Judul :
Avatar Keadilan
Pengarang :
Nararosa
Editor : Elis
W
Tebal : 371
hlm
Sampul : BlueGarden
Cetakan : 1,
Maret 2010
Penerbit :
DIVA Press
Abad VI masehi, masa-masa pra-antik di pulau Jawa. Kala itu,
hutan rimba menyelimuti sepenjuru pulau. Jawadwipa belum dikenal dunia selain
dari catatan-catatan para biksu dan pendeta dari Tiongkok dan India sebagai
sebuah pulau beras yang sangat subur. Jawa abad VI, belum banyak catatan dan
prasasti sehingga tentang kala itu pun para ahli sejarah masih mereka-reka
seperti apa rupa Jawa sebelum munculnya kerajaan-kerajaan besar Mataram Hindu
dari wangsa Sanjaya dan Wangsa Syailendra. Hanya ada selentingan kabar tentang sosok
ratu yang memerintah kerajaannya dengan adil, Maharatu Shima.
Dalam
sebuah catatan sejarah Dinasti Tang, seorang biksu bernama Fa Hien dari
Tiongkok mendarat di sebuah kerajaan yang disebut Holing di pesisir utara Jawa.
Kita mengenalnya sebagai kerajaan Kalingga, yang satu zaman dan satu masa
dengan kerajaan Galuh dan Tarumanegara di Jawa Barat. Dalam catatan itu,
disebutkan tentang masa-masa keemasan Kerajaan Kalingga yang dipimpin oleh
seorang maharatu yang sangat adil dan Berjaya. Dia dikenal sangat tegas dan
tidak pilih-pilih dalam menegakkan hukum. Mata dibalas mata, tangan dibalas
tangan. Pencuri yang tertangkap harus dipotong tangannya.
Buku
ini mencoba menggambarkan sosok Maharatu Shima dalam bingkai fiksi. Dimulai
dari masa kecilnya, nama aslinya adalah Nongga. Gadis cilik sebatang kara ini
diangkat dan dididik menjadi seorang biksuni di Vihara Buddha, yang menjadi
tempatnya belajar ilmu agama, ilmu jiwa, dan juga ilmu beladiri. Setahap demi
setahap, pembaca akan diajak menelusuri perkembangan Nongga muda hingga menjadi
seorang sosok wanita dewasa yang perkasa. Bagaimana beliau bisa diangkat
menjadi ratu, bagaimana kira-kira dirinya memandang zamannya—yang kala itu
begitu kental dengan kuasa laki-laki.
Setting
Jawa kuno yang berhutan dan terliputi nuansa gaib menjadi daya tarik utama buku
ini. Saksikan bagaimana Shima mengembara mencari Bhumi Sambara sebagai
tempatnya menggembleng diri dan mendapatkan pencerahan. Membaca buku ini ibarat
menonton kisah-kisah epic-kolosal dari tanah Jawa kuno, lengkap dengan hutan
angker, berbagai jurus sakti, istana-istana megah, kehidupan pedesaan yang
masih asri. Paling menarik tentu saja adegan ketika Maharatu harus memotong
tangan putranya sendiri, sang putra mahkota, karena anak itu telah mengambil
benda yang bukan haknya.
"Tidak ada yang boleh mengalahkan keadilan. Keadilan adalah citarasa manusia berbudaya. Hukum keseimbangan harus tetap seimbang. Sang dewi keadilan tidak boleh dikalahkan." (hlm 338)
Minimnya
referensi dan catatan tertulis dari abad VI Masehi membuat penulis harus
berkreasi dalam mengisi bolong-bolong sejarah dan menjadikan cerita ini utuh. Rupanya,
penulis memilih dunia gaib dan ajaran Buddha sebagai pengisi bagian-bagian yang
masih kosong. Tentang siapa sebenarnya sosok sang Maharatu ini, memang masih
terliputi kabut ketidaktahuan. Kurangnya prasasti dari masa Kalingga membuat kita
hanya bisa mereka-reka tentang keberadaan seorang Maharatu Shima, sosok
perempuan tangguh yang adil dan berhasil membawa kejayaan bagi negerinya.
NB: Catatan untuk sampulnya yang kurang cocok. Settingnya Jawa kuno tapi kok covernya puri Eropa dan ada embak-embak pakai gaun trus bawa pedang ala Eropa ya? Hayo, Blue Garden, ini catatan buat Anda!
Huahaha... Baru mau komen masalah sampulnya juga nih, mas... Kirain ceritanya tentang lady Eropa zaman kegelapan yang terdampar di Jawa abad VI.
ReplyDeletehihi sama, aku juga tadinya kirain ini buku dengan latar eropa kuno atau kerajaan di barat gitu.. apalagi judulnya ada avatar2 segala.. ternyata malah berlatar di jawa :D
ReplyDeleteeng.. Kira kira jaman dia jadi ratu, suaminya jadi raja juga ngga ya?
ReplyDelete