Search This Blog

Tuesday, April 12, 2016

The Golem and The Jinni

Judul Buku : The Golem and The Jinni – Sang Golem dan Sang Jin
Penulis : Helene Wecker
Alih Bahasa : Lulu Fitri Rahman
Editor : Primadonna Angela
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Pertama : 2015
Tebal : 664 halaman


 


Ada dua makhluk fantasi yang memegang alur utama buku ini, Chava dan Ahmad. Chava adalah sesosok golem sementara Ahmad adalah sesosok jin. Keduanya, mahkluk magis yang berakar di Timur Tengah ini, dipertemukan dalam sebuah kebetulan paling cerdas yang bisa diatur oleh alam semesta. Mereka bertemu di wilayah yang sama sekali baru, yang jauh lebih dingin daripada wilayah asal keduanya, yakni di New York, Amerika Serikat pada abad ke-19. Bayangkan betapa dahsyatnya konlik dan adaptasi yang harus dialami keduanya untuk hidup di lingkungan yang sama sekali baru ini. Sepertinya, konflik dalam diri inilah yang hendak diangkat oleh penulisnya. Saya juga merasa penulis--lewat buku ini--hendak menyorot kehidupan imigran yang terpinggirkan di Amerika. Menariknya lagi, dia menggunakan mahkluk mitologi yang bukan berasal dari dunia Barat. Mungkinkah Jinni dan Golem ini melambangkan para imigran Timur Tengah? Dari ide ini, bisa diduga kalau buku fantasi satu ini pasti menarik.


Ternyata, ini memang buku fantasi yang cukup berat Pembaca jangan berharap menemukan alur kisah yang kocak seperti di seri jin di trilogy Bartimaeous-nya Jonathan Stroud, ataur alur cepat seperti di seri The Alchemyst-nya Michael Scott. Saya membutuhkan waktu lebih dari setengah tahun untuk membaca buku ini. Bukan karena tidak bagus--bagus sekali malah, buku ini benar-benar digarap dengan matang--hanya saja buku ini sangat tebal dan dengan alur yang sangat lambat. Terutama, yang paling membuat lama adalah detailnya yang sedemikian terperinci tentang hal-hal didalamnya, mulai dari karakter tokohnya, kondisi New York pada abad ke-19, hingga soal lingkup sosio-kultural di daerah-daerah kumuh New York. Saya sudah diperingatkan di berbagai ulasan bahwa buku fantasi ini bukan buku fantasi kebanyakan. 

Dikisahkan, seorang pria yang sudah sakit-sakitan di Eropa memesan untuk dibuatkan sesosok patung gollem kepada seorang dukun sakti Yahudi bernama Yehudah Schaalman. Patung itu dibuat dengan sedemikian rumit dan hampir sempurna, menjadikannya salah satu kreasi Schaalman yang paling istimewa, terlalu istimewa malah. Kemudian, si golem dibawa pemilik ke New York, hanya untuk ditinggalkan sendirian. Tiba di benua baru tanpa tuan yang harus dilayani, untungnya golem itu dipertemukan dengan Rabi Meyer, yang lewat pengetahuan terlarangnya langsung mengetahui bahwa wanita itu adalah seorang golem. Sang Rabi kemudian mengajak si golem, yang kemudian diberi nama Chava, mendidiknya agar bisa berbaur dengan lingkungan manusia. Betapa berat penderitaan si gollem ini, dia tidak makan dan tidak tidur, tapi harus berpura-pura melakukannya agar tidak dicurigai tetangga Rabi Meyer.

Tokoh kedua adalah Jin Ahmad, yang tanpa sengaja dibebaskan dari dalam sebuah guci antik oleh seorang pandai besi bernama Arbeely di Lower Manhantan. Jangan dibayangkan si jin kemudian memenuhi 3 permintaan tuan barunya. Penulis buku ini punya kisah lain untuk sang jin, dia menjadikan si Ahmad sebagai jin yang--sebagaimana Chava--harus berpura-pura sebagai manusia. Sejak saat itu, sang jin tinggal bersama Arbeely sebagai pembantu tukang las. Tentu saja, sebagai mahkluk api, sang jin tidak mengalami kesulitan bekerja di bengkel besi tempa. Dalam banyak hal, dia berkali-kali membantu Arbeely membuat dan menciptakan kriya-kriya logam paling indah di wilayah New York.

Demikian, suatu kebetulan akhirnya mempertemukan Chava dengan Ahmad, dan keduanya selalu terlihat berjalan berdua. Sama-sama menjadi mahluk magis menjadikan keduanya gampang akrab, karena tentu saja tidak ada yang bisa memahami sesosok mahkluk magis selain mahkluk magis lainnya.  Keduanya kemudian bersahabat, yang kental dengan aroma cinta sebenarnya, kalau saja gollem bisa jatuh cinta. Keduanya berbeda, dan juga berbeda dengan manusia di sekelilingnya, itulah yang menjadikan keduanya serasi. Sampai akhirnya, "kehidupan" keduanya harus terusik oleh kedatangan sosok musuh lama yang kembali hadir. Tanpa disangka, Schaalman menyusul ke New York dan hendak memburu gollemnya. Sebagai umat Yahudi yang menyempal dengan memelajari kitab-kitab kuno Yahudi, dia memiliki sihir gelap yang bisa mengubah takdir kedua mahkluk magis itu selamanya.

Untuk sebuah buku fantasi setebal buku ini, adegan sihir dan aksinya terhitung sangat sedikit. Penulis sepertinya berfokus pada penggalian karakter-karakter dalam buku ini, yang kadang diulas sedemikian mendetail sampai ke masa lalu si tokoh. Tidak hanya tiga tokoh utama, tapi tokoh-tokoh pendampingnya digambarkan--eh tidak, lebih tepatnya diceritakan--begitu kronologis, lengkap dengan masa lalu mereka sehingga pembaca tahu benar mengapa karakter A seperti ini dan karakter B seperti itu. Ini masih ditambah dengan tempo penceritaan yang lambat, sering kali melompat-lompat menyebalkan di bagian awal hingga pertengahan. Pembaca yang tidak sabaran dan sok sibuk seperti saya pasti gampang teralihkan untuk membaca buku lain saja. Namun, kemarin saya mencoba bertahan untuk menyelesaikan 300 halaman terakhir buku ini sampai jam 11.00 malam, dan jawaban dari segala hal-hal terperinci itu akhirnya muncul di belakang.

Tidak salah jika banyak yang bilang buku ini bagus, namun ini bukan buku fantasi yang ringan. Ini menurut saya adalah buku fantasi untuk mempelajari watak-watak manusia. Saya juga suka dengan gambaran historis New York dalam buku ini. Terasa sangat real, bukti bahwa penulis pasti sungguh-sungguh dalam melakukan risetnya. Belajar banyak tentang berbagai budaya, bangsa, dan perbedaan tabiat manusia juga bisa dari buku fantasi, dan buku ini contohnya. Satu hal besar yang saya tangkap dari buku tebal: hal-hal baik untuk yang baik, hal jahat untuk yang jahat. Lega setelah menyelesaikan buku tebal ini. 

7 comments:

  1. Akhirnya kelar juga yaa xD Tapi aku duka dan aku menanti nanti apakah akan ada buku kedua yg mempertemukan cinta mereka ... #dikeplak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menurutku cukup sampai di sini deh Vin wakakak. Nganu, di ceritanya udah terimplisit bahwa keduanya tidak bisa selalu bersama karena perbedaan hakikat, tapi sama penulis dibuat ending yang menggantung macam di buku ini, dan menurutku itu yang terbaik. Biar pembaca yang berharap, dan keduanya hidup dalam harapan para pembaca *saya ngomong apa sih?*

      Delete
  2. Dih apaan itu. Nggak donk ah. Kan seru kalau di ratusan tahun lagi meteka ketemu, email emailan atau skype an. perbedaan bukan halangan bersatu donk ah.
    *malah jadi novel romance*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kok aku ngetik typo mulu dari tadi. Tulah grup nih.

      Delete
    2. Wakakaka tapi dari hubungan mereka yang dulu-dulu, selalu ada masalah. Kadang, perbedaan memang diciptakan tidak untuk dicari persamaannya, melainkan simply agar yang berbeda itu tetap saling tidak bersama. Contohnya, aku dan dirinya #eaaakkkbaper

      Delete
  3. Setengah tahun, Mas? Kueren! XD Dulu saya pernah pengen beli buku ini, krn reviewnya di Goodreads termasuk bagus, tapi blm jadi cos harganya mahal :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setengah tahun kok keren to Frida? Itu sih lama banget aghahahaha

      btw, saya juga pinjem bukunya ke Alvina kok. Nggak kuat beli #eh

      Delete