Search This Blog

Wednesday, March 11, 2015

Winnetou Apache IV – Versus Comanche



Judul : Winnetou Apache IV – Versus Comanche
Pengarang : Karl May
Penerjemah : P.R. Prabowo
Penyunting : Lis Sutinah
Cetakan : 1, 2014
Tebal: 256 hlm
Penerbit : Visimedia




            “Memiliki perasaan bersalah adalah sebuah hukuman!” (hlm 232)

            Petualangan Old Shatterhand dan Old Death di Wild West masih berlanjut. Setelah dalam buku 3 mereka berpetualang menyusuri Sungai Missisippi nan legendaries, di buku 4 ini aroma padang liar di barat Amerika kembali menyapa pembaca. Dan, Winnetou muncul dalam porsi yang lumayan banyak, tentu saja dengan segala hal terkait suku Indian Amerika yang sangat eksotis. Saya masih terkagum-kagum dengan kepiawaian penulis dalam bercerita. Begitu rinci dan detail, dan aroma indiannya sangat terasa, seolah kita tengah ikut bersama ld Shatterhand dan Old Death mengisap cerutu perdamaian bersama suku Indian. Saya tidak suka merokok, tapi saya setuju kalau dalam banyak kasus, merokok memang menjadi salah satu lambang persaudaraan di kalangan kaum Adam. Sebagaimana kata Old Death

            “Jika cerutu memiliki daya tarik lebih daripada permusuhan, maka kau tidak mungkin seburuk itu.” (17)

            Meskipun masih masuk seri Winnetou, tokoh utama dalam buku 4 ini adalah Old Death. Winnetou baru muncul di separuh akhir, tetapi pesona si tua Old Death tetap mampu menyihir pembaca dengan gaya khasnya. Jika Winnetou mewakili tokoh dari suku Indian yang legendaries, maka Old Death adalah wakil dari kaum kulit putih yang layak mendapatkan apresiasi. Tokoh ini sudah dipekenalkan di buku 3, namun di buku 4 kita akan lebih bisa menyaksikan kepiawaian Old Death. Tidak hanya jago berperang, menyelinap, dan mengatur strategi, Old Death juga piawai bernegosiasi. Dalam sebagian buku ini, orang tua nyentrik itu seolah menjadi dalang yang menentukan jalannya cerita, entah bagaimana seolah kisah buku ini disetir olehnya.

Tidak akan merugikan usia mudamu sedikit pun jika kau mengambil beberapa saran dari Old Death.” (hlm 16)

            Masih bekutat dengan upaya pengejaran terhadap Gibson dan putra Mr. Ohlert, Old Shatterhand bersama Old Death kembali menjelajaji daratan luas Amerika, namun posisinya mendekati perbatasan dengan Meksiko. Di buku ini, kita dikenalkan dengan suku Indian Comanche yang hendak melanggar batas-batas dan berkomplot dengan orang-orang kulit putih. Dan, tanpa sengaja, kedua tokoh utama kita itupun terseret dalam konflik antara suku apache dan Comanche. Sebagai saudara Winnetou, Old Shatterhand tentu akan membantu Apache, namun berkat saran bijak dari Old Death, mereka akhirnya mengambil posisi sebagai pihak yang netral. Ini tentunya tidak digunakan untuk cari aman tetapi dengan pertimbangan matang. Memang, yang namanya pengalaman adalah hal yang tak ternilai harganya.

            “Orang ceroboh lebih berbahaya daripada yang benar-benar jahat. Orang berbahaya (? mungkin maksudnya ‘orang jahat’) bisa dikenali dari jauh, sedangkan orang ceroboh biasanya orang baik.” (hlm 233)

            Buku 4 ini dipenuhi oleh strategi diplomasi, tapi tetap dibumbui dengan aksi-aksi heroic yang menawan. Strategi perang, bagaimana mencari jejak di alam liar, etika berdiplomasi; semuanya bisa kita pelajari sambil menyimak alur ceritanya yang sangat seru. Walau begitu, adegan aksinya juga ada di belakang, sesuai dengan judulnya yakni pertempuran melawan suku Comanche. Siapakah pemenangnya, dan bagaimana strategi yang kali ini akan digunakan oleh Winnetou dalam melawan sesama suku Indian tersebut? Siapakah sebenarnya Old Death juga akan kita ketahui di akhir buku ini. Sebuah cerita yang akan menjelaskan segalanya, juga mengubah hidup Old Shatterhand setelahnya.
           
            “Tuan, jangan pernah lupa, ada keadilan ilahi yang membuat keadilan duniawi benar-benar seperti permainan anak-anak. Pengadilan abadi ada di hati nuranimu dan menggemuruhkan vonis kepadamu siang dan malam.” (hlm 232)

Karl May juga tetap konsisten dengan setting tempat yang begitu detail di buku ini, terutama bagian yang menggambarkan suku Indian: kehidupan mereka, prinsip mereka dalam berperang, bagaimana mereka berkata-kata, hingga apa dan mana saja yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh para pejuang suku Indian. Tidak banyak penulis yang bisa menulis dengan sedemikian detail seperti ini. Dan, hal yang lebih luar biasa, Karl May menulis buku ini sekitar seratus tahun yang lalu, ketika belum ada internet dan berita atau informasi memerlukan waktu yang sangat lama untuk sampai ke seberang benua. Dan Karl May berkata kalau dia belum pernah mengunjungi Wild West saat menulis buku ini? Luar biasa!
             Satu-satunya kekurangan buku ini mungkin ada pada sisi penerjemahannya. Sayang sekali seri ini tidak diterjemahkan oleh satu orang yang sama sehingga saya seperti menemukan ‘rasa’ yang berbeda saat membaca keempat serinya. Khusus untuk buku 4 ini, ada beberapa kalimat yang diterjemahkan kurang luwes, beberapa bahkan kalimatnya nggak nyambung. Tetapi, semua itu tertutupi oleh serunya kisah yang ditulis oleh Karl May ini. Kesalahannya kecil dan tipis sekali, tak disadari, tapi kalau jeli pasti kerasa. Misalnya pada kalimat ini:

            “Begitu hidung anjing tua sepertiku telah menemukan jejak, dia tidak akan menyerah sampai mangsanya tertangkap. Kau dapat mengandalkan itu.” (hlm 2)

“itu-nya” itu siapa ya di sini?

            Bergembiralah! Sherrif terhormat memberikan masalah dengan para perempuannya, tetapi kau bisa tenang karena aku akan menebus kesalahan.” (hlm 3)

            Memberikan masalah?

Secara keseluruhan, terjemahannya bisa dibaca dan dipahami, hanya saja ada sesuatu yang membuat membacanya tersendat-sendat, terutama pada bagian-bagian awal. Tapi, karena ceritanya yang memang sudah sangat seru, kekurangluwesan itu mungkin bisa diabaikan. Faktanya, saya menikmati dan bisa membaca buku ini sampai selesai.

Bagi para pecinta Winnetou, buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca maupun ditimbun dikoleksi.

gambar: tokopedia.com

No comments:

Post a Comment