bukan cerpen namanya kalau tidak ganjil karena di dalam keganjilannya itulah ia menyimpan magnet bagii orang-orang untuk membacanya.
Perkara Mengirim Senja (PMS), sebagaimana kata kuncinya yakni “senja” merupakan kumpulan cerpen dari orang-orang muda modern, yakni mereka yang pernah menikmati dan sempat terkagum oleh cerpen-cerpen guratan salah satu maestro sastra Indonesia, Seno Gumira Ajidarma. Lewat PMS ini—yang bahkan singkatan judulnya pun membuat beberapa pembaca berjengit—para pembaca yang kemudian menjadi cerpenis ini hendak merayakan kekuatan imajinasi seorang SGA dalam melukiskan cinta lewat untaian kata-kata. Ada 15 cerita dengan 14 penulisnya, plus pengantar agak nyastra dari Anton Kurnia, yang seperti biasa mampu membawakan lezatnya aroma sastrawan dalam tulisan-tulisan singkatnya. Kesemuanya berpadu dan menaut dalam satu buku, dipersatukan oleh kehebatan seorang pemuda yang mengirimkan sepotong senja untuk pacarnya, sebagaimana salah satu cerpen karya SGA yang fenomenal “Sepotong Senja untuk Pacarku”
1. Gadis Kembang
Cerpen karya penulis Bintang Bunting ini mengangkat topik tentang rekayasa cinta. Sebagaimana senja yang bisa dipotong, dalam sastra ternyata cinta juga bisa direkayasa sedemikian rupa. Lewat cerpen ini, penulis sepertinya hendak menyindir kemunafikan cinta yang tiak cukup satu, tapi berdua-dua dengan yang lainnya pula.
2. Perkara Mengirim Senja
Cerita yang dijadikan judul kumcer ini—mungkin karena judulnya yang begitu ganjil seganjil senja yang bisa dipotong—mengisahkan tentang orang yang menjual senja untuk dinikmati. Karena dalam sastra senja bisa dipotong, maka sah-sah saja jika ada yang kemudian mau menjual senja dengan beraneka ragam warna dan rasa. Kelebihan cerita ini adalah kosakatanya yang sangat berwarna, pemikiran yang tidak biasa, dan bahasa yang berbunga.
3. Selepas Membaca Sebuah Pertanyaan untuk Cinta, Alina menulis Dua Cerita Pendek Sambil Membayangkan Lelaki Bajingan yang Baru Meninggalkannya
Cinta kadanh memang begitu aneh dan ganjil, sehingga bisa memaksa seorang penulis untuk menghasilkan judul sepanjang itu. Dan, lagi-lagi, karena dalam sastra senja itu sah-sah saja untuk dipotong, maka judul yang panjang tanpa dipotong adalah juga wajar-wajar saja. Ini adalah cerita tentang kesetiaan terhadap cinta, di mana kadang kesetiaan itu begitu pekat hingga membutakan logika, membuat seorang suami tega memasung istrinya dengan celana dalam dari besi dan juga membutakan seorang istri terhadap suaminya yang mandul. Yang jelas, ada dua cerita dalam satu judul panjang ini. Barangkali, judul cerpen ini memang terlalu panjang sehingga menghasilkan dua cerita dengan bingkai yang sama. Biar adil, begitu mungkin kata penulisnya.
4. Kuman
Cedera atau racun masa lalu terbukti menjadi tidak ada apa-apanya dihadapan cinta. Cerita ini membuktikannya. Bahwa ada seorang gadis cantik yang merasa jijik dan kemudian jatih cinta pada seorang bartender buruk rupa, itu adalah hal yang biasa di hadapan cinta. Sebagaimana kata mereka, cinta itu buta. Namun, di saat yang sama, cinta juga seringkali diawali dengan memandang rupa.
5. Ulang
Celotehan sang pengarang Biru Indingo terasa begitu scientific dalam cerita “Ulang”. Tentang sebuah cerita misteri yang katanya terjadi di masa depan di puncak Gunung Himalaya, entah apa maksudnya tapi saya belum bisa menangkap inti dari “Ulang”. Yang jelas, di sini ada tokoh Sukab dan Alina yang memang muncul dalam cerpen-cerpen SGA. AH, mungkin saya harus membaca cerpen-cerpen beliau dulu agar bisa lebih memahaminya.
6. Akulah Pendukungmu
Cara membaca judul ini adalah dengan dinyanyikan karena itu bagian dari lagu “Garuda Indonesia”. Ibarat cerita fantasi, alkisah hiasan dinding Garuda Pancasila di dinding kelas itu bisa berbicara di malam hari, demikian juga poster foto presiden dan wakil presiden yang biasa terpajang di setiap kelas. Setiap tahun sekali, di Hari Kesaktian Pancasila, hiasan garuda itu diperkenankan untuk mewujud dan melakukan sesuatu yang hebat. Apa yang akan dilakukannya tahun ini? Silakan baca sendiri.
7. Empat Manusia
Cuma cerita ini yang sejauh ini mendapatkan banyak sekali tempelan kertas post-it-notes karena begitu banyaknya kutipan indah tentang perayaan cinta dan kehidupan. Bahwa perjalanan waktu hanya bisa dilakukan ke masa lampau dan bahwa cemburu itu selalu datang menyertai cinta yang teramat sangat, itulah yang paling menyantak dari “Empat Manusia” ini. Pada akhirnya, cinta terkadang tidak lah benar-benar suci dan tulus seperti kelihatannya. Empat manusia, Hendar, Susan, Yani dan Purba membuktikannya.
8. Saputangan Merah
Cabikan memori yang datang menyergap oleh keberadaan sapu tangan merah beraroma rempah telah meninggatkan seorang pria akan hadirnya seorang wanita misterius namun mampu menawan hatinya. Entah apa maksud dari cerita ini, sepenangkapan saya ini adalah tentang cinta yang biasanya memang sering kali datang dengan tiba-tiba.
9. Senja dalam Pertemuan Hujan
Cukuplah kutipan berikut ini untuk menyampaikan keindahan dari cerpen ini karena saya juga pusing menangkap maknanya:“Aku suka senja. Senja mengantarai terang dan gelap. Seperti ibu yang menemani anaknya hingga tidur. Hangat dan nyaman.” (hlm 97)
10. Kirana Ketinggalan Kereta
Contoh dari sebuah cerpen arus utama, yakni cerita dengan ending tak terduga, yang biasanya muram. Adalah Gupta yang habis mengantarkan kekasihnya Kirana ke stasiun karena Kirana hendak pergi ke “kota lain”. Ternyata, Kirana telah ketinggalan kereta dan mereka pun akhirnya mencari kereta lain di bibir jurang. Pembaca pasti bisa menebak “kereta” dan “kota lain” yang dimaksud di sini.
11. Gadis Tak Bernama
Cerobohnya cinta sehingga begitu angkuh ia untuk memotong senja dan menghadiahkannya untuk pacarnya. Sayangnya, kali ini kecerobohan sang pemuda berhasil diketahui oleh seorang gadis tak bernama yang bertigas sebagai seorang peneliti senja. Akhirnya, ia menemukan cara agar senja tetap aman dan tidak dipotong-potong lagi seenaknya oleh para pecinta yang lupa diri, walaupun dengan cara yang tidak kalah gilanya.
12. Guru Omong Kosong
Coba apa yang akan terjadi ketika Pak Dikin yang hanya seorang penjaga sekolah mengantikan tugas para guru dalam mengajar di kelas? Hasilnya, sebagaimana buku panduan aneh yang ditemukan Pak Dikin, adalah omong kosong dari sebuah kitab Omong Kosong. Entah dalam cerita ini penulis hendak mengkritik pekerjaan cerpenis yang hanya meributkan hal-hal indah tapi kurang penting ataukah ia hendak menunjukkan bahwa menjadi guru itu tidak hanya bisa dilakukan sambil lalu karena tanggung jawabnya yang sangat besar.
13. Surat ke-93
Cenungkan (renungkan) apa yang sebenarnya terjadi sampai seorang wanita rela mengirimkan 93 surat berturut-turut untuk kekasihnya yang telah pergi meninggalkannya untuk mencari penghidupan di kota. Mungkin kisah ini adalah kisah cinta yang buta atau sang gadis yang memang begitu mencintai kekasihnya. Namun, penulis cerita ini mampu membuktikan kedalaman bahasa dan pesan-pesan yang termuat di ceritanya. Paragraf-paragraf di dalamnya penuh dengan petuah dan sindiran terhadap kehidupan kita sehari-hari. Cerita ini yang harus Anda baca, jangan dilewatkan walaupun adanya di hampir paling belakang.
14. Bahasa Sunyi
Ceritakan kenapa sebuah benda remeh, seperti kartu pos adat BBM bisa menjadi begitu penting. Semuanya bermula dari sebuah kartu pos berisi senja, pecinta itu melanjutkan kisah cinta jarak jauhnya lewat BBM. Dan, dari BB itu juga cinta sekaligus bukti penghianatan janji sucinya.
15. Satu Sepatu, Dua Kecoak
Cobalah untuk menebak, mengapa Om Bram yang kaya, modis, tampan dan perlente itu tidak mampu membahagiakan Tante Asih? Bagaimana pengaruhnya terhadap Reta, putri angkatnya? Mengapa pula Reta membuang sepatu-sepatunya ke kali? Entahlah, bacalah kumcer ini di saat senja hari agar kau mengerti!
Maafkan saya jika pembacaan ini kurang tepat, saya memang membaca cerpen-cerpen ini pada dini hari menjelang fajar, kebalikan dari waktu senja itu sendiri.
Pujian terutama untuk kertas covernya yg sangat ekslusif dengan kertas tebal bertekstur. Penghargaan setinggi-tingginya untuk ilustrasi2 indah yang sangat mewakili di halaman-halaman buku ini, yang menjadikan buku kumcer ini bagus dan begitu berbeda dengan buku-buku sejenis. Selamat merayakan senja.
Akhirnya, saya selesai membaca kumcer ini jam 15.55 ... satu-dua jam menjelang senja.
Jadinya kemarin akhirnya mas Dion yg nemenin mba Jia kah? :P
ReplyDeleteGa jadi, kan jam 4 ...
Deletewah yang “Sepotong Senja untuk Pacarku” nggak ikut dimasukkan ya?
ReplyDeleteIni penafsiran ulang dr cerpen tersebut mas
Delete