Search This Blog

Friday, October 29, 2021

Puisi-Puisi Ilmiah dalam Asteroid dari Namamu

Judul: Asteroid dari Namamu

Penyair: Galih Pramudianto

Cetakan: Pertama, 2019

Tebal: 128 hlm

Penerbit: Basabasi

"Menulis puisi bagi saya seperti sebuah perjalanan ke Mars atau ke Bulan. Penuh persoalan dan persiapan. Kita bisa saja gagal dalam pendaratan, yang bermakna puisi sulit untuk dipahami dan jatuh ke jurang kegelapan. Atau kita juga bisa terlalu telanjang—ketika pendaratan sukses, namun tidak bisa kembali pulang ke Bumi." (Galih Pramudianto)

Buku kumpulan puisi berjudul romantis ini ternyata tidak romantis amat. Sebaliknya, ia begitu penuh dengan ilmu pengetahuan yang dipuisikan. Gugusan planet diubah berima. Fakta sejarah disusun bersajak. Orang-orang besar dijajar megah. Dan semakin ke belakakg, pembaca kian terpukau dengan kedalaman pengetahuan serta keragaman data yang berhasil disusupkan sang penyair dalam puisinya. Kritik sosial juga sesekali turut dihadirkan lewat kalimat kalimat yang entah sepertinya bermaksud menyelinap dalam pekatnya Rima dan sanjak.


"dan ia telah memilih

bahwa kekuasaan kadang

menjauhkan penyakit dari pulih" (74)

 

Kreativitas tidak mengenal batas, begitu juga dalam proses kreatif menyusun puisi. Tidak melulu harus menggunakan kata-kata sastrawi nan tinggi, atau diksi-diksi yang aduhai. Selama masih berupa kata-kata, mereka bisa menjadi bahan untuk dijadikan puisi. Persoalan terbesar bukan pada kata-kata apa yang harus digunakan dalam menyusun puisi, tetapi bagaimana merangkai kata-kata yang ada menjadi bentuk yang lebih tinggi lewat puisi. Dalam hal ini, pengetahuan dan latar belakang seorang penyair akan sangat menentukan. Bisa kita simak betapa penyair yang cenderung "sci-fi" membawa dunianya itu dalam puisi.

Inginku menemukan mesin waktu

menuju hening gemintang

atau kekacauan spektrum

di festival kecerdasan buatan

penuh planet pendakian

dalam selongsong pencarian.


(Setelah Dentuman Besar)

Perhatikan bagaimana sebuah peristiwa ilmiah sedahsyat dentuman besar atau Big Bang dapat digubah menjadi puisi yang khas milik penulis, seperti contoh di atas. Setiap penyair, dan penulis, memang berupaya mengolah yang ada dalam diri, di sekitarnya, dan yang dikuasainya untuk menghasilkan sebuah karya kreatif yang khas miliknya.

Tetapi satu karya tidak bisa berdiri dengan sendirinya. Demikian juga satu penyair atau penulis tidak bisa muncul sendirian begitu saja. Satu penulis memunculkan penulis yang lain lewat karya-karya yang dibacanya. Efek pengaruh penyair lain juga terasa dalam buku ini. Misalnya saja humor Jokpin dan gaya 'ruang' Afrizal Malna dalam puisi Terpelanting dan Toko Serba Ada

 

2/

Tuhan menciptakan

sariawan dan sakit gigi

untuk menginstirahatkan mulut dari

jemaat fitnah dan nyinyir viral

tak berkesudahan.

 

Di puisi selanjutnya, yang lebih mirip katalog untuk mendirikan sebuah toko kelontong serba ada dan barang barang apa saja yg dijual di dalamnya, kita tetap menemukan pukau itu ada dalam baris terakhirnya.

 

ada. apalagi kak kak? apa? puisi? maaf sekali, untuk yang itu ternyata kami tidak menjual. (83)

 

Sebuah gong lucu sekaligus sendu setelah menyimak satu deret puisi berbentuk paragraf yang isinya daftar barang semata. Dari pantai Klayar hingga manuskrip Voynich, galaksi Bimasakti hingga manusia Purba dari Jawa, semua beralih rupa puitis. Di buku ini pula kita kembali menemukan peran judul sebagai penuntun dalam menikmati isi puisi.


No comments:

Post a Comment