Search This Blog

Thursday, June 27, 2024

Recehan Bahasa

Judul: Recehan Bahasa
Penyusun: Ivan Lanin
Tebal: 152 halaman
Cetakan: 1, 2020 
Penerbit:  Qanita
ISBN :9786024021795 (ISBN10: 6024021798)


Kepintaran tenggelam tanpa keterampilan bahasa.

Kedunguan gemerlap berkat kepiawaian bahasa.

Bahasa tidak muncul dari ketiadaan. Kata muncul dari interaksi sehari-hari antarmanusia yang membentuk sebuah sistem komunikasi yang disepakati bersama yang disebut bahasa.

"Keterampilan tenggelam tanpa keterampilan berbahasa," menurut Ivan Lanin., karena orang jadi tidak bisa menyampaikan keterampilan dirinya dengan baik dan tepat.

***

Awalnya mengira buku ini bakal berupa kumpulan esai bertema bahasa seperti kumpulan artikel bahasa Kompas, ternyata lebih berupa kumpulan tweet yang diberi ilustrasi. Materi kebahasaan disajikan dalam poin-poin ringkas (mematuhi aturan Twitter) dengan ilustrasi ngejreng dan celetukan kekinian (pada eranya) yang kebanyakan bernuansa warganet. Jadi, wajar jika pembahasan di buku ini tampak sepotong-potong, sangat ringkas, dan tidak berbentuk seperti paragraf tebal sebagaimana umumnya buku esai bahasa. Judulnya saja "Recehan Bahasa" jadi tidak salah jika teknik penulisannya memang cenderung receh dan sambil lalu.

Walau ringan, isinya lumayan padat ilmu. Padat yang praktis. Beberapa pembahasan tentang EYD dan pengertian tentang sejumlah aspek kebahasaan bisa di skip untuk pembaca yang sudah paham secara umum. Hal yang unik, Ivan banyak memunculkan padanan baku untuk kata-kata yang sudah populer, misalnya saja slide (salindia), CP (narahubung), sederhana (ugahari) dan online (daring). 

Satu yang terus terlupa, bahwa kata yang benar adalah "panau" (bukan panu) dan "satai" bukan sate. Jadi, lain kali bilangnya: "Aku mau beli obat panau ke apotek sekalian beli satai di dekat sana." Satu ungkapan yang dulu sepertinya pernah saya baca tapi ternyata terlupa lagi: ungkapan yang benar adalah WAWAS DIRI (bukan mawas diri).

Pengalaman unik yang dihadirkan saat membaca buku ini adalah keterkaitannya dengan situs-situs bahasa dan perkamusan. Sepanjang membaca, kita diajak menjelajahi berbagai situs resmi, mulai dari situs kumpulan artikel bahasa hingga situs eh laman repositori.kemdikbud.go.id yang berisi naskah-naskah legal yang dapat diunduh gratis. Saya sendiri mengunduh kamus arkeologi terbitan tahun 1981.

Asal-usul sejumlah kata juga dijelaskan ringkas. Generasi milenial mungkin paham dengan istilah "segede gaban" untuk menggambarkan sesuatu yang berukuran besar. Nah apakah gaban ini? Konon, ini berasal dari robot raksasa Gavan yang pernah dipajang di Dunia Fantasi Taman Impian Jaya Ancol pada dasawarsa 1990-an. Sementara itu, kata "PERKEDEL" bukan kependekan dari "persatuan kentang dan telur" sebagaimana banyak kita jumpai di meme (dibaca meme, bukan mim) melainkan serapan dari istilah Belanda "frikadel". Gejala bahasa ini mirip dengan kerata jawa dalam bahasa Jawa, yakni sudah ada istilahnya duluan baru diutak-atik pembentukkannya secara kreatif (seperti wedang dan katok).

Hal menarik lain dari buku ini, tentang perbedaan ganti rugi (menganti kerugian) dan ganti untung (jika jumlah ganti rugi yang diberikan lebih banyak), asal usul kenapa kata "Anda" selalu ditulis dengan huruf kapital, dan perbedaan pemakaian "dia" dan "ia". Saya sendiri tertunduk malu karena masih sering menulis Kata Pengantar (yang harusnya Prakata) untuk buku karya sendiri. Perbedaannya adalah "Kata Pengantar" (padanannya adalah Sekapur Sirih) ditulis oleh orang lain sementara jika penulis/pengarang ingin menulis sendiri "kata pengantarnya" maka itu disebutnya "Prakata". 


No comments:

Post a Comment