Search This Blog

Wednesday, September 27, 2023

Berburu Buaya di Hindia Timur

 Judul: Berburu Buaya di Hindia Timur
Pengarang: Risda Nur Widia
Tebal: 154 halaman, Paperback
Terbit: February 1, 2020
Penerbit: Pojok Cerpen



Menuliskan Babakan sejarah lewat media fiksi selalu menarik. Bukan hanya menjadikan sejarah sebagai sesuatu yang tidak kaku, tetapi juga ada banyak fakta dan pengetahuan sesuai catatan sejarah yang bisa disajikan dan dimanusiawikan. Sejarah kemudian tidak menjadi sesuatu yang hafalan atau hitam putih.

Kumpulan cerpen bertema sejarah kolonial ini turut dalam upaya menghadirkan sejarah atau data sejarah sebagai cerita naratif. Enam cerita di dalamnya menyuguhkan kepada pembaca enam data atau peristiwa sejarah berbeda yang sama sama berlangsung di Hindia Timur. Mirip karya Iksaka Banu? Mungkin, tetapi Risda tetap memiliki khasnya sendiri.

"Para Bandit dan Hantu Ophaalbrug" membawa pembaca ke pelosok Madura. Tambang garam ini ternyata sudah dinilai berharga di era penjajahan Belanda. Tetapi seperti yg sudah-sudah, rakyat hanya mendapat luka dan siksa, tidak kebagian tingginya harga emas putih era kolonial ini. Pemberontakan dalam bentuk pembegalan menjadi salah satu cara ketika tekanan semakin berat sementara diri tak kuasa melawan. Kisah ini menarik karena membawa "hantu" dalam upaya mencari keadilan, yang sayangnya tetap tumbang.

Berburu Buaya di Hindia Timur menjadi kisah kedua, menggambarkan secara naratif Charles Leuseur dari Prancis mengadakan lawatan ke kepulauan Hindia Timur tahun 1803. Sebuah eskplorasi ala National Geographic dengan tujuan memburu seekor buaya yang konon raksasa di pedalaman Kupang. Ceritanya sangat naratiff karena mungkin bersumber dari jurnal atau catatan penjelajah. Selain menghibur dengan cerita petualangannya, pembaca juga diajak mengamati kondisi sosial masyarakat Kupang di tahun 1800an awal.

Kisah "Nasib Seorang Pelaut" menjadi kisah terpanjang di buku ini. Disusun menyerupai makalah dengan abstrak dan pendahuluan, cerpan ini mengisahkan perjalanan panjang seorang pelaut Prancis bernama Laval pada tahun 1601 dalam upaya mencari kepulauan rempah-rempah. Sumber cerpen sendiri sebuah artikel dalam bahasa Prancis yang lalu dikembangkan jadi kisah nitip Treasure Island digabung Perjalanan Gulliver yang agak banyak sialnya. Dimulai dari dihantam ombak badai, kapal karam, ditangkap suku pribumi, hingga menjadi budak di kapal musuh. Perjalanan Laval ke Hindia Timur menjadi gambaran betapa berbahaya sekaligus eksotisnya pelayaran samudra pada era penjelajahan.

Kisah "Babad Goa Njlamplong" menjadi kisah favorit saya. Mengisahkan sepenggal dusun kecil di Gunung Kidul yang konon menjadi pelarian Pangeran Diponegoro saat dikejar-kejar pasukan Kompeni. Penulis tidak hanya memadukan sejarah dengan cerita tetapi juga folklore lokal yang menjadikan kisah ini bikin trenyuh sekaligus bernuansa mistis. Kisah-kisahnya mengingatkan kita pada beratnya perjuangan dan penderitaan rakyat di masa penjajahan.

Cerpen 1913 mengisahkan perjuangan Tiga Serangkai (Ki Hadjar Dewantara, Tjiptomangoenkoesoemo, dan Edward Douwes Dekker) dalam perjuangan melawan kolonialisme lewat jalur tulisan. Perjuangan mereka membuktikan betapa perjuangan bersenjata dan perjuangan diplomasi sama sama punya peran dalam kemerdekaan Indonesia. Kisah ini serasa membawa dan mengingatkan kembali perjuangan Tiga Serangkai dalam kisah yang jarang diungkap.


Cerpen terkahir berkisah ttg perjuangan melawan penindasan kompeni di Indonesia Timur. Banyak yg mungkin tidak atau belum tau banyak bahwa di bumi Amboina juga bergolak perlawanan melawan penjajahan yang dipimpin oleh Thomas Matulessy dan kawan-kawannya. Cerpen ini seolah mengingatkan kembali betapa kemerdekaan adalah sesuatu yang diperjuangkan dengan darah dan pengorbanan. Tidak selayaknya kita kini menyia-nyiakannya setelah membaca kisah Thomas Matulessy ini.

***

Membaca sejarah bagi sementara orang adalah hiburan dan kesenangan. Bagi banyak yang lain mungkin membosankan dan membikin kantuk datang. Tetapi, sejarah adalah pelajaran dari masa lampau yang penting untuk direnungkan agar apa yang keliru tidak lagi berulang ke depannya. Menuliskan Babakan sejarah dengan metode cerpen seperti ditempuh Risda di buku ini adalah salah satu jalan kreatif yang selayaknya dirayakan. Mungkin belum sempurna benar: ada beberapa yang naratifnya kadang terlalu panjang, atau sejumlah bagian yang terasa agak dipaksakan agar terasa lebih bercerita. Tetapi saya yakin menuliskan sejarah dalam cerpen tidak selalu mudah dilakukan. Apa yang dicapai oleh penulis dengan cerpen-cerpen ini adalah keistimewaan yang didukung oleh bakat mendalam, ketekunan yang begitu besar, dan ketertarikan yang terus dihidupkan.

No comments:

Post a Comment