Search This Blog

Wednesday, December 3, 2025

Santri Bertanya

 Judul: Santri Bertanya
Penulis: Ahmad Zahruddin M. Nafis
Tebal: 172 halaman
Cetakan:  Januari 2014 
Penerbit: Bhuana Ilmu Populer
ISBN 9786022496540 (ISBN10: 6022496543)


Judul buku menggunakan kata "santri" karena pembahasannya merujuk pada banyak kitab-kitab karya ulama klasik Islam yang sering disebut dengan kitab kuning. Kehadiran buku ini banyak menambah sentuhan "pesantren" pada pembaca awam yang mungkin belum pernah merasakan ngaji kitab kuning atau nyantri. Adalah sebuah realitas bahwa tidak semua persoalan kehidupan dapat ditemukan jawabannya secara tekstual dalam al-Qur'an dan Hadist. 

Di sinilah peran intelektual para ulama muncul melalui metode ijtihad, seperti qiyas, istihsan, maslahah mursalah, dan lainnya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan "meragukan" semisal: bagaimana hukum berazan sambil duduk, buang air kecil sambil berdiri, perkara muamalah dengan umat nonmuslim, besarnya zakat untuk tabungan di bank, hukum memelihara burung, tertinggal rakaat kedua dalam shalat Jum'at, dan banyak hal penting lain dalam ilmu fiqh yang saya pun belum banyak mengetahuinya.

Hal-hal unik yang ditanyakan di buku ini kadang malah jarang terpikirkan. Misalnya saja, hukum menelan air mani adalah haram meskipun air maninya sendiri suci. Hukum membuat polisi tidur adalah haram karena merusak jalan, mengganggu pengguna jalan, dan dapat mencelakakan. Ada pula hukum menunda mandi junub yang ternyata "diperbolehkan" asalkan tetap berwudhu. Serta, sebaiknya buang air kecil dilakukan dengan berjongkok sebagaimana sunah Nabi Saw. Masih banyak lagi pertanyaan unik dan menarik tapi perlu kita tahu di buku ini.

Metode yang digunakan penulis adalah menghadirkan pertanyaan singkat dan lalu menjawabnya dengan singkat pula. Sebagai dasar hukum, disertakan rujukan berupa kutipan dari kitab-kitab karya ulama klasik. Hanya saja, penulis hanya mencantumkan satu pendapat dan tidak menghadirkan pendapat atau ijma dari ulama lain yang mungkin berbeda.

 Semisal pada perkara sahnya sholat taraweh yang hanya ditampilkan pendapat "4 rakaaat dua kali salam" padahal ada riwayat dan ijma lain yang menyebut tentang sahnya shalat taraweh 4 rakaat dengan sekali salam. Ini menjadikan hukum di buku ini terasa sa-klek tanpa mempertimbangkan ijma lain yang mungkin memperbolehkan dengan landasan yang sama validnya.

Dalam belajar fiqh, perlu disadari juga pentingnya membaca dan membandingkan pendapat ulama dari berbagai mazhab dan zaman agar tidak jatuh dalam sikap menyalahkan tanpa tahu ilmunya. Dalam tradisi pemikiran Islam sendiri, perbedaan pendapat bukanlah kekurangan, tetapi sebuah kekayaan intelektual yang menawarkan pilihan solusi sesuai konteks dan kebutuhan.

 Perbedaan pendapat di antara ulama adalah rahmat, bukan alasan untuk berpecah. Perbedaan itu lahir dari perbedaan metode, latar sosial, dan keluasan pengetahuan masing-masing ulama. Selama berpegang pada dalil dan kaidah ilmiah yang benar, setiap pendapat memiliki tempat dan nilai yang patut dihargai.


No comments:

Post a Comment