Search This Blog

Tuesday, September 27, 2011

The Tombs of Atuan (Earthsea Cycle)

Judul                : The Tombs of Atuan (Earthsea Cycle)
Penulis              : Ursula K.Le Guin
Penerjemah      : Harisa P.
Penyunting        : Poppy D.C.
Cetakan           : 1, Desember 2010
Tebal                : 268 halaman
Penerbit            : Media Klasik Fantasy



            Embel-embel “Novel fantasy Terbaik Sepanjang Masa” dan backcover yang ditulis dengan sangat memikat sudah lebih dari cukup bagi saya yang maniak novel fantasi ini untuk segera melahap buku ini, yang sayangnya, tidak atau kurang menikmati membaca novel ini. Earthsea yang pertama kali ditulis pada tahun 1968 ini sendiri merupakan penggabungan antara The Lord of the Rings, Harry Potter, dan Eragon. Namun, karena HP dan Eragon baru terbit pada penghujung abad ke 20, maka karya klasik Ursula  K.Le Guin ini lebih cocok dikatakan sebagai “terinspirasi” oleh The Lord of the Rings-nya JRR. Tolkien.

            Keterangan peta di bagian depan, deskripsi yang panjang dan bertele-tele—yang kadang cukup membuat pembaca yang suka dengan alur cepat seperti saya menjadi geregetan—serta nasari model kilas balik yang padat, mengingatkan pembaca pada karya-karya Tolkien yang legendaris. Bedanya, kalau Tolkien mampu memadukan antara cerita epik dengan romantisme paragraf panjang, maka Earthsea bagian kedua ini benar-benar menguji kesabaran dari pembacanya.

            Kisahnya sendiri cukup simpel, yakni mengenai seorang wanita perawan penjaga makam Atuan yang keramat, bernama Arha. Seumur hidup, dia ditakdirkan untuk tinggal dan menjaga makam terpencil itu dari tangan para penyihir dan pencuri. Kisah Arha dan keseharian para pendeta wanita inilah yang menguasai paruh pertama dari novel ini. Narasi yang panjang, kisah-kisah mitos yang begitu lampau, bahasa dan struktur penceritaan yang bertele-tele sungguh memaksa pembaca bersabar. Namun, satu hal perlu diingat, novel ini ditulis pada tahun 1968, dan pada masa itu, bisa menulis novel fantasy sekelas Earthsea sudah menjadi sebuah prestasi yang luar biasa.

            Cerita mulai bergulir ketika Arha menangkap basah seorang penyihir muda yang hendak mencuri harta di kompleks makam Atuan. Tanpa disnagka, pertemuan keduanya mampu mengubah mindset yang selama ini dipercayai Arha, bahwa dia telah dikekang, bahwa dia tidak ingin selamanya menghabiskan hidup di makam terpencil. Dan, sang penyihir muda bernama Ged itulah yang akhirnya membebaskannya, secara mental maupun secara harfiah, dari kompleks makam kuno tersebut.

            Pembawaan Ged yang selalu membawa tongkat serta wajahnya yang terluka inilah yang kemudian diyakini turut menginspirasi JK Rowling dalam menciptakan tokoh Harry Potter yang termasyhur itu. Dan, walaupun penggemar fantasy masa kini kurang menyukai alurnya yang sangat lambat, namun buku ini memang sudah merupakan prestasi karena pernah menjadi bestseller. Untuk ukuran aksi dan pertempuran juga bisa dibilang kurang greget karena pembaca tidak akan menjumpai duel sihir ala Harry Potter. Namun demikian, nilai dari buku ini sendiri adalah pada unsur historis dan memorabilia. Bahwa si Ged lah yang kelak menginspirasi munculnya tokoh Harry Potter. Lebih dari itu, buku ini juga memuat aneka kalimat berbau filosofis yang akan memandu pembaca untuk memasuki alam pikiran para filsuf di dunia Earthsea. Sekali lagi, buku ini wajib dimiliki di rak buku para pecinta buku karena alam fantasinya yang luar biasa menginspirasi novel-novel fantasy di masa-masa berikutnya.  

No comments:

Post a Comment