Search This Blog

Monday, May 2, 2011

A Golden Web

Judul                : A Golden Web: Kisah Ahli Anatomi Perempuan Pertama di Dunia 
Penulis             : Barbara Quick
Penerjemah      : Maria M. Lubis
Penyunting        : Ida Wajdi
Pewajah Isi       : Hadi Mahfudin
ISBN               : 978-979-024-472-6
Ukuran             : 13 x 20,5 cm
Tebal                : 272 Halaman
Harga               : Rp 40.000
Cover               : Soft Cover
Penerbit            : Atria
Cetakan           : I, Maret 2011



            Di sebuah gereja tua di kota Bologna, Italia, konon tersimpan sebuah guci berisi abu yang merupakan sisa-sisa jasad seorang gadis muda luar biasa. Dikatakan, ia adalah seorang perempuan muda dari Persiceto, ahli dalam demonstrasi anatomi dan murid terbaik sang dokter yang paling terkenal, Mondino de’Liuzzi. Dia meninggal pada usia 19 tahun, pada 26 Maret 1326 M, akibat kerja kerasnya demi membuktikan salah satu temuan paling revolusioner dalm sejarah ilmu bedah dunia. Dialah Alessandra Gilliani, ahli anatomi perempuan pertama di dunia. Dialah yang menyanggah pendapat Aristoteles bahwa jantung terdiri dari 3 bilik, padahal ada 4 bilik (tepatnya 2 serambi dan 2 bilik).

            Membayangkan adanya seorang wanita menjadi dokter bedah di Eropa Abad Pertengahan  berarti dia siap dipakar di tiang pancang sebagai penyihir. Khalayak akan luar biasa terguncang dan sistem-sistem penopang masyarakat bisa goyah. Dengan begiru ketatnya kontrol Gereja dan monarkhi kerajaan yang didominasi oleh kaum pria, kaum wanita di Eropa kala itu ibarat hanya dilahirkan untuk lahir, bermain, dan menikah. Sekolah dan buku-buku seolah-olah hanyalah hak kaum pria. Begitu hebat dan kuatnya hal ini ditekankan sehingga seorang gadis muda luar biasa cerdas seperti Alessandra Gilliani pun harus berdandan seperti pria demi memenuhi takdirnya dalam sejarah penemuan dunia.

            Dikisahkan, Alessandra Gilliani adalah seorang gadis cerdas anak dari seorang pemilik percetakan buku di Italia lama. Ia menemukan bakatnya sebagai seorang pelajar sejati dengan melahap seluruh buku-buku yang ada diperpustakaan ayahnya. Bakatnya semakin terfokus ke kedokteran ketika ia berhasil menolong salah satu gurunya yang hampir tersedak hingga tewas. Dengan santainya, dia menyuruh saudara laki-lakinya untuk menginjak dengan keras bagian tertentu di sebelah atas perut gurunya, tepat di titik yang memungkinkan untuk mengeluarkan makanan yang menyumbat jalan napasnya, sebelum kemudian dia merogoh sendiri mulut si guru untuk mengeluarkan makanan yang mengancam jiwa itu—tanpa rasa jijik. Saudara-saudaranya mungkin heran dan merasa Alessandra mengerjakan sihir, tapi Alessandra Gilliani tahu bahwa ia melakukannya secara ilmiah.

            Mendekati usia 15 tahun, Alessandra Gilliani harus menikah sebagaimana kebiasaan gadis-gadis muda di zaman itu. Ia pun memberontak karena upaya pencarian ilmunya belum selesai. Dengan bekerja sama dengan Nicco—kakak laki-lakinya, serta bantuan tak terduga dari Surga, Alessandra nekat kabur ke Bologna, tempat berdirinya universitas tertua di Eropa. Tiga tahun pembelajaran dilalui Alessandra dengan begitu ketat dan penus was-was. Ia harus menyamar sebagai remaja pria, terpaksa membebat ketat miliknya yang paling utama, agar pihak universitas dan teman-temannya tidak mengetahui bahwa ia adalah seorang perempuan. Pembaca akan merasakan sendiri bagaimana serunya petualangan Alessandra demi menjaga kerahasiaannya ini, kadang mengharukan, menyedihkan, tapi sesekali seru dan lucu.

             Sungguh, begitu sulitnya jalan yang harus ditempuh Alessandra hanya untuk belajar. Begitu kerasnya kaum pria pada kaum wanita kala itu. Namun, setiap kerja keras akan mendapatkan imbalan. Alessandra Gilliani berhasil membuktikan dirinya sebagai mahasiswa (sebenarnya mahasiswi) paling cerdas dan brilian di kota Bologna. Ia bahkan juga menemukan cinta sejatinya, yang ternyata memang jodohnya. Buku ini diakhiri dengan demonstrasi anatomi menakjubkan yang akan membuat dokter bedah kenamaan Abad Pertengahan pun melongo.

Membaca A Golden Web, kita serasa dibawa ke Abad Pertengahan dari mata seorang perempuan muda. Dengan sesekali diselingi bumbu-bumbu percintaan khas anak muda, novel ini berupaya mengangkat sosok yang selama ini mungkin dilupakan oleh sejarah dunia. Bahwa mungkin ada seorang perempuan brilian di antara manusia-manusia era pra-Renaisance yang didominasi cowok-cowok. Melalui Alessandra, penulis mengingatkan kembali tentang peran Ibn al-Nafis, seorang cendekiawan yang hebat dalam bidang hukum, kedokteran, filsafat di Damaskus sekitar tahun 1200-an. Sebelum tahun 1924, dunia masih menanggap Michael Servertus sebagai penemu dari sistem sirkulasi darah dari paru-paru ke jantung manusia pada abad ke-16, padahal Alessandra Gilliani (yang hidup sekitar tahun 1400-an) sudah membuktikan hal ini berdasarkan buku karya Ibn al-Nafis yang telah menemukan pertukaran darah bersih dan darah kotor di paru-paru manusia sejak tahun 1288. Alessandra Gilliani mungkin tokoh fiksi, atau mungkin juga tokoh yang memang benar2 ada dalam sejarah, hal ini masih diperdebatkan. Namun, Ibn al-Nafis adalah tokoh nyata yang benar-benar menginsiprasi Alessandra. Saya tutup resensi ini dengan kebrilianan Alessandra saat mendemonstrasikan temuan anatomisnya di depan khalayak:

           “Saksikanlah, keindahan ciptaan Tuhan,” kata Alessandra Gilliani. Walaupun berpakaian seperti Sandro (nama seorang pria), Tuhan dan beberapa orang tahu siapa dia sebenarnya: seorang putri Hawa. Seorang perempuan. Dan seorang cendekiawan. Saudari Ibn al-Nafis, Anak perempuan Mondino, Keturunan Galen, Aristoteles, dan Avicenna (Ibnu Sina). (hlm. 255).

2 comments: