Judul: Asteroid dari Namamu
Penyair: Galih Pramudianto
Cetakan: Pertama, 2019
Tebal: 128 hlm
Penerbit: Basabasi
"Menulis puisi bagi saya seperti sebuah perjalanan ke Mars atau ke Bulan. Penuh persoalan dan persiapan. Kita bisa saja gagal dalam pendaratan, yang bermakna puisi sulit untuk dipahami dan jatuh ke jurang kegelapan. Atau kita juga bisa terlalu telanjang—ketika pendaratan sukses, namun tidak bisa kembali pulang ke Bumi." (Galih Pramudianto)
Buku
kumpulan puisi berjudul romantis ini ternyata tidak romantis amat. Sebaliknya,
ia begitu penuh dengan ilmu pengetahuan yang dipuisikan. Gugusan planet diubah
berima. Fakta sejarah disusun bersajak. Orang-orang besar dijajar megah. Dan
semakin ke belakakg, pembaca kian terpukau dengan kedalaman pengetahuan serta
keragaman data yang berhasil disusupkan sang penyair dalam puisinya. Kritik
sosial juga sesekali turut dihadirkan lewat kalimat kalimat yang entah
sepertinya bermaksud menyelinap dalam pekatnya Rima dan sanjak.
"dan ia telah memilih
bahwa kekuasaan kadang
menjauhkan penyakit dari
pulih" (74)
Kreativitas tidak mengenal batas, begitu juga dalam proses kreatif menyusun puisi. Tidak melulu harus menggunakan kata-kata sastrawi nan tinggi, atau diksi-diksi yang aduhai. Selama masih berupa kata-kata, mereka bisa menjadi bahan untuk dijadikan puisi. Persoalan terbesar bukan pada kata-kata apa yang harus digunakan dalam menyusun puisi, tetapi bagaimana merangkai kata-kata yang ada menjadi bentuk yang lebih tinggi lewat puisi. Dalam hal ini, pengetahuan dan latar belakang seorang penyair akan sangat menentukan. Bisa kita simak betapa penyair yang cenderung "sci-fi" membawa dunianya itu dalam puisi.
Inginku menemukan mesin waktu
menuju hening gemintang
atau kekacauan spektrum
di festival kecerdasan buatan
penuh planet pendakian
dalam selongsong pencarian.
(Setelah Dentuman Besar)
Perhatikan bagaimana sebuah peristiwa ilmiah sedahsyat dentuman besar atau Big Bang dapat digubah menjadi puisi yang khas milik penulis, seperti contoh di atas. Setiap penyair, dan penulis, memang berupaya mengolah yang ada dalam diri, di sekitarnya, dan yang dikuasainya untuk menghasilkan sebuah karya kreatif yang khas miliknya.
Tetapi satu karya tidak bisa berdiri dengan sendirinya. Demikian juga satu penyair atau penulis tidak bisa muncul sendirian begitu saja. Satu
penulis memunculkan penulis yang lain lewat karya-karya yang dibacanya. Efek pengaruh penyair
lain juga terasa dalam buku ini. Misalnya saja humor Jokpin dan gaya 'ruang'
Afrizal Malna dalam puisi Terpelanting dan Toko Serba Ada
2/
Tuhan menciptakan
sariawan dan sakit gigi
untuk menginstirahatkan mulut dari
jemaat fitnah dan nyinyir viral
tak berkesudahan.
Di
puisi selanjutnya, yang lebih mirip katalog untuk mendirikan sebuah toko
kelontong serba ada dan barang barang apa saja yg dijual di dalamnya, kita
tetap menemukan pukau itu ada dalam baris terakhirnya.
ada. apalagi kak kak? apa? puisi?
maaf sekali, untuk yang itu ternyata kami tidak menjual.
(83)
Sebuah gong lucu sekaligus sendu setelah menyimak satu deret puisi berbentuk paragraf yang isinya daftar barang semata. Dari pantai Klayar hingga manuskrip Voynich, galaksi Bimasakti hingga manusia Purba dari Jawa, semua beralih rupa puitis. Di buku ini pula kita kembali menemukan peran judul sebagai penuntun dalam menikmati isi puisi.
terima kasih informasinya
ReplyDeleteVisit Us