Judul : Nyai Gowok, Novel Kamasutra dari
Jawa
Pengarang : Budi Sardjono
Penyunting : Addin Negara
Sampul : Ferdika
Tebal :
332 hlm
Cetakan: 1, Mei 2014
Penerbit : DIVA Press
“…
wanita paling senang jika disentuh dengan lembut. Pelan-pelan, tidak usah tergesa-gesa,
…” (hlm 310)
Dari
judulnya (plus subjudulnya) yang agak provokatif sekaligus memancing rasa
penasaran, novel ini memang menghadirkan banyak cerita sekaligus pelajaran
tentang urusan ranjang, terutama pengetahuan yang penting diketahui oleh seorang
laki-laki tentang seluk beluk seksualitas perempuan. Bersetting kota Temanggung
tahun 1955, Nyai Gowok mengisahkan
tentang pengalaman seorang remaja laki-laki bernama Bagus Sasongko, putra
seorang wedana di Randu Pitu yang nyantrik
di rumah Nyai Gowok selama beberapa minggu. Konon, dalam tradisi Jawa tempo
dulu, sudah umum jika remaja pria yang habis disunat “dititipkan” untuk tinggal
serumah dengan seorang gowok yang
akan mengajarinya berbagai hal tentang seluk tubuh perempuan, dengan tujuan
kelak agar si pemuda bisa membahagiakan istrinya dalam urusan “ranjang.”
Tradisi
gowok sendiri konon berasal dari
Tiongkok, yang kemudian tiba ke Jawa dengan dibawa oleh seorang wanita bernama
Goo Wook Niang. Tugasnya adalah memperkenalkan remaja lelaki yang akan beranjak
dewasa kepada seluk beluk tubuh perempuan, agar mereka tahu bagaimana
membahagiakan perempuan secara lahir maupun batin. Karena nama Goo Wook Niang
susah dilafalkan oleh lidah Jawa, maka lama kelamaan istilah ini disederhanakan
menjadi gowok. Sebagai putra seorang
pembesar, adalah sudah lumrah jika Bagus Sasongko dititipkan kepada seorang gowok, dan dia akan tinggal bersama Nyai
Lindri, seorang gowok yang tinggal di
dusun Gowangan.
Sebagai
seorang gowok, Nyai Lindri bertugas
mendidik Bagus agar menjadi seorang lelaki yang sejati, dalam hal ini terutama
sejati secara seksualitas. Bahwa lelaki yang sejati bukanlah lelaki dengan
kemampuan seks luar biasa dan tahan lama di ranjang, lebih dari itu. Lelaki
sejati menurut Nyai Lindri adalah lelaki yang bisa menghargai wanita sebagai
pasangan hidupnya, yang mampu memuaskan istrinya baik secara lahir maupun
batin, cukup sandang, pangan, dan papan. Diajarkan pula aneka teknik untuk
memuaskan wanita, titik-titik mana saja yang harus disentuh atau dibelai dari
tubuh wanita yang akan membuat istri menjadi nyaman untuk diajak memadu kasih. Dengan telaten, diajarinya Bagus Sasongko
tentang bagaimana “melayani” wanita, menjadikan istrinya terbang ke nirwana
saat keduanya tengah bercinta. Benar sekali, buku ini begitu sarat dengan aneka
pengetahuan seksual tentang perempuan.
Selama
nyantrik di rumah Nyai Lindri, Bagus
Sasongko juga “belajar” dari Martinah—pembantu Nyai Lindri—yang rupanya juga
memiliki bakat sebagai gowok. Dari
wanita separuh baya namun bertubuh sintal inilah Bagus Sasongko mewujudkan
fantasi-fantasi erotisnya dan mengalami (maaf) mimpi basahnya berulang kali.
Kondisi rumah Nyai Lindri memang sangat mendukung. Entah berapa kali Bagus
Sasongko secara tidak sengaja mendapatkan pemandangan lekuk tubuh wanita yang
molek, entah itu betis entah itu bagian belakang leher. Semuanya seolah disengaja agar dia sebagai
pria mampu mengetahui dan lalu menghargai seluruh bagian tubuh wanita.
“Wanita itu, Mas, dari ujung jari kaki
sampai ubun-ubun ibaratnya mudah kena setrum. Tetapi, ada bagian-bagian
tertentu yang setrumnya lemah, ada juga yang setrumnya menyengat, membuat
wanita kaget mak jenggirat.” (hlm
129)
Selain
banyaknya pengetahuan seksual tentang tubuh perempuan, keunggulan lain dari
novel ini adalah pengetahuan sejarahnya yang cukup informatif. Dalam perjalanan
piknik mereka menuju Jogja, Nyai Lindri sempat bercerita kepada Bagus tentang
sejarah kereta api di Jawa Tengah, apa saja stasiun-stasiun yang menghubungkan
antara Temanggung – Secang - Ambarawa -
Magelang – Jogja, tentang rel yang bergerigi karena jalurnya menanjak, juga
bahwa dulu pernah ada kereta jurusan Magelang – Jogja yang relnya berdekatan
dengan jalan raya. Sayang sekali jalur ini sudah tidak ada, digantikan oleh
jalur bus yang sudah begitu banyaknya. Ada juga sekelumit kisah tentang
perjuangan Pangeran Diponegoro, juga kutipan dari mantra ajian jarang goyang (ajian untuk memikat lawan jenis) serta pupuh
untuk menolak ajian tersebut.
Dalam
bab-bab terakhir, Nyai LIndri juga mengutip kitab kuno dari Bali, Rahasya Sanggama, yang berisi tiga
teknik untuk membahagiakan wanita di atas ranjang, yakni dengan angguliprawesa, jihwaprawesa, dan purusaprawesa. Apakah artinya dan
bagaimana tekniknya? Silakan baca sendiri di buku ini soalnya (maaf) agak-agak
berbau pornografi meskipun sebenarnya tidak mengapa bila dibaca oleh mereka
yang sudah cukup umur dan berumah tangga, karena tujuan utamanya memang untuk
mengharmoniskan hubungan suami – istri di ranjang.
Dan,
ketika tiba akhirnya Bagus Sasongko harus meninggalkan rumah Nyai Lindri, ia
telah berubah menjadi lelaki yang lebih dewasa. Tubuhnya masih remaja, tetapi
dalam hal olah seksual dan pemikiran ia telah menjadi seorang pria yang jauh
lebih dewasa. Terutama mengenai bagaimana cara menghargai dan memperlakukan
perempuan, serta membahagiakannya. Sedikit kritikan mungkin pada banyaknya kata
“he he he” dan “hi hi hi” yang bertebaran di buku ini. Entah mengapa, suara
tawa yang slengean ini terasa kurang cocok bagi sosok Nyai Lindri yang begitu
penuh (penuh apa Yon? Penuh pengetahuan dan pengalaman hehehe). Dengan segala
kualitasnya, Nyai Gowok bisa menjadi
bacaan yang mencerahkan, dengan syarat: Anda berpikiran terbuka dan tidak
picik. Selamat membaca.
“Menjadi seorang lelaki yang bisa disebut
sebagai lelanangin jagad itu kalau
dia bisa mengendalikan hawa nafsunya. Ingat itu ya, Mas. Hargailah wanita,
jangan sekali-kali memandang bahwa mereka hanya sekadar obyek pemuas nafsu.
Jangan. Bagaimanapun Mas Bagus lahir dari rahim seorang wanita, bukan lahir
dari batu gunung.” (hlm 323)
Ehem....sepertinya cocok untuk saya yang sudah menikah buku inih hihihi (gak pa2 kan ya pke hihihi, kan saya belum penuh ...*dikeplak)
ReplyDeleteNgomong-omong, apakah Mbak Esti Sulistyawan setelah membaca artikel di atas, terobsesi untuk menjadi Gowok terhadap pria muda (baca : perjaka ?)
Deletebisa baca disini.?
ReplyDelete