Judul
: Winnetou Apache IV – Versus Comanche
Pengarang
: Karl May
Penerjemah
: P.R. Prabowo
Penyunting
: Lis Sutinah
Cetakan
: 1, 2014
Tebal:
256 hlm
Penerbit
: Visimedia
“Memiliki
perasaan bersalah adalah sebuah hukuman!” (hlm 232)
Petualangan Old Shatterhand dan Old
Death di Wild West masih berlanjut. Setelah dalam buku 3 mereka berpetualang
menyusuri Sungai Missisippi nan legendaries, di buku 4 ini aroma padang liar di
barat Amerika kembali menyapa pembaca. Dan, Winnetou muncul dalam porsi yang
lumayan banyak, tentu saja dengan segala hal terkait suku Indian Amerika yang
sangat eksotis. Saya masih terkagum-kagum dengan kepiawaian penulis dalam
bercerita. Begitu rinci dan detail, dan aroma indiannya sangat terasa, seolah
kita tengah ikut bersama ld Shatterhand dan Old Death mengisap cerutu
perdamaian bersama suku Indian. Saya tidak suka merokok, tapi saya setuju kalau
dalam banyak kasus, merokok memang menjadi salah satu lambang persaudaraan di
kalangan kaum Adam. Sebagaimana kata Old Death
“Jika
cerutu memiliki daya tarik lebih daripada permusuhan, maka kau tidak mungkin
seburuk itu.” (17)
Meskipun masih masuk seri Winnetou,
tokoh utama dalam buku 4 ini adalah Old Death. Winnetou baru muncul di separuh
akhir, tetapi pesona si tua Old Death tetap mampu menyihir pembaca dengan gaya
khasnya. Jika Winnetou mewakili tokoh dari suku Indian yang legendaries, maka
Old Death adalah wakil dari kaum kulit putih yang layak mendapatkan apresiasi.
Tokoh ini sudah dipekenalkan di buku 3, namun di buku 4 kita akan lebih bisa
menyaksikan kepiawaian Old Death. Tidak hanya jago berperang, menyelinap, dan
mengatur strategi, Old Death juga piawai bernegosiasi. Dalam sebagian buku ini,
orang tua nyentrik itu seolah menjadi dalang yang menentukan jalannya cerita,
entah bagaimana seolah kisah buku ini disetir olehnya.
“Tidak akan merugikan usia mudamu sedikit pun
jika kau mengambil beberapa saran dari Old Death.” (hlm 16)
Masih bekutat dengan upaya
pengejaran terhadap Gibson dan putra Mr. Ohlert, Old Shatterhand bersama Old
Death kembali menjelajaji daratan luas Amerika, namun posisinya mendekati
perbatasan dengan Meksiko. Di buku ini, kita dikenalkan dengan suku Indian
Comanche yang hendak melanggar batas-batas dan berkomplot dengan orang-orang
kulit putih. Dan, tanpa sengaja, kedua tokoh utama kita itupun terseret dalam
konflik antara suku apache dan Comanche. Sebagai saudara Winnetou, Old
Shatterhand tentu akan membantu Apache, namun berkat saran bijak dari Old
Death, mereka akhirnya mengambil posisi sebagai pihak yang netral. Ini tentunya
tidak digunakan untuk cari aman tetapi dengan pertimbangan matang. Memang, yang
namanya pengalaman adalah hal yang tak ternilai harganya.
“Orang
ceroboh lebih berbahaya daripada yang benar-benar jahat. Orang berbahaya (?
mungkin maksudnya ‘orang jahat’) bisa
dikenali dari jauh, sedangkan orang ceroboh biasanya orang baik.” (hlm 233)
Buku 4 ini dipenuhi oleh strategi
diplomasi, tapi tetap dibumbui dengan aksi-aksi heroic yang menawan. Strategi
perang, bagaimana mencari jejak di alam liar, etika berdiplomasi; semuanya bisa
kita pelajari sambil menyimak alur ceritanya yang sangat seru. Walau begitu,
adegan aksinya juga ada di belakang, sesuai dengan judulnya yakni pertempuran
melawan suku Comanche. Siapakah pemenangnya, dan bagaimana strategi yang kali
ini akan digunakan oleh Winnetou dalam melawan sesama suku Indian tersebut?
Siapakah sebenarnya Old Death juga akan kita ketahui di akhir buku ini. Sebuah
cerita yang akan menjelaskan segalanya, juga mengubah hidup Old Shatterhand
setelahnya.
“Tuan,
jangan pernah lupa, ada keadilan ilahi yang membuat keadilan duniawi
benar-benar seperti permainan anak-anak. Pengadilan abadi ada di hati nuranimu
dan menggemuruhkan vonis kepadamu siang dan malam.” (hlm 232)
Karl
May juga tetap konsisten dengan setting tempat yang begitu detail di buku ini,
terutama bagian yang menggambarkan suku Indian: kehidupan mereka, prinsip
mereka dalam berperang, bagaimana mereka berkata-kata, hingga apa dan mana saja
yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh para pejuang suku Indian. Tidak
banyak penulis yang bisa menulis dengan sedemikian detail seperti ini. Dan, hal
yang lebih luar biasa, Karl May menulis buku ini sekitar seratus tahun yang
lalu, ketika belum ada internet dan berita atau informasi memerlukan waktu yang
sangat lama untuk sampai ke seberang benua. Dan Karl May berkata kalau dia
belum pernah mengunjungi Wild West saat menulis buku ini? Luar biasa!
Satu-satunya kekurangan buku ini mungkin ada
pada sisi penerjemahannya. Sayang sekali seri ini tidak diterjemahkan oleh satu
orang yang sama sehingga saya seperti menemukan ‘rasa’ yang berbeda saat
membaca keempat serinya. Khusus untuk buku 4 ini, ada beberapa kalimat yang
diterjemahkan kurang luwes, beberapa bahkan kalimatnya nggak nyambung. Tetapi,
semua itu tertutupi oleh serunya kisah yang ditulis oleh Karl May ini.
Kesalahannya kecil dan tipis sekali, tak disadari, tapi kalau jeli pasti
kerasa. Misalnya pada kalimat ini:
“Begitu
hidung anjing tua sepertiku telah menemukan jejak, dia tidak akan menyerah
sampai mangsanya tertangkap. Kau dapat mengandalkan itu.” (hlm 2)
“itu-nya”
itu siapa ya di sini?
Bergembiralah!
Sherrif terhormat memberikan masalah dengan para perempuannya, tetapi kau bisa
tenang karena aku akan menebus kesalahan.” (hlm 3)
Memberikan masalah?
Secara
keseluruhan, terjemahannya bisa dibaca dan dipahami, hanya saja ada sesuatu
yang membuat membacanya tersendat-sendat, terutama pada bagian-bagian awal.
Tapi, karena ceritanya yang memang sudah sangat seru, kekurangluwesan itu
mungkin bisa diabaikan. Faktanya, saya menikmati dan bisa membaca buku ini
sampai selesai.
Bagi
para pecinta Winnetou, buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca maupun ditimbun
dikoleksi.
gambar: tokopedia.com
No comments:
Post a Comment