Search This Blog

Friday, May 31, 2024

Dari Toko Buku ke Toko Buku

Judul: Toko Buku ke Toko Buku
Penyusun: Muthia Esfand
Tebal: 518 hlm
Cetakan: -
Penerbit: Bukuditeras
ISBN 9786239608774 (ISBN10: 6239608777)

Ternyata memang harus fokus untuk bisa menikmati buku ini. Setelah mogok di halaman 150 dan terhenti baca selama dua bulan, saya memutuskan membaca lagi lembar-lembar hangat ini. Fokus menemani perjalanan pengarang menjelajahi tidak hanya toko buku-toko buku di Eropa, tetapi juga perjalanan pribadinya menemui jiwa-jiwa pecinta aksara dan lembaran cetak di seantero benua Biru. Sungguh luar biasa betapa kesamaan minat bisa menghilangkan sekat perbedaan bahasa, etnis, agama, pandangan, politik, dan ras. Perjalanan Muthia Esfand di buku ini semakin menunjukkan betapa jauh di dalam kita, semua manusia sejatinya satu.

Eropa selalu dikaitkan dengan bangunan - bangunan kuno terjaga, pemandangan pegunungan Alpen yang memesona, menara dan bangunan peninggalan Romawi, serta tingginya intelektual warganya. Berwisata ke Eropa tentu tidak jauh jauh dari Menara Eiffel, pegunungan Swiss, Coloseum Roma, jam Big Ben, atau stadion - stadion megah sepak bola. Tetapi beda dengan pecinta buku, pilihannya tidak lain tidak bukan tentunya mengunjungi toko buku.

Dengan tujuan inilah perjalanan panjang dilakukan, sepenggal kisah dari tahun 2017 lalu dilanjutkan pada masa awal pandemi tahun 2020. Beberapa negara Eropa terkenal seperti Inggris , Prancis, Jerman, juga Belanda tentu masuk hitungan. Tetapi yang lebih istimewa, Muthia juga membawa kita ke sudut sudut Eropa yang mungkin masih terdengar asing seperti Slovenia, Ceko, hingga pojok kecil di pinggiran tebing Italia. Tempat - tempat yang jarang terbayang tetapi ada, dan mbak Muthia membawanya ke depan kita dengan gaya personal khas orang buku slash traveler slash fandoms members.

Apa yang menarik di dalamnya? Tentu saja toko buku! Saya mungkin tidak akan membaca buku ini kalo isinya hanya perjalanan wisata ke Eropa. Saya hanya ingin membaca tentang toko toko buku di sana! Tapi penulisnya memang agak laen (dalam artian positif). Judulnya toko buku, tapi di dalamnya juga ada wisata sejarah, jadi relawan di pegunungan Slovenia, resep bikin nasi campur keju dan rempah yang bikin ngiler, sampai sejarah singkat tentang Jerman Barat dan Jerman Timur. Saya yang tadinya hanya mau kisah tentang buku dan toko buku, akhirnya malah turut larut menikmati kisah manusia manusia di balik peristiwa besar pasca runtuhnya komunis. Buku ini memberikan porsi cukup besar pada kawasan Eropa Timur, yang bikin bukunya semakin menarik karena serasa membaca banyak hal yang sebelumnya belum pernah saya baca.

Bagaimana dengan buku dan toko buku? Tentu saja berlimpah ruah. Teknik menyisipkan cerita reportase di antara puluhan kisah tentang mengunjungi toko toko buku di Eropa ini unik, bikin pembaca nggak bosan. Seperti yang ditulis penulis di penghujung buku ini, bahwa kita juga akan lelah setelah seharian berkutat dengan hal yang kita sukai. Untuk itulah ada selingan berupa makanan, kisah manusia, sejarah, dan juga kucing di buku ini. Hampir semua toko buku besar Eropa diulas di sini, dan beliau tidak mengulasnya secara kaku atau standar ala ala membaca brosur, tapi lewat pengamatan subjektif yang disusul dengan wawancara bersama pemiliknya--walau tidak semua.

Salah satunya adalah pembahasan mengenai Frankfurt Book Fair nan legendaris itu. Betapa masuk ke sana pastinya menjadi impian para pekerja buku. Juga kisah agak lucu tentang peserta sesi tanda tangan Nicholas Spark yang kalah jauh peminatnya bila dibandingkan dengan sesi tanda tangan Cassandra Clare! Banyak yang hadir hanya untuk menunggu sesi CC. Mbak Muthia ( dan Ulin, woyy Ulin gimana kabarnya kamu woy.... Lama ga kabar kabar huhuhu) benar - benar mampu mengambarkan bagaimana senangnya seorang fan ketemu pengarang idolanya.

Selain buku dan toko buku, saya juga senang dengan aneka celetukan bergizi tinggi yang bertebaran di buku ini. Berasa lagi baca novel, karena beberapa kali beliau menyelipkan satu dua tiga patah jalinan cerita bak novel. Terasa begitu subjektif tapi juga personal, hangat tapi juga sendu, meledak ledak seperti gejolak pemudi tapi juga kalem bak mas/mbak kantoran pertengahan tigapuluhan.  Tapi ada beberapa yang menurut saya agak terlalu personal, Mbak! Tapi ... it is fain!

Saya cocok sekali dengan banyak uraian dan curhatannya soal industri perbukuan di Indonesia. Bekerja di bidang yang sama selama bertahun-tahun hingga akhirnya sadar betapa idealisme pada akhirnya harus mengalah juga walau wajib hukumnya tetap merawat mimpi-mimpi ideal kita. Mbak Muthia sudah menunjukkannya, lewat buku ini dan juga lewat toko buku kecil namun menyenangkan tempat dia berkarya dan menjatuhkan lelah untuk bertetirah sejenak dari konsumenisme dunia.

Mimpi ternyata harus dijaga, karena kita tidak pernah tahu kapan itu menjadi nyata. Kadang tidak sebesar yang dibayangkan, tetapi mungkin juga lebih indah dari yang kita harapkan. Jauh di belahan Bumi sebelah sana, masih ada (walau mungkin tidak banyak) orang-orang yang begitu mencintai toko buku. Kamu juga jangan berhenti ya, cintai buku.

5 comments:

  1. Mencintai buku masih bisa dipelihara dengan baik, tetapi mencintai toko buku, emmm, kayaknya susah. Berkunjung ke sana aja udah jarang. Sekarang kalau mau beli buku pasti bukanya ecommerce. Kuantitas pergi ke toko buku harus disandingkan dengan diskon yang diberikan, mungkin bisa jadi solusi meramaikan lagi toko buku offline.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener banget mas, godaan tokbuk online terlalu berat dengan diskon dan freeongkir. Beda kalo ke tokbuk harus nyempetin waktu, beli bensin, bayar bensin, belum nanti jajannya. Ya zaman memang berubah, begitu juga kecenderungan membeli buku. Semoga antusiasme membaca buku tetap rame dan tidak berubah.

      Delete
    2. Bayar parkir maksudnya bukan bayar bensin wkwk tp ini bisa diakali dengan ... Membeli di toko buku versi onlinenya, jadi tetap membantu mereka bertahan

      Delete
  2. Wah, ternyata bukunya tebel banget ya, Masdi. Aku pernah liat ini masuk audiobook gitu di aplikasi Storytel. Jadi makin penasaran ama isinya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya 500 lebih sedikit tp karena fontnya gede sih plus spasi antar baris agak renggang. Banyak foto-foto berwarna juga.

      Delete