Judul: Tiga
Dunia, Si Pencuri
Pengarang:
Rama Nugraha
Penyunting:
Sevy Kusdianita
Sampul: Ryn
Yoanta
Tebal: 581
hlm
Cetakan:
Pertama, Oktober 2017
Saat bertemu
pertama kali dengan penulis Tiga Dunia, Rama
sudah menunjukkan sedikit bagian naskah novelnya. Saya sempat membaca lima
halaman pertama. Membaca sedemikian sedikit tentunya belum bisa memberikan
gambaran tentang akan seperti apa novel tebal ini. Yang saya tangkap saat itu, Tiga Dunia adalah kisah tentang bangsa Neena yang digambarkan mampu bernapas di
dalam air. Sementara tiga dunia dalam judul merujuk pada tiga alam yang menjadi
setting novel ini, yakni alam Permukaan sebagaimana dunia terang tempat kita
berdiam, lalu Dunia Bawah sebagai tempat berlindung kaum buangan. Lalu ada
Dasar Dunia sebagai ujung kegelapan dunia tempat entitas makhluk tak berwujud
dilahirkan untuk menjaganya. Awalnya, saya mengira kedahsyatan kaum Neena dan
tiga dunia ini hanya akan berhenti di tulisan sampul semata, ternyata tidak
sampai di situ saja. Mulai halaman lima dan seterusnya, saya tak bisa berhenti
membaca novel ini. Ngalir banget terlepas
masih ada beberapa layout yang tak sesuai. Selama penulis bisa lancar
mengisahkan ceritanya, saya akan membacanya.
"Kau boleh gagal, Datan. Gagal
banyak. Tapi kau tidak boleh berhenti. Kau tidak boleh berhenti apa pun yang
terjadi.” (hlm. 32)
Alur besar
Tiga Dunia berkisah tentang
Datan Woodward seorang anak piatu yang tinggal di negeri Tomera. Ayahnya adalah
seorang Haedin sementara Datan sendiri dari bangsa Ingra. Dalam mitologi negeri
ini, kaum Ingra yang jumlahnya langka ini konon akan membawa perubahan (entah
baik atau buruk tidak dijelaskan di buku ini). Saat masih berusia 7 tahun,
Datan tanpa sengaja melihat seorang Royan beraksi—atau tepatnya menyelamatkan
dia dan ayahnya. Setuju dengan mbak Selvi, saya masih bertanya gimana ceritanya
Datan tidak terkena efek tidur yang disebabkan oleh si wanita Royan itu sementara
semua orang (bahkan ayahnya) tertidur pulas. Datan kecil begitu kagum sama
wanita itu dan langsung memutuskan bahwa menjadi bagian Persaudaraan Royan
adalah tujuan hidupnya, obsesinya lebih tepatnya. Awalnya, keinginan Datan ini
ditolak oleh keluarganya, tetapi entah karena watak kerasnya atau darah
Ingra-nya, Datan, mereka akhirnya mendukungnya (walau tidak sepenuh hati).
“Semesta tidak menempatkan kau
untuk mudah menyerah dalam perjuangan hidup.” (hlm. 26)
Selama sepuluh tahun, Datan digembleng dengan latihan fisik dan ilmu kanuragan oleh sang ayah agar dia bisa lolos
melewati ujian sebelum menjadi seorang Royan. Hingga akhirnya pada usia 22
tahun, pemuda itu mengembara dan memulai petualangannya untuk bergabung dengan
persaudaraan elit tersebut. Singkat cerita (nanti kalau saya ceritakan semua
jadi nggak seru), Datan akhirnya diterima dalam anggota Royan setelah berhasil
melalui ujian yang menurut saya terlampau dramatis. Bagian perkenalan ke dunia Royan
ini termasuk salah satu yang menarik di novel ini. Datan diperkenalkan dengan
sebuah lingkungan yang ebnar-benar baru, begitu juga pembaca. Penulis seperti
seorang pemandu tur yang menunjukkan kepada kita (lewat pengalaman Datan)
keajaiban di balik benteng tinggi Royan. Walau dikenal sebagai kelompok pencuri
dan pembunuh bayaran, Persaudaraan Royan ini ternyata sangat ramah. Semakin ke
belakang, saya kok semakin merasa Royan ini sebagai pahlawan ya, bukan penjahatnya.
Penjahatnya mungkin adalah seorang wanita dengan kemampuan bertarung
lebih tinggi yang ditemui Datan dalam misi pertamanya. Gadis yang hobi melukai
dan membunuh orang inilah yang membikin misi tersebut berantakan. Daran memang
berhasil mendapatkan Permata Zu, tetapi sebagai akibatnya, Persaudaraan Royan
dituduh sebagai kelompok pembunuh berdarah dingin akibat fitnah si gadis
misterius. Belum lagi, wabah misterius
mulai menyerang kota-kota dan menjadikan penduduk mengidap halusinasi level
akut. Kekacauan semakin bertambah ketika musuh menculik ayah Datan dan dia
meminta permata Zu sebagai tebusannya. Mau tidak mau, Datan harus menuju
Gerbang Dunia Bawah untuk menyelesaikan apa yang telah ditakdirkan untuknya.
Dia tidak pergi sendirian, melainkan bersama dua Royan kelas atas. Perjalanan
lagi, petualangan yang lain. Ada satu clue tentang si wanita penjahat di akhir
cerita, sebuah clue yang malah bikin
saya bingung siapa sebenarnya yang baik dan jahat dalam cerita ini.
Detail ...
Detail
Jika ada kualitas utama yang begitu mengemuka dari Tiga Dunia, maka itu adalah detailnya. Rama meniru teknik JRR.
Tolkien dalam menyusun Bumi Tengah, yang benar-benar dituangkannyalewat Tiga Dunia. Ketelitian Rama dalam
menulis bisa dilihat sampai pada tingkat paragraf. Cobalah buka halaman
berapapun lalu baca secara acak paragraf
yang ada. Akan terlihat betapa detailnya penulis dalam upayanya
menggambarkan adegan atau karakter atau seting lokasi. Saking rincinya, ada
beberapa detail yang kayaknya terlalu detail turut dipaparkan. Apalagi bagian
ketika penulis menarasikan ciri khas seorang tokoh, atau menggambarkan suatu
tempat (kota, bangunan, bentang alam), akan terasa sekali detailnya. Saya
membayangkan, selama lima tahun Rama menulis saganya ini, setiap hari
menambahkan detail-detail yang kurang dari setiap ide yang meletup di benaknya.
Salah satunya, penulis memberi nama kepada setiap mahluk atau benda
yang menyerupai entitas yang serupa dengan yang ada di dunia kita. Misalnya
saja, ada Oxy yang adalah kerbau penarik pedati, Ludaj semacam gorila super
kuat, bangsa Anag yang mungkin mirip jin dalam keyakinan kita. Ada beberapa ras
Neena di Tiga Dunia, yakni Ingra,
Urgut, Haedin, dan Marra. Selain itu, ada bangsa Anag yang mirip jin di dunia kita. Penulis sesekali menyebutkan ciri khas dari
masing-masing ras, mulai dari kebiasaannya, ciri fisiknya, hingga mentalitas
mereka. Ada juga sistem kepercayaan . Bangsa Neena sepertinya adalah umat yang
monoteis. Mereka menyembah satu Tuhan yang digelari Unum. Ini menurut saya hal
yang baru dalam kisah fantasi karena kebanyakan kisah fantasi dibangun oleh
elemen berbasis dewa-dewi (walau tidak semua, tentu saja). Juga ide tentang
selaput Elpa itu menurut saya genius sekali.
“Jangan pernah meremehkan sesuatu hanya
karena kau tidak bisa melihatnya.” (hlm 27)
Karakter
Salah satu gejala yang menjangkiti penulis fantasi lokal adalah
penggunaan nama-nama Barat yang terlampau berlebihan. Setting mungkin orisinal,
tetapi nama-nama yang asal comot bisa bikin ceritanya tak orisinal. Dalam Tiga Dunia, penulis tidak menyebut
secara jelas bagian Bumi mana yang ditirunya, tetapi saya samar-samar merasakan
perpaduan antara Eropa, Asia-India, juga banyak tempat-tempat berbau nusantara.
Apa yang digambarkan di Tiga Dunia ini menurut saya memang lebih ke Asia
ketimbang greek or roman mythology, and i
like it. Tetapi, nama-nama karakternya masih aman menurut saya, walau nama
belakang Datan kayak agak maksa. Maksudnya tidak terlalu memaksa supaya Barat
gitu. Lebih seperti penulis mengadaptasi dan
memadupadankan antara nama fantasi khas barat dengan nama-nama Asia. Datan,
Ana, Seline, Bibi Fira, Kanas, Meria, Joris, Ferid, Sami; kita bisa mudah
mencerna nama-nama ini sambil lalu, tanpa harus mengeryitkan kening karena
aroma ke-Barat-baratan yang biasa kita temukan di novel fantasi lokal. Saya
entah mengapa juga suka dengan penamaan tempat di buku ini, salah satunya Pulau
Wanageeka.
Tentang karakter, Royan memang tidak berkembang selama perjalanan di
buku ini. Tetapi saya diingatkan bahwa buku ini baru seri pertama dari entah
berapa seri Tiga Dunia. Menurut saya, karakter Datan malah stabil di buku ini,
maksud saya dia tidak tiba-tiba berubah baik hanya karena bukunya sudah
mendekati halaman akhir. Datan mencerminkan sosok pemuda pemberontak, yang
tumbuh besar tanpa seorang ibu dan ditempa dengan latihan-latihan keras selama
sepuluh tahun oleh ayahnya yang mantan pejuang. Ini mungkin bisa menjawab sikap
Datan yang cenderung urakan dan tak dewasa meskipun dia telah menjadi seorang
Royan. Pemuda itu akan berkembang, saya yakin itu, tetapi perjalanan yang harus
ditempuhnya masih panjang. Saya sangat menantikan buku beirkutnya.
Masukan
Jika ada masukan, mungkin petanya yang lebih diperbesar. Jika tidak
bisa dua halaman, mungkin bisa memperbesar peta pulau-pulau tersebut, terutama
pulau-pulau yang menjadi lokasi berlangsungnya cerita. Saya sangat kesulitan
membaca peta di buku pertama ini karena tulisannya yang kecil-kecil sementara
Datan ini banyak bertualang ke sana kemari. Agak sebal rasanya karena tidak
bisa mengecek lokasi suatu tempat di peta padahal penulis dengan sangat naratif
mampu menggambarkannya dengan detail lewat kata-kata. Akhirnya, saya sering
melewatkan begitu saja kota-kota atau tempat-tempat yang disinggahi Datan, kecuali Pulau Wanageeka yang petanya lumayan besar.
Selain itu, glosarium menurut saya juga penting disertakan di novel ini
mengingat penulis menyertakan banyak sekali istilah baru. Saya berulang kali
terpaksa berhenti membaca sekadar untuk mengingat-ingat apa itu Urgut, Anag,
Thar, Setryi, Nimta, dan banyak istilah asing lainnya. Jika ada glosarium
pembaca bisa membukanya untuk mengingat apa definisinya dari kata-kata asing
tersebut. Ini tentu akan lebih praktis ketimbang memaksa pembaca untuk
menghafalkan puluhan istilah asing di novel ini. Hebohnya lagi, istilah-istilah
ini tidak dicetak miring tetapi diberi huruf kapital. Saya kurang tahu apakah
maksudnya untuk menegaskan bahwa kata-kata tersebut memang asing. Pola serupa
pernah digunakan dalam seri Magyk karya
Anggie Sage, tetapi dalam format yang lebih tertata. Sage menggunakan kata-kata
yang dibold dan diawali huruf kapital hanya pada kata-kata yang bernuansa
sihir. Sementara di Tiga Dunia, menurut
saya di-italic atau cetak miring saja sudah cukup.
Ayahnya Datan pernah bilang
begini. “Dan aku adalah orang yang percaya pada kuasa cita-cita, Meria.
Cita-cita yang menghantui hidupmu adalah pemberian istimewa dari Unum sang
Pencipta.” Saya merasa, Rama juga ‘dihantui ‘ oleh dorongan yang sama ketika
memutuskan menulis dan menyelesaikan novel Tiga
Dunia. Kami tunggu banget loh, Rama, buku keduanya.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAku bukan penggemar cerita fantasi. Tapi akhir-akhir ini lumayan bisa nerima cerita model gini. Cukup penasaran
ReplyDelete