Hindia Belanda adalah sebuah romantisme yang ramai dikenang, baik pahit dan manisnya. Bagi bangsa kita, masa-masa ketika nusantara berjuluk Hindia Belanda adalah masa-masa kelam dalam sejarah perjalanan bangsa besar ini. Inilah era kejayaan penjajahan dunia sekaligus menjadi titik nadir bagi kemerdekaan kaum pribumi. Kaum sejarahwan menyanjungnya sebagai babakan sejarah nasional yang penuh warna, sementara orang-orang awam lewat kisah-kisah tuturannya menyebut kala ini sebagai masa-masa susah dan tak usah diingat-ingat lagi kalau perlu. Jika selama ini kita telah banyak mendengar, melihat, dan membaca tentang penderitaan leluhur pribumi kita di bawah penjajahan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, maka cerpen-cerpen di buku ini akan memberikan pandangan lain tentang masa-masa itu. Bagaimanakah Hindia Belanda dari sudut pandang orang asing?
Judul: Semua untuk Hindia
Pengarang: Iksaka Banu
Sampul dan Ilustrasi: Yuyun Nurrachman
Tebal: 153 hlm
Cetakan: 1, Mei 2014
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Merentang sepanjang lebih dari tiga setengah abad, dimulai dari pendaratan armada Cornelis de Houtman ke nusantara tahun 1596 hingga kekosongan kekuasaan pada penghujung era penjajahan Jepang tahun 1945, buku ini menyajikan babak-babak dari beragam peristiwa yang turut mewarnai perjalanan Hindia Belanda. Dengan luar biasa piawai, Iksaka Banu berupaya menghadirkan kembali beragam peristiwa bersejarah di Hindia Belanda lewat cerpen-cerpennya. Memang, beberapa cerpen membutuhkan sedikit pengetahuan sejarah yang kurang umum untuk bisa memahami keapikan cerpen tersebut. Misalnya cerpen 'Penunjuk Jalan' yang menceritakan pertemuan seorang Belanda dengan Untung Surapati. Juga cerpen 'Bintang Jatuh' yang menyorot peristiwa tragis pembantaian orang-orang Tiongkok di Batavia pada 1740.
Tidak semua orang menggemari sejarah. Terlalu banyak tanggal, peristiwa, dan nama yang harus diingat. Begitu pula, penjabarannya secara tekstual hanya menghasilkan ras abosan bagi awam yang membacanya. Banyak yang kemudian mengantuk saat diminta membaca buku-buku sejarah karena memang, yah, kalau bacaan isinya semata deretan tanggal dan peristiwa maka apa asyiknya? Inilah yang berusaha diubah oleh Iksaka Banu lewat cerpen-cerpennya. Bermula dari tahun 2000, dia mulai menuliskan cerpen-cerpennya yang berlatar masa dan tempat di Hindia Belanda. Cerpen-cerpen ini pernah dimuat di media massa kelas atas semacam Koran Tempo dan Media Indonesia sehingga penggarapannya memang tidak main-main. Tampak benar penulis melakukan riset mendalam atas data-data historis terkait beragam peristiwa masyhur di Hindia Belanda.
Membaca sejarah dalam bentuk cerpen tentunya menjadi terasa beda karena ada unsur dramatisasi di dalamnya. Meskipun karya fiksi, penulis tetap mampu mempertahankan rasa data sejarah dalam cerpen-cerpen ini tanpa harus menjadikannya terasa datar dan membosankan. Berulang kali, dada ini sesak membaca beragam kejadian tragis dan pilu yang disebut dalam buku ini. Semisal tragedi pembantaian orang Tiongkok tahun 1740, penulis seperti mampu menghadirkan kembali tragedi itu lewat pandangan mata seorang petinggi Belanda yang menyaksikannya secara langsung. Satu hal yang bisa kita pelajari dari cerita-cerita sejarah tentang perang, bahwa perang selalu menerbitkan penderitaan. Penulis juga memancing rasa treyuh itu dalam cerpennya 'Semua Untuk Hindia' yang memotret peristiwa Puputan Margarana dengan sedemikian harunya.
"Kukira kau benar. Tak ada hal baik dari perang. Perang merusak segalanya. Termasuk kesetiaan dan kasih sayang." (hlm. 64)
Apa yang menjadikan buku sejarah itu berbeda dari buku-buku dokumentasi sejarah lainnya? Selain bahwa buku ini adalah kumpulan cerpen, hal lain adalah kemampuan penulis dalam meramu data sejarah lalu merangkainya dalam sebuah cerita yang baru tanpa merusak kronologi aslinya, dan kemudian menghidangkannya kepada pembaca dalam satu karya yang benar-benar baru. Iksaka Banu menghadirkan kembali kepada kita Hindia Belanda dalam wujud yang dramatis tanpa mengorbankan data dan fakta. Ia mengajak kita melihat kembali Hindia Belanda dari sudut yang baru sehingga memampukan kita memperluas cakrawala pandangan kita akan sejarah negeri yang sangat indah ini. Tidak mengherankan kalau buku ini menjadi juara pertama Kusala Sastra Khatulistiwa untuk kategori Prosa pada tahun 2014. MERDEKA!
Apa sudah jelas bahwa buku ini benar secara sejarah? Saya malah ingin kalau sejarah itu dikomikan saja agar enak dibaca oleh generasi muda hehe
ReplyDeleteTentang benar atau tidaknya sejarah masih diperdebatkan karena selamanya sejarah itu ditulis oleh mereka yang menang. Mungkin lebih kepada buku ini ditulis berdasarkan sumber-sumber sejarah yang disepakati oleh kebanyakan ahli sejarah. Trims sudah mampir, ya.
DeleteHalo Mas Adi, soal sejarah yang dikomik-kan itu sudah ada komikus berbakat Indonesia yang mencoba buat, silakan baca karya-karya Dimas Sadewa yang berjudul Leraar Beskap Hitam (di webtoon) dan Wonder Boven Wonder (di ciayo comic).
DeleteSalah satu kumcer pilihan yang menarik buat dibaca
ReplyDeleteSaya belum kelar baca ini. :(
ReplyDeleteMemang nggak mudah ya untuk menulis fiksi sejarah :( Harus teliti dengan sejarahnya itu sendiri :3
ReplyDeleteSalam kenal, Mas dion :)
benar mas dion. baca fiksi sejarah memang seru. sastranya dapet. sejarahnya juga dapet. plus ilustrasi yang mudah dibayangkan. sejarah bakal melekat erat.
ReplyDeleteJASMERAH !!!, jangan sekali sekali melupakan sejarah. karna bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa2 pahlawannya. dan pahlawan adalah aktor sejarah. MERDEKA !!!
aku penasaran deh sama buku ini... sekarang lagi berusaha ngumpulin fakta2 dan cerita era penjajahan karena tertarik untuk menelusuri sejarah keluargaku juga hihi... masukin wishlist aaahhh
ReplyDelete