Sabtu,
18 April 2015 menjadi hari luar biasa bagi BBI Joglosemar karena bang Helvry Sinaga, sang
koordinator umum BBI nan termasyoer itu tengah singgah ke Jogja dalam rangka
tugas kenegaraan. Walau cibuk, beliau masih menyempatkan diri untuk ‘jumpa
pens’ dengan BBIers Jogja. Luar biasa! Tentu saja, saya yang mendapat kabar
gembira ini dari Mbak Desty pada hari Rabu (atau Kamis saya lupa) langsung
angguk-angguk gayeng untuk mengadakan semacam kopdar jilid dua bagi BBIers
Jogja. Bayangkan, bang Epi yang cibuk gilak aja masih sempat-sempatin menyapa
teman-teman di Jogja, masak saya yang seringnya pura pura sibuk ini hanya
gelundungan bohay saat ada tamu agung berkunjung? Karena itulah, meskipun terjemahan Odysey memanggil-manggil untuk segera
dirampungkan, saya putuskan untuk mengabaikannya (sebagaimana di hari-hari yang
lain saya juga akan mengabaikannya. *Kapan itu rampungnya woy?).
Jam
setengah sepuluh, saya ada janji sama Mbak Evi di kostan Oky. Siapa Mbak Evy
dan mengapa saya harus apel pagi dengannya di Sabtu pagi, biarlah saya, Oky,
dan semesta yang tahu (anak-anak BBI Joglosemar juga tahu nding!) Yang jelas,
jam 10 saya sudah mangkal cantik di depan Wisma Ratih, tepat di utara Stasiun
Tugu Yogyakarta. Di bangunan klasik bergaya
antik tapi tidak gotik walau sangat unik dan menarik (halah) inilah bang Epi
menghabiskan malamnya di Jogja. Saya segera meng sms bang Epi, memberitahu saya sudah ada di luar.
Agak waswas juga sih saya mangkal disitu, bukan apa-apa, nanti kalau saya
ditawar gimana? Trus kalau saya mau ditawar gimana? (Masih siang woy!). Sekitar
lima menit kemudian, Bang Epi muncul dengan gagahnya, berbalur sweater dan tas
punggung keren. Hebohnya lagi, saya lupa bawa helm untuk bang Epi. (Iya, saya
memang salah, saya egois, tampar aku Mas, tapi tolong jangan biarkan aku tidur
sendiri malam ini #fokus woy fokus).
Sebagai
mantan preman jalanan (jalanan gang depan rumah sih!), kami nekat boncengan
nggak pakai helm. Baru kali ini dalam sejarah BBI, ada tamu agung dijemput dan
nggak dikasih helm. Katanya Alvina sih, nanti kalau ada polisi di perempatan,
suruh saja Bang Epi turun trus jalan kaki ngahahahaha *dikeplak pengurus.
Untung Alhamdulillah, kami tiba di Toga Mas Kota Baru tanpa melihat satu rompi
ijo polisipun (walaupun pas di jalan sempet ngintil
mobil patrol polisi). Di café sejuk yang masih satu kompleks sama Toga Mas
itu ternyata Mbak Desty dan Azmi sudah menunggu dengan tjantiknya, sudah pesan
kopi pula. Saya nggak suka kopi sih (nggak ada yang nanya, Yon) jadinya pesan
the blackcurrat (mana blackcurrant-nya
coba, cuma the celup gitu? Kalau kata
orang mah itu teh di-blackcurrent-in,
mending pesen kopi dah kalau pas kesitu. Tapi kalau pesan kopi takutnya peyut
saya yang sensitif kayak kembang kantung semar ini mangap-mangap. Yon curhatmu
kepanjangan, Yon. Gak penting! Maafkeun abdi teh.
lokasi: Kafe TM Kota Baru
Dimulailah
diskusi apik antara kami berempat. Topiknya kemana-mana, tapi teteup tentang
dunia buku. Kami sempet gosipin toko buku Gramedia yang sekarang mulai tidak
adil kepada penerbit lokal. Ngomongin buku-buku terbitan Jogja yang sebenarnya
bagus tapi sayangnya tidak berhakcipta. Juga, cerita unik bang Epi tentang
kisah kasih para penimbun buku lama, juga cerita bang Epi saat berpetualang
mencari buku bekas dan ketemu majalah Intisari
tahun 1968! Bang Epi ini memang korum yang super, pengetahuannya luas dan
setiap patah bicaranya sangat berisi, persis kayak review-reviewnya. Tidak
salah kalau BBI memilihnya jadi korum. Hidup Bang Epi! Salah satu sharing-nya tentang kondisi perpustakaan
umum dengan buku-buku nggak lengkap sehingga pembaca Indonesia kesulitan saat
mencari buku, tema ini adalah yang paling menarik. Saya sangat suka waktu Bang
Epi bilang: “Sangat penting bagi masing-masing kita untuk memiliki sebuah
perpustakaan pribadi karena memang Pemerintah gagal memberikan perpustakaan
yang memadai untuk rakyatnya. Buku-buku timbunan itu adalah investasi,
referensi dan sumber pengetahuan. Tapi, jangan asal timbun, timbunlah buku-buku
yang sekiranya bisa dibaca kapanpun dan tidak terbatasi masa.” Siap laksanakan,
Komandan. Saya sudah melakukan.
Sampai-sampai ada tagline khusus di otak saya yang bunyinya: “Sudah nimbun buku
apa hari ini?” #plak
Satu
jam kemudian, grup rumpik kami ketambahan satu lagi, yakni MbakWardah yang asal
Bangka Belitung. Waw, keren kan ya BBI Jogja, dari mana-mana. Makin ramelah
kami gosip-gosip sambil mendengarkan banyak hal bermutu dari Bang Epi.
Selanjutnya, sesi mulai agak serius ketika kami membahas tentang BBI. Tentang
acara keren tanggal 25 April nanti, tentang kepengurusan BBI secara umum, juga
tentang sejarah BBI dari awal hingga ke sini. Mbak Desty mewakili divisi riset
dan saya mewakili divisi humas juga sempat curhat serta konsultasi, memberikan
sejumlah masukan dan juga saran. Trus giliran Azmi dan Wardah sebagai member
baru yang kami wawancarai, kira-kira BBI itu kurang apanya (yang jelas kurang
cowoknya wkwkwk). Saya sebagai Humas merasa senang bisa bertemu Bang Epi karena
bisa jadi tahu hebohnya BBIers JABODETABEK yang begitu militant saat menangani
IRF 2014 kemarin dan acara HUT BBI tanggal 25 besok. Salut untuk teman-teman.
Kalian HEBAT. Tanpa kalian, kami hanya butiran batu akik yang belum terpoles.
Akhirnya,
obrolan seru kami harus berakhir jam 3 sore karena saya mendapat panggilan alam
(a.k.a jadi sopir jemputan) sehingga kami harus berpamitan. Oh iya, Mbak Desty
minta izin pulang dulu karena Yobel lagi rewel. Sayang sekali Yobel sebagai mascot
lucuk BBI Jogja tidak bisa ikut hari itu karena lagi sakit. Sayang sekali
padahal Yobel ini bikin gemes minta ampun dan selalu jadi korban cubit-cubitan
anak-anak BBI Joglosemar. Cepat sembuh ya sayang. Walau singkat, err nggak
singkat-singkat juga sih soalnya dari jam setengah 11 sampai jam 3 itu rekor,
tapi banyak yang kami dapatkan dari pertemuan dengan bang Epi. Satu yang jelas,
beliau menyemangati kami untuk tetap konsisten ngeblog, juga menasehati kami
tentang bagaimana agar timbunan kita juga bermanfaat bagi orang lain. Apapun
caranya, mempromosikan buku bagus dan menularkan kegemaran untuk membaca adalah
tanggung jawab kita sebagai penimbun buku. Jangan sampai sebuah buku bagus
hanya teronggok sepi di sudut kamar, tertutup debu dan tertimpa buku-buku lain
yang tidak pernah terbaca. Terima kasih atas kedatangannya ke Jogja, bang Epi. Maaf
atas ojekannya yang bikin waswas. Semoga bisa gentian kami yang berkunjung ke
Bandung. Salam buku!
Calon-calon pemikir bangsa LOL
**sungkem ke bang epi
ReplyDeleteMaaf bang epi... tapi
Saya
**ketawa gilak baca lpm dion**
Klo buku yg dideskripsikan bang Epi itu bukan timbunan, tapi KOLEKSI, tolong diperhatikan
ReplyDeleteXD
Kapan2 Solo mesti dikunjungi nih :)
Oke deeeh Bzee... ((koleksi))
ReplyDeleteTrims atas LPM-nya yang cetar membahana, MasDi. Kapan-kapan pengen ikut mangkal dekak-dekat situ ah, kali aja ditawar. #eh #salahfokus
Hahaha...ngakak bacanya, seru LPM nya mas Dion :D
ReplyDeleteSeru kopdarnya.. Pasti banyak pencerahan mengenai dunia perbukuan :)
ReplyDelete"Sudah nimbun buku apa hari ini?” Duh ini x)
ReplyDeleteHihi kopdarnya pasti seru ya kak?
eeeh makasih ya Mas Dion udah dibikinin LPMnya..
ReplyDeletemakasih juga udah antar jemput Wisma Ratih-TogaMas..meski deg-degan juga disemprit pak pol gegara nggak pakai Helm..:)))
Eh? Yobel maskot lucuk BBI Jogja? Kok manajernya belum tahu ya?*hitung2 honor* *lumayan buat nimbun....eh koleksi*
ReplyDeleteItu majalah Intisari-nya tahun 1966, Yon.
Seruuuuu, lain kali mampir ke Solo ya bange Epi :D
ReplyDeleteDitunggu di Bandung ya :DD
ReplyDeleteMas Dioon. Hahahaha. Aduh aku nahan ketawa ini lagi baca di kantor sampe nulis komen pun buru-buru karna ngeri bos lewat #eh
ReplyDelete