Pengarang : Michele Zink
Penerjemah : Ida Wadji
Editor : Aisyah
Proofreader : Tisa Anggriani
Penerbit : Matahati
hlm: 359 hlm
Dua
bersaudari, Amalia dan Alice Milthorpe terlahir kembar. Keduanya ditakdirkan menjadi Sang Gerbang dan Sang Garda, dua penjaga yang bertugas melawan dan menghalangi
bangkitnya Samael, Sang Iblis, yang hendak dilahirkan ke dunia. Kedua mewarisi
takdir yang juga diemban oleh ibu dan bibi mereka, juga nenek dan nenek bibi
mereka, dan generasi-generasi sebelumnya. Sebuah tugas yang mengikat wanita di
keluarga itu sejak awal zaman. Begitulah konsep dasar novel ini, dua bersaudari
yang ditakdirkan menjaga dunia dari serbuan iblis. Hadeh, dari sini sudah
kelihatan banget betapa lemahnya cerita ini. Dua wanita yang apes banget
ditugaskan menjaga gerbang iblis agar tidak terbuka, dan ini berjalan turun
menurun dalam sebuah keluarga, apa ya dosa keluarga ini sehingga harus
menanggung takdir yang luar biasa berat begini?
Dan, mau tak mau saya harus menyatakan bahwa
si penulis ini seksis. Untuk tugas menjaga gerbang iblis, penjaganya hanya dua
dan keduanya cewek! Bayangkan, ini tugas besar dan yang menjalankannya dua
gadis! Bukannya saya meremahkan kekuatan wanita ya (jujur saya sangat suka
dengan wanita-wanita yang heroine begini), tapi kan umat manusia ada pria dan
wanita, dan untuk tugas yang sangat menentukan takdir seluruh umat manusia ini,
masak iya dua-duanya cewek? Perlu
dipertimbangkan juga bahwa faktanya cewek lebih cenderung menggunakan kemampuan
emosionalnya ketimbang rasionalnya. Dalam menghadapi godaan iblis yang luar
biasa picik, seharusnya dibutuhkan pertimbangan logika pria dan kekuatan
emosional wanita. Bahkan, hampir semua jagoan dalam buku ini cewek! Beuhhhh …
kentara banget nih Charmed wanna be!
Dan, akhirnya terbukti kalau
kisah ini gagal. Banyak Gerbang yang akhirnya bunuh diri karena tidak tahan
dengan godaan iblis. Kasusnya terjadi pada ibu si kembar, yang kemudian
menyusul ayahnya. Aduh apes banget mereka. Belum cukup, si Alicia ternyata
telah jatuh ke dalam pengaruh iblis. Ia yang sebenarnya menjadi Gerbang, dan
Amalia Gardanya, sang garda yang harus menjaga sang gerbang, itu sebelum
operasi Caesar membuyarkan ramalan kuno tentang dua bersaudari ini. Temanya
kisah ini sendiri adalah penyihir ala Amerika Serikat, di mana kaum wanitalah
yang dikatakan lebih umum menjadi penyihir, itulah kepada jago-jago sihir di
buku ini semuanya cewek. Yah, ayah si kembar juga jagoan sih, tapi perannya
minim. Bahkan Henry, adik si kembar, satu-satunya lelaki di keluarga itu
digambarkan (maaf) berkursi roda dan sakit-sakitan. Tuh kan penulisnya seksis
banget.
Untuk bangunan kisah selanjutnya bisa
dibayangkan oleh pembaca sendiri. Si Amalia ini harus berjuang untuk menghadapi
godaan Iblis Samuel yang berusaha membujuknya untuk membuka gerbang. Di sisi
lain, saudrai kembarnya telah menyatakan perang kepadanya. Kedua bersaudari ini
telh ditakdirkan untuk saling memusuhi: satunya hamba kejahatan dan satunya
lagi hamba cahaya. Amalia telah memilih. Ia adalah gerbang tetapi ia memiliki
sifat seorang garda. Sementara Alicia ternyata adalah hamba kejahatan yang
telah dididik oleh sang iblis sendiri sejak lahir. Keduanya telah memilih, dan
perang antar saudari kembar ini dimulailah. Coba bayangkan: dua saudari kembar,
satu jahat satunya baik, benar-benar tidak ada wilayah abu-abu, dan keduanya
tinggal dai satu rumah, haloooooo? Tentang bagaimana kisah selanjutnya, saya
hanya bisa bilang kalau saya tidak suka dengan kisah ini. Setelah membaca
berpanjang-panjang dan endingnya hanya “kejebur sungai” dan udah gitu doang!
*gemes sambil gigit-gigit panci ramuan*
Satu
hal yang saya suka dari novel ini adalah unsur historical fiction-nya yang cukup kuat. Mengambil setting
peralihan antara tahun 1800 dan tahun 1900-an, pembaca akan dibawa flashback ke
masa ketika kereta kuda dan mesin uap masih menguasai jalanan. Masa-masa ketika
kesopanan masih dijunjung tinggi, wanita-wanitanya bergaun lebar dan sangat
bermantabat, sementara kaum pria masih menjunjung tinggi sikap gentleman mereka. Mirip eranya Sherlock
Holmes pokoknya. Saya juga suka karakter Ayah si kembar yang sangat mencintai buku
dan berusaha menularkan kesukaannya itu kepada anak-anaknya. Bahkan, beberapa
setting cerita di buku ini mengambil tempat di perpustakaan dan toko buku.
Buku
ini merupakan sekuel pertama dari trilogi yang dibuat oleh si penulis. Bagi
penyuka kisah fantasi petualangan, sebaiknya jangan terlalu berharap saat
membaca buku ini. Ini adalah kisah fantais yang dark dan eksekusi yang bagus namun aksinya sangat kurang. Sudut
pandangnya cewek banget, dan kalau tidak bisa dikatakan seksis, cukuplah
dikatakan kalau novel ini kurang cocok untuk dibaca pembaca cowok. Saya
berhasil bertahan menyelesaikan buku pertama karena setting sejarahnya yang
sangat saya sukai, tetapi untuk ceritanya kurang memuaskan bagi saya. Entahlah,
mungkin di buku 2 atau 3 (yang entah kapan akan diterjemahkan) akan lebih seru.
Kita harap saja demikian!
No comments:
Post a Comment