Search This Blog

Friday, February 10, 2017

Ketika Dewa Apollo jadi Manusia Biasa

Judul: The Trial of Apollo
Pengarang: Rick Riordan
Penerjemah: Reni Indardini 
Tebal: 472 hlm
Cetakan: 1, Januari 2017
Penerbit: Mizan Fantasy

33957614

 Jangan suka menghina, jangan suka meremehkan. Dunia itu berputar. Apa yang awalnya di atas bisa sekejap diturunkan ke bawah. Seperti nasib Apollo, dewa congkak yang dihukum untuk menjalani kehidupan sebagai manusia fana akibat kesalahan fatalnya yang hampir bikin kiamat dunia (Baca seri The Heroes of Olympus). Zeus menghilangkan kedewaan Apollo, termasuk segala hak istimewa dewataniyahnya berupa kereta matahari bebas macet, kemampuan menguapkan penjahat dalam sekali tunjuk, perut yang selalu sixpaks tanpa harus olahraga, wajah tampan yang senantiasa belia, serta fasilitas WIFI gratis di kompleks Olympus. Apollo sekarang tidak lebih dari seorang remaja culun berambut keriting dengan perut menggelambir bernama Lester Papadopoulos. Belum pernah sebelumnya sang Dewa Musik, Panahan, dan Seni Pengobatan yang follower instagramnya paling banyak dibanding dewa-dewi Olympus lainnya ini dipermalukan sedemikian rupa. Tapi, cobaannya tidak hanya sampai di situ. Begitu ia jatuh ke bumi, cowok itu langsung dirundung oleh berandalan jalanan. Apollo yang biasanya hobi menebar wabah kini sama tidak berdayanya dengan remaja kikuk. Lebih parahnya lagi, dia pasrah saja diselamatkan seorang demigod jalanan yang keahlian utamanya hanya melemparkan buah-buahan busuk dari tempat sampah.

"Tidak semua monster berwujud reptil seberat tiga ton bernapas beracun. Banyak monster yang berwajah manusia." (hlm. 223)

Walau sudah dihukum, Apollo yang memang tertakdir congkak ini tetap saja narsis tak ketulungan. Bahkan setelah ditolong Percy, si dewa manusia ini masih sempet-sempatnya mengkritik teras rumah Percy yang tidak memiliki anjungan pendaratan untuk kereta terbang. Tapi, well, membaca buku ini kita kudu tahan sama congkaknya Apollo karena dialah yang jadi tokoh utamanya. Menariknya, akhirnya sorotan tidak lagi melulu tertuju pada Percy dkk yang serba sempurna. Apollo di buku ini sama sekali nggak sempurna, setengahnya Percy saja tidak. Jadi, jangan harap mendapatkan adegan aksi macam di seri Percy Jackson atau era Leo Valdes dkk. Kalaupun ada pertempuran, Apollo ini lebih sibuk membikin puisi dua bait alih-alih membidik dengan busur. Nah, untungnya, nyimak narasi Apollo ini asli bikin ngakak. Ada-ada aja tingkah mantan dewa matahari ini. Sementara yang lain sibuk mikir cara mengalahkan roh pembawa wabah penyakit, dia sibuk mengeluh. Sepanjang buku ini, isinya didominasi curcolan Apollo. Jadi kudu sabar-sabarin aja bacanya wkwkwk.

"Aku tersinggung kapan pun karya seni rusak, terutama jika karya seni itu menggambarkan diriku." (hlm. 230)



"Merepotkan saja! keluh Apollo. Bagaimana bisa kalian para demigod bertarung tanpa jurus pasti menang?" (hlm. 66)

Selain itu, buku ini juga menjawab rasa kangen sama Perkemahan Blasteran dengan para demigodnya. Alur cerita utamanya, selain Apollo yang dihukum menjalani takdir sebagai manusia biasa, ternyata masih berkaitan dengan ramalan. Selain Oracle Deplhi, masih ada empat oracle lain yang tersebar di penjuru Yunani kuno (atau sekarang di Amerika Utara). Salah satunya, muncul di hutan Perkemahan Blasteran. Masalahnya, ada musuh baru yang mengancam akan menguasai bahkan melenyapkan semua oracle ini. Padahal, tanpa oracle tidak ada misi untuk para demigod. Nah, sebagai dewa pelindung ramalan, Apollo merasa bertanggung jawab untuk bertindak--walau congkaknya tetep ya. Tetapi, musuh kali ini ternyata lebih berbahaya, bahkan jika dibandingkan dengan gerombolan Kronos dan antek-antek Gaea. Dua perang besar sebelumnya konon juga disetir oleh musuh tersembunyi ini. Gimana caranya Apollo yang sekarang remaja biasa melawan kekuatan-kekuatan misterius yang jaringannya telah menggurita di penjuru dunia?

"Perjalanan itu sendiri lebih bermakna daripada tujuan yang ingin kau capai." (hlm. 299)

Mitologi Yunani memang luar biasa kaya sehingga ada aja yang bisa diolah oleh Rick Riordan. Di buku ini, akan kita temukan lebih banyak dewa dewi serta roh-roh alam yang belum sempat tampil di buku-buku sebelumnya. Anak-anak dewa-dewi minor juga mulai tampil ke depan sehingga cerita tidak lagi didominasi anak 3 dewa utama. Peran Percy dan Nico memang masih ada, tetapi tidak utama. Malahan, saya kok sudah bosan ya liat aksi pahlawannya Percy? Mungkin, Apollo memang telah berhasil mempengaruhi saya dengan puisi-puisi jayus-nya sehingga jadi lebih milih dia #duh. Walau minim aksi, tetapi buku ini sangat asyik diikuti, semacam pemanasan menuju buku kedua. Demigod minor juga lebih banyak tampil di buku ini, jadi yang bosan sama Percy bisa mendapatkan kesegaran baru (walaupun agak senewen) bersama Apollo dan Meg. Oh iya, Meg ini jago banget melempar buah-buahan, jadi sudah bisa ditebak kan dia putrinya siapa?

"Sama seperti kau tidak tahu Labirin akan menyimpang hari ini. Tapi, bukan berarti kita lantas berhenti mencoba. Jangan pernah berhenti mencipta, Putra Hephaestus." (hlm. 216)

Akankah hukuman Zeus membuat Apollo sadar diri? Yah, mungkin iya tapi mungkin juga tidak. Namanya juga dewa, susah sih mengubah wataknya. Tetapi, sepanjang membaca buku ini, kita menyaksikan jiwa Apollo yang bertumbuh sebagaimana tumbuhnya jiwa-jiwa manusia seiring kedewasaannya. Mungkinkah dewa juga bisa jadi dewasa karena dalam kata dewasa itu sendiri ada kata 'dewa'-nya? Mungkin saja sih kalau lihat kasusnya bang Apollo ini. Pokoknya Apollo jadi makin pelukable di ending buku ini. Adegan aksi perangnya? Tenang, masih ada perang keren di penghujung buku ini jadi ada sedikit obat penawar untuk racun narsisnya Apollo. Empat bintang penuh untuk Apollo yang larik-larik puisi jayusnya bikin ngakak alih-alih bikin terharu di setiap awal bab buku ini. Dan, seperti biasa, saya sudah lengket sukanya sama terjemahan ala mbak Reni begini. Keren. Ditunggu banget buku keduanya.

"Tapi, kau memiliki tekad. Sebagai manusia fana, kau memiliki motivasi dan rasa urgensi. Ketiga hal itu kerap tidak dipunyai oleh dewa-dewi." (hlm. 299)

1 comment:

  1. Bukan maen memang narsisnya abang apollo ini.. Terngakak kalo dia menjerit jerit pas lagi perang.

    ReplyDelete