Judul : Alien itu Memilihku
Penulis : Feby Indirani
Sampul : Uwi Mathovani
Ilustrator : matahari Indonesia
Desain Isi: fajarianto
Tebal : 301 hlm
Cetakan: 1, 2014
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
“Tuhan memang memiliki cara sendiri untuk
mengangkat derajat seseorang.” (hlm 184)
Bagaimana perasaanmu ketika dokter
menvonismu terkena sebuah kanker langka di usia 30-an tahun? Umur 30-an ibarat
usia emas saat seseorang mencapai puncak produktivitasnya, memulai menikmati
dan merasakan tangga naik yang telah ditapakinya semenjak lulus kuliah. Bagi
seorang Indah Melati Setiawan, usia yang semestinya diisi dengan perjuangan dan
kesempatan untuk bisa merasakan merintis puncak dunia itu ternyata menjadi usia
ketika kehidupannya mengalami titik balik 180 derajat. Dokter menvonisnya
terkena kanker ewing Sarcoma yang
seharusnya tidak menyerang orang dewasa seusia dirinya. Takdir memang tidak
bisa diduga. Kemajuan dunia medis hanya bisa mengantisipasi, tetapi kehidupan
adalah satu hal milik Tuhan yang hanya Dia yang bisa membolak-baliknya
sekehendakNya.
Penyakit bisa datang kapanpun, dan mungkin dari situ, Dia
hendak memberikan pelajaran kepada kita, manusia-manusia yang terlalu sering
bersikap sombong dengan kemajuan teknologi yang kita raih. Tetapi, di sisi
lain, kanker juga kadang merupakan bentuk mukjizat yang diturunkan Tuhan kepada
umat-Nya. Bagi mereka yang tidak kenal menyerah, melalui kesembuhan dari
penyakit itu seolah Tuhan hendak bersabda bahwa “keajaiban itu masih ada,” dan
Indah Melati Setiawan adalah salah satu bukti keajaiban-Nya.
“Kamu tidak pernah tahu, mungkin Tuhan
sedang menempamu untuk menjadi orang yang luar biasa dengan memberimu penyakit
kanker ini.” (hlm 183)
Buku Alien itu Memilihku adalah sebuah memoir
dari Indah Melati Setiawan yang harus menjalani berbagai perawatan untuk
melawan kanker sejak tahun 2009 di National University Hospital di Singapura.
Memoar itu kemudian dituliskan ulang menjadi lebih tertata oleh penulis Feby
Indirani sehingga lebih mudah dibaca dan diikuti kisahnya bagi pembaca awam.
Melalui buku ini, pembaca seolah diajak oleh Indah untuk turut menjalani
hari-hari kanker yang ia jalani selama perawatan. Hari-hari ketika ia harus
menahan perih tak terkira, nyeri nan tak tertanggungkan. Tapi, hari-hari kanker
itu juga telah memberikan kesempatan kepadanya untuk “rehat” sejenak dari
berbagai aktivitas keseharian yang selama ini membuat dunianya berputar. Well, dunia memang masih berputar dan
waktu terus berlalu ketika Mbak Indah terbaring pasrah di tempat tidur rumah
sakit, tapi selama masa perawatan itu juga Indah berkesempatan untuk
merenungkan kembali tentang makna kehidupan, tentang masa lalu, tentang
keluarganya, tentang agama, juga tentang hal-hal umum yang sering kali kita
abaikan dan baru terpikirkan ketika sakit tengah mendera.
“Ada yang lebih mengerikan daripada menjadi
tua, yaitu menjadi tua dan kesepian.” (hlm 99)
Dimulai
dari kisahnya sebagai seorang keturunan perantauan dari Tionghoa di Indonesia.
Bagaimana ayahnya yang seorang pekerja keras berusaha membawa keluarganya ke
taraf kehidupan yang lebih baik. Lalu, kisah cinta pertamanya, yang akhirnya mengkhinati
dirinya sebagaimana sel-sel tubuhnya yang juga turut mengkhianati dirinya.
Ketika akhirnya alien yang berwujud kanker itu mulai menyeretnya ke lubang tak
berdasar bernama kematian, Indah mulai belajar untuk menerima semuanya sebagai
sebuah takdir yang harus dijalani, sebagai sebuah pembelajaran hidup yang
pahit, nyeri, dan mahal tetapi memang dia harus menjalaninya. Dan, disela-sela
deraan rasa nyeri dan tusukan jarum suntik yang entah sudah berapa banyaknya,
Indah masih diberi kesempatan untuk mensyukuri hidup yang dia jalani. Ada
perbedaan besar antara memandang kehidupan lewat pandangan orang biasa dan
lewat pandangan seorang penderita kanker ganas. Yang pertama sering kali
menyia-nyiakannya, sementara yang kedua selalu berharap bisa meraihnya kembali.
Melalui buku ini, kita yang insya Allah semoga
senantiasa dibeir kesehatan, bisa belajar untuk lebih menghargai kehidupan ini,
dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Kutipan Keren:
Dunia digerakkan oleh
keseimbangan. Walaupun kesan muram dan suram begitu mendominasi buku ini,
penulis mengimbanginya dengan berbagai petuah dan kalimat penuh harapan yang
layak untuk kita renungkan. Berikut ini sejumlah kutipan keren yang bisa
ditemukan di buku ini.
”Ketika kau sakit
parah, akan terasa kecantikan fisik tidaklah sebegitu pentingnya, hingga layak
ditebus dengan rasa sakit.” (hlm 215)
“Dalam keadaan sulit,
dukungan dari keluarga dan orang dekat adalah hal yang paling penting.” (hlm
240)
“Penerimaan ternyata
memang bukan sesuatu yang bisa terjadi sekaligus, tapi harus dilakukan
berulang-ulang.” (hlm 256)
“Cedera kaki bisa
cepat diobati, tapi cedera hati?” (hlm
261)
“Ada hal-hal yang
memang hanya bisa dipulihkan oleh waktu. Aku rasa patah hati adalah salah satu
di antaranya.” (hlm 264)
“Membuat buku mungkin
juga bisa menjadi terapi penyembuh bagi dirimu sendiri.” (hlm 270)
“Waktu adalah kehidupan kita dan setiap orang
memiliki waktu yang sama, ketika kita kehilangan waktu kita, maka sebenarnya
kita telah kehilangan kehidupan kita.” (hlm 271)
“Aku mulai belajar
bahwa hal-hal kecil sering kali memang hanya hal kecil yang tidak perlu
menguras energy terlalu besar. Aku juga belajar untuk melihat hal yang ada di
balik penampakan luar, yang kadang menyamarkan esensi sebenarnya.” (hlm
272)
“Mungkin, hanya itulah
kewajiban setiap dari kita. Memberikan apa yang kita punya dengan cara apa pun
yang kita bisa.” (hlm 279)
Penasaran pengen baca. Pasti nilai moralnya sangat banyak. Seperti bukunya It Happened to Nancy
ReplyDeletehttp://bukuguebaca.blogspot.com/2014/06/it-happened-to-nancy-anonim.html
Buku ini sebenernya bagus, banyak banget kata2 inspiratif di dalamnya. Hanya saja, nuansanya suram mendominasi, bukan nuansa mengharukan yang bikin trenyuh. Entahlah, sepertinya kurang halus saja memfiksikan kisah yang sesungguhnya luar biasa ini.
Delete