Search This Blog

Thursday, May 31, 2018

Origin, Dari mana Kita Berasal?

Judul: Origin
Penulis: Dan Brown
Penerjemah: Ingrid Dwijani Nimpoeno, Reinitha Amalia Lasmana, Dyah Agustine
Penyunting: Esti Ayu Budihabsari
ISBN: 9786022914433
Halaman: 516
Cetakan: Pertama-2017
Penerbit: Bentang Pustaka 



Tema terkait asal muasal manusia dan ke mana kita akan pergi merupakan salah satu topik panas yang terus meletupkan debat seru di antara kalangan agamawan dan ateis. Selama ribuan tahun, umat manusia telah sepakat dengan asal muasal penciptaan, bahwa asa Dzat Adikodrati yang menciptakan alam semesta beserta semua isinya. Dia juga yang kemudian menurunkan agama serta kepercayaan yang dianut umat manusia. Dzat inilah yang kita sebut sebagai Tuhan dengan segala variasi penamaannya dalam berbagai jenis kepercayaan. Keyakinan bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan ini kemudian mulai dipertanyakan kembali pada awal abad modern. Copernicus sendiri telah memulainya dengan menolak gambaran alkitab tentang matahari yang mengelilingi Bumi. Temuan-temuan besar tentang alam semesta terus ditemukan setelahnya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, beberapa manusia mulai mempertanyakan kembali kebenaran tentang Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya fenomena kekerasan dan kemunduran yang disebabkan oleh "agama" sepanjang sejarah manusia. Maka, tidak heran jika kemudian muncullah para ateis yang tidak percaya Tuhan.



Banyak ilmuwan besar adalah ateis, termasuk mendiang Stephen Hawking yang telah menemukan teori luar biasa tentang terbentuknya alam semesta. Langdon sendiri beberapa kali menyampaikan keraguannya pada institusi agama, meski belum jelas apakah dia benar-benar ateis atau bukan. Dalam Origin, Langdon sepertinya dipaksa untuk memantapkan pilihannya. Buku ini mengajak kita menelusuri salah satu konflik paling dahsyat sepanjang peradaban modern antara dua kubu, yakni tentang dari mana kita berasal dan kemana kita akan pergi. Apakah alam semesta tercipta dengan sendirinya, ataukah memang ada Dzat Maha Cerdas di belakang penciptaan Bumi dan langit dengan segala isinya. Dan Brown memulainya dengan mengisahkan pertemuan antara seorang genius-ateis bernama Edmond Kirsch dengan tiga pemuka agama besar di dunia. Kirsch yang merupakan mantan mahasiswa Langdon mewakili kaum ilmuwan dan ateis. Sementara kalangan agamawan masing-masing diwakili oleh Antonio Valdespino (katholik), Yehuda Köves (Yahudi), dan Syed al-Fadl (Islam). Dalam pertemuan itu, Kirsch menyampaikan sebuah temuan rahasia tentang asal-usul alam semesta. 

Benarkah alam semesta diciptakan Tuhan ataukah muncul dengan sendirinya, inilah yang hendak diumumkan Kirsch kepada seluruh dunia. Sebelumnya diumumkan, dia ingin menunjukkan temuannya itu kepada tiga orang tersebut sebagai wakil dari kalangan agamawan. Temuan Kirsch berpotensi menguncang sendi-sendi peradaban dunia yang telah berjalan selama ribuan tahun sehingga diyakini banyak pihak akan menghalangi upayanya mengumumkan temuannya. Puncaknya, Kirsch tewas ditembak tepat ketika dia sedang memulai mengumumkan temuannya. Robert Langdon yang selalu didesain oleh Brown untuk berada di tempat dan waktu yang tepat kembali menjadi satu-satunya orang yang dapat diandalkan. Demi menghormati mantan mahasiswanya itu, Langdon bertekad meneruskan upaya Kirsch untuk bisa mengumumkan temuannya. Sayangnya, ada pihak-pihak yang tidak menyukai temuan tersebut diumumkan. Bersama tunangan Raja Spanyol, Langdon harus adu cepat dengan pihak-pihak misterius tersebut. 

Banyak pembaca menyebut Origin kurang greget dibanding novel-novel Brown yang lain. Saya agak setuju. Seperti ada sesuatu yang kurang "da Vinci Code" dalam Origin. Salah satunya mungkin karena di sini Langdon berhubungan banyak dengan seni modern. Padahal seperti dikatakan Langson sendiri, dia lebih nyaman dengan sejarah seni dari lingkup awal abad 20 ke bawah. Fakta-fakta sejarah yang sering menjadi daya tarik utama karya2 Dan brown bergeser ke arah seni modern. Ini mungkin yang bikin novel ini kurang nendang. Tetapi, Brown masih mempertahankan ciri khasnya. Sejarah dan seni sama-sama mendapatkan porsi, hanya saja tentang seni memang mendapat sorotan yang lebih besar. Spanyol kali ini menjadi titik fokus petualangan Robert Langdon. Bagi kita yang awam. sejarah negeri ini memang tidak semegah Italia (yang sudah berulang kali jadi setting novel2nya) dengan kerajaan Romawi. Sedikit yang kita ketahui tentang Spanyol kecuali adu banteng serta sedikit fakta sejarah bahwa peradaban Islam pernah berjaya di sana. Namun, Origin mengingatkan kembali kita bahwa Spanyol juga punya sejarah kejayaannya sendiri. Hanya disayangkan, Langdon hampir tidak menyentuh terkait sejarah masa keemasan peradaban Islam di Andalusia.

Entropi (kekacauan) mendorong timbulnya keteraturan alam semesta dalam menyebarkan energi. Seperti secangkir kopi panas yg akan mendingin saat diletakkan di atas meja karena panasnya menyebar ke ruangan. Dalam Origin, ada satu pertanyaan Langdon yang blm terjawab. Jika awal kehidupan dimungkinkan muncul karena adanya hukum2 fisika semata, maka pastilah ada Kecerdasan Agung yang bekerja di balik hukum-hukum fisika tersebut. Buku yang baik selalu membuat kita merenung, kalau tidak terhibur. Jadi, bagaimana alam semesta berawal sebagaimana temuan Kirsch? 

2 comments:

  1. Bukunya lumayan tebal, jadi mikir mau bacanya. Ditambah belum baca buku sebelumnya juga.

    ReplyDelete